Jumat, Juli 21, 2006

Mengkreditkan Emas sebagai Solusi, Bolehkah?


Assalamu alaikum wr. wb.

Saya ingin menanyakan tentang mengkreditkan emas. Saya berpikir ini bisa menjadi salah satu solusi bagi orang-orang yang membutuhkan uang tapi ingin menghindari riba, dan saya lihat sudah ada beberapa orang yang melakukannya. Pihak yang membutuhkan uang mengajukan kredit emas -misalnya 10 gram- dengan harga dua kali lipat dari harga emas tunai, dan dibayar misalnya selama 10 bulan. Setelah mendapatkan emas 10 gram tersebut, emas itu dijual kembali di toko emas sehingga dia mendapatkan uang tunai yang dia butuhkan. Namun ada orang yang mengatakan bahwa cara ini hanyalah bentuk 'mengakali' sistem riba, dan hukumnya sama saja dengan riba seperti orang-orang Yahudi yang mengakali larangan hari sabat. Padahal saya berpikir ada perbedaan, misalnya ketika tempo diperpanjang karena tidak mampu membayar, tidak ada penambahan bunga dan harga tetap sesuai harga awal. Saya mohon penjelasan dari ustadz tentang masalah ini. Terima kasih.

Assalamu alaikum wr. wb.

Dedisusanto
ahlurayu at eramuslim.com

Jawaban

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ketika Allah SWT mengharamkan riba fadhl, maka yang dimaksud adalah keharaman bertukar emas dengan emas dan keharaman bertukar perak dengan perak dengan nilai yang tidak sebanding. Bisa jadi hal itu karena perbedaan waktu pembayaran atau hal lainnya. Dalilnya adalah sabda beliau SAW:

Dari Abi Said Al-Khudhri ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Janganlah kalian menjual emas dengan emas kecuali yang sama sebanding. Dan jangan ditambah sebagian atas yang lainnya. Janganlah kalian menjual emas dengan perak kecuali yang sama sebanding. Dan jangan ditambah sebagian atas yang lainnya. Dan janganlah menjual perak yang tidak nampak dengan yang nampak. (HR Bukhari dan Muslim)

Janganlah kalian menjual emas dengan emas atau perak dengan perak, kecuali kecuali sama beratnya. (HR Muslim)

Termasuk yang diharamkan untuk dipertukarkan dengan timbangan yang berbeda adalah makanan. Sebagaimana sabda beliau SAW:

Dari Ma'mar bin Abdillah ra. berkata, "Sungguh aku telah mendengar Rasulullah SAW bersabda, "(Menukar) makanan (harus dengan) makanan (yang sebanding)." Dan makanan kami pada hari itu adalah tepung sya'ir. (HRMuslim)

Sehingga dari dalil-dalil di atas jelas sekali keharaman mengkreditkan emas. Yaitu seperti praktek yang anda sebutkan itu.

Emas adalah Uang

Sebenarnya ketika kita mengatakan haramnya menyewakan atau mengkreditkan uang, pada dasarnya juga merupakan pengharaman atas pengkreditan emas juga. Mengapa?

Uang itu pada dasarnya adalah emas dan emas adalah uang. Kebetulan saja di zaman sekarang ini orang-orang menggunkan kertas cetakan resmi yang dikeluarkan oleh bank pusat masing-masing negara. Tapi pada hakikatnya uang-uang itu adalah 'wakil' dari emas yang dimiliki oleh suatu negara.

Karena perhitungan teknis dan kepraktisan, maka emas-emas yang dulu dijadikan alat tukar dalam setiap jual beli, kedudukannya digantikan dengan kertas-kertas itu di zaman sekarang. Dan sebenarnya, tidak uang kertas yang beredar itu mewakili jumlah cadangan emas yang disimpan di suatu tempat tertentu.

Sayangnya, dengan sistem ekonomi kapitalis yang rusak, negara seringkali mencetak uang semaunya, tanpa memperhatikan keseimbangannya dengan jumlah cadangan emas yang dimilikinya. Sehingga seringkali terjadi inflasi, di mana nilai tukar suatu mata uang merosot dan nyaris tidak punya nilai lagi.

Namun lepas dari kebobrokan itu, yang jelas emas adalah uang yang berfungsi sebagai alat untuk berjual-beli. Karena itu itu ide untuk menyewakan atau mengkreditkan emas agar terhindar dari riba, justru tidak diperbolehkan. Sebab sejak dulu memang sudah diharamkan. Maksudnya, ketika dahulu Allah SWT mengharamkan penyewaan atau peminjaman uang dengan bayaran yang lebih, yang diharamkan adalah penyewaan emas atau perak. Sebab di masa itu, yang dimaksud dengan uang adalah emas atau perak.

Sejak zaman dahulu bangsa-bangsa di dunia telah menggunakan emas untuk berjual-beli. Mereka belum punya mata uang sendiri yang nilainya naik turun di lantai bursa seperti di zaman sekarang. Tapi seluruh dunia mengenal alat tukar universal yang diakui oleh semua peradaban manusia, yaitu emas dan perak.

Cukup ditimbang beratnya saja, tidak perlu meributkan nilai kursnya. Lagi pula tidak ada pengaruhnya antara yang nilai emas tersebut dengan tulisan atau gambar yang ada di tiap keping uang emas itu. Bahkan boleh dibilang, tiap lurah bisa mencetak uang sendiri sesuai dengan gambar wajahnya. Tapi orang tidak peduli, sebab yang jadi ukuran bukan tulisan atau gambarnya, tapi yang penting berat keping uang emas itu.

Uang emas sering disebut dengan dinar, sedangkan uang perak sering disebut dirham. Bangsa Romawi menggunakan dinar sebagai alat tukar sedangkan bangsa Persia menggunakan dirham. Bangsa Arab yang berada di tengah-tengah dua imperium itu, justru mengenal keduanya.

Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc

Tidak ada komentar: