Sabtu, Maret 31, 2007

Perbedaan Antara Zakat dan Infaq

Zakat berasal dari kata zaka yang berarti suci, baik, berkah, tumbuh, atau berkembang. Menurut terminologi syariat (istilah), zakat adalah nama dari sejumlah harta tertentu ynag telah mencapai syarat tertentu (nishab) yang diwajibkan Allah SWT untuk dikeluarkan dan diberikan kepada yang berhak menerimanya dengan persyaratan tertentu pula (QS. 9:103 dan QS. 30:39).

Infaq berasal dari kata anfaqa yang berarti mengeluarkan sesuatu (harta) untuk kepentingan sesuatu. Menurut terminologi syariat, infaq berarti mengeluarkan sebagian dari harta atau pendapatan/penghasilan untuk suatu kepentingan yang diperintahkan Islam.

Jika zakat ada nishabnya, infaq tidak mengenal nishab. Infaq dikeluarkan setiap orang ayng beriman, baik yang berpenghasilan tinggi maupun rendah, apakah ia di saat lapang maupun sempit (QS. 3:134). Jika zakat harus diberikan pada mustahik tertentu (8 asnaf), maka infaq boleh diberikan kepada siapapun. Misalnya, untuk kedua orang tua, anak-yatim, dan sebagainya (QS. 2:215).

Sedekah berasal dari kata shadaqa yang berarti benar. Orang yang suka bersedekah adalah orang yang benar pengakuan imannya. Menurut terminologi syariat, pengertian sedekah sama dengan pengertian infaq, termasuk juga hukum dan ketentuan-ketentuannya. Hanya saja, jika infaq berkaitan dengan materi, sedekah memiliki arti lebih luas, menyangkut juga hal yang bersifat nonmateriil. Hadits riwayat Imam Muslim dari Abu Dzar, Rasulullah menyatakan bahwa jika tidak mampu bersedekah dengan harta, maka membaca tasbih, takbir, tahmid, tahlil, berhubungan suami-istri, atau melakukan kegiatan amar ma’ruf nahi munkar adakah sedekah.

Seringkali sedekah dipergunakan dalam Al-Quran, tetapi maksud sesungguhnya adalah zakat (QS. 9:60 dan 103). Yang perlu diperhatikan, jika seseorang telah berzakat tetapi masih memiliki kelebihan harta, sangat dianjurkan sekali untuk berinfaq dan bersedekah. Berinfaq adalah ciri utama orang yang bertaqwa (QS. 2:3 dan 3:134), ciri mukmin yang sungguh-sungguh imannya (QS. 8:3-4), ciri mukmin yang mengharapkan keuntungan abadi (QS. 35:29). Berinfaq akan melipatgandakan pahala di sisi Allah SWT (QS. 2:262). Sebaliknya, tidak mau berinfaq sama dengan menjatuhkan diri pada kebinasaan (QS. 2:195).

SUMBER: Konsultasi Zakat, Dompet Dhuafa Republika, Dr. KH. Didin Hafidhuddin, MSc, 2001.

Puasa Tanpa Baauuu...

Allah SWT memerintahkan puasa pada orang-orang beriman, tujuannya agar mereka lebih bertakwa. Pelaksanaannya di bulan Ramadan dan hari-hari yang telah dianjurkan untuk berpuasa.

Setiap orang yang berpuasa tentunya ingin tetap sehat. Dr. Samuel Oentoro, MS. dari Klinik Nutrifit, menganjurkan agar orang yang menjalankan puasa tetap mengonsumsi makanan dengan gizi seimbang, yaitu sumber karbohidrat, lemak, protein hewani dan nabati serta asupan sumber mineral dan vitamin, saat sahur maupun buka puasa. Dengan demikian, meski sepanjang pagi hingga sore hari tidak makan dan minum, tubuh tetap dalam keadaan sehat dan bugar.

Meski badan dalam keadaan sehat dan bugar, gangguan sosial kerap dialami oleh orang yang sedang berpuasa, yaitu bau mulut.

Hal ini dimungkinkan karena sejak batas imsak saat menjelang subuh hingga berbuka ketika magrib, lambung dalam keadaan kosong. Menurut Dr. Rosa dari Klinik Prorevital, Jakarta, keadaan lambung kosong serta hawanya yang keluar lewat mulut menimbulkan bau tak sedap. Terlebih bila orang itu mengalami sakit maag. Bau yang keluar akan lebih menyengat.

"Sebenarnya dalam keadaan normal saja mulut kita penuh dengan bakteri. Bakteri-bakteri itulah yang menyebabkan bau mulut. Mulut menjadi tidak bau karena terbilas oleh air dan makanan ketika kita tidak berpuasa. Mengonsumsi terlalu banyak makan yang beraroma seperti bawang putih pun mengakibatkan bau mulut," tutur Dr. Rosa.

Resep atasi bau mulut dan badan

Ada beberapa jenis tanaman yang cocok untuk mengatasi bau mulut dan bau badan. Tanaman itu mengandung bahan aktif berbau segar dan bermanfaat mematikan atau mengendalikan pertumbuhan bakteri serta memberikan bau harum bagi tubuh.

Menurut Hj. Sarah Kriswanti S., herbalis asal Bandung, Jawa Barat, tanaman-tanaman itu adalah adas, kapulaga, pegagan, melati, sirih, jeruk nipis, dan kunyit.

Berikut ini cara meramu bahan-bahan tersebut:

1. Bahan: 1 sendok teh adas, 1 cangkir daun beluntas, 2 biji kapulaga, 1 gelas air. Cara Membuat: Bahan direbus dalam wadah tertutup dengan api kecil selama setengah jam, diamkan hingga hangat, lalu diperas. Air perasan tersebut dikumur-kumur lalu ditelan. Ramuan ini untuk 3 kali pemakaian. Lakukan hingga beberapa hari.

2. Bahan: 1 genggam daun beluntas muda. Cara membuat: Daun beluntas dicuci bersih lalu dikukus. Makan sebagai lalap. Lakukan hingga beberapa hari.


3. Bahan: 3 buah jeruk nipis, kapur sirih secukupnya. Cara membuat: Jeruk nipis diiris-iris. Taburkan kapur sirih pada permukaan irisan jeruk nipis tersebut. Kemudian oleskan pada ketiak, biarkan selama 15 menit. Seteiah itu cuci bersih dengan air. Lakukan setiap selesai mandi.

4. Bahan: 8 butir kapulaga, 1 cangkir daun pegagan, 2 gelas air. Cara membuat: Kapulaga yang telah dicuci bersih dihancurkan, kemudian dicampur dengan daun pegagan. Tambahkan air, lalu direbus dalam keadaan tertutup hingga mendidih, selama setengah jam. Tetap dalam keadaan tertutup, rebusan didiamkan hingga terasa hangat, kemudian disaring atau diperas. Air perasan diminum setiap pagi pada saat perut masih kosong. Lakukan hal ini selama beberapa hari.

5. Bahan: 30 buah kuntum bunga melati, 1 gelas air matang. Cara membuat: Bunga melati direndam 1 malam dalam keadaan tertutup dalam wadah plastik atau kaca. Airnya diminum setiap pagi selama lima hari berturut-turut.

6. Bahan: 5 helai daun sirih, 3 gelas air. Cara Membuat: Daun sirih yang telah dicuci bersih direbus dengan air bersih hingga mendidih selama 15 menit. Biarkan rebusan air hingga dingin dalam keadaan tertutup. Gunakan rebusan air sirih untuk kumur-kumur sebanyak 3 kali
sehari. Setiap kali kumur, gunakan 2 sendok makan. Lakukan hal ini hingga beberapa hari.

7. Bahan: 2 jari kunyit, gula aren secukupnya, 1 gelas air. Cara membuat: Kunyit dicuci bersih lalu diparut dan diremas dengan air. Setelah itu tambahkan gula aren, kemudian aduk-aduk hingga rata. Selanjutnya campuran ini diperas atau disaring. Air perasan diminum sekaligus pada malam hari menjelang tidur. Lakukan hal ini selama beberapa hari.

8. Bahan: 15 helai daun muda jeruk nipis, tepung beras secukupnya.Cara membuat: Daun jeruk nipis dicuci bersih lalu dihaluskan. Tambahkan tepung beras secukupnya pada halusan daun jeruk nipis. Campuran itu diaduk sampai rata, kemudian bentuklah menyerupai pil, butiran pil tersebut ditelan sebanyak tiga kali sehari satu butir setelah makan. Lakukan hal ini selama beberapa hari.

Selamat Mencoba….!!!!

www[dot]kompas[ dot]com

Rabu, Maret 28, 2007

Senyuman di Hotel

Oleh Bayu Herlambang

"Selamat siang Bu... Selamat siang Pak... " sapa lelaki karyawan hotel berseragam batik itu ramah menyambut setiap orang yang masuk ke hotel. Kutaksir usianya sekitar 40-an tahun. Selain menyapa dengan ramah, dia juga tak segan menanyakan "ada yang bisa saya bantu?" dan kemudian dengan membungkukkan badan, melipat keempat jari kanan dan mengacungkan jempolnya mengarahkan tamu ke resepsionis, "silakan Bu, monggo Pak.." Intonasi kata, gerak tubuh serta mimik wajah yang dibungkus dengan senyuman pertanda bahwa keramahan khas Solo itu disampaikannya dengan tulus.

Pagi itu selesai sarapan aku duduk di lobby hotel menunggu rekan yang berjanji menjemputku untuk mengunjungi beberapa pelanggan di kota itu. Mata ini tertarik memperhatikan gerak dan sikap karyawan hotel tersebut yang tidak berhenti menyapa ramah siapapun yang lewat di hadapannya... Terus saja begitu tanpa berhenti melepas senyum. Kemaren saat check-in hotel inipun aku mendapat perlakuan dan sapaan ramahnya. Empat bulan yang lalu, setahun yang lalu, dan sudah sekian kali aku ke sini, tetap kulihat keramahan karyawan hotel itu.

Ingin rasanya aku berbincang dengannya untuk mengorek cerita tentang kebiasaannya itu. Apakah karena diwajibkan pihak hotel (tapi kenapa senyum & keramahan karyawan lain tidak se-spontan dia), apakah memang kebiasaan saja, ataukah karena ada pemilihan karyawan teladan tiap bulan di hotel ini, atau mungkin berharap uang tip dari tamu…. Akh aku tidak mau berprasangka buruk lebih jauh.

Dan sebetulnya aku juga ingin meng-apresiasi kebiasaan baiknya itu sembari bercerita padanya bahwa hotel-hotel besar semacam Ritz Carlton, Four Season, dll memang mewajibkan karyawannya seperti itu, selain juga harus mencatat apa yang tamu sukai dan tidak. Setiap karyawan sudah memiliki data si tamu sehingga ketika ngobrol dengan tamu, terkesan sang karyawan seperti sudah kenal lama dengan si tamu.

Akhirnya kesempatan itu datang juga saat dia mau melintas di depanku setelah mengantarkan welcome-drink buat tamu di resepsionis. Seperti dugaanku, dia menyapaku duluan, “apa kabar Pak pagi ini, sampun sarapan, atau ada yang bisa saya bantu?” Sambil berbasa-basi, dengan hati-hati aku mengarahkan pembicaraan ke kebiasaannya mengumbar keramahan itu.

Diapun mengungkapkan alasan, “nyuwun sewu Pak, kulo awam, tapi pernah denger kanjeng ustad bilang kalau senyum itu ibadah, gratis tur gampang. Lha wong Gusti Allah memberi kita peluang & kemudahan untuk dapat pahala kenapa ndak dipake, nggih tho Pak?”

Serasa kesejukan menerpaku mendengar penjelasan yang sederhana tapi bermakna. Kuurungkan niat menceritakan kewajiban di hotel besar tadi. Bukankah segala sesuatu akan tulus ikhlas dilakukan jika sudah diniatkan untuk beribadah….

Bagaimana Hukumnya Nikah Saat Hamil

Assalamualaikum wr wb

Pak Ustadz saya mau bertanya,

Bagaimana hukumnya pernikahan yang dilakukan saat, mempelai wanitanya sedang dalam keadaan hamil akibat hubungan pra nikah. Saat ini banyak kejadian anak SMA hamil diluar nikah kemudian langsung dinikahkan oleh keluarganya untuk menutupi aib. Apakah pernikahan itu sah? Apakah setelah anak itu lahir pernikahan harus diulang.

Dan jika tidak ada pernikahan ulang, apakah selama pasangan suami isteri itu tinggal bersama itu termasuk dalam perbuatan zinah. Mohon penjelasannya Pak Ustadz.

Makasih

Wassalam Wr Wr

Ny Mita

Jawaban

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Sebelum sampai kepada jawaban, rasanya kita perlu membedakan terlebih dahulu kasusnya, agar tidak terjadi salah paham. Sebab kalimat 'menikahi wanita hamil' itu sesungguhnya masih mengandung banyak kekurangan informasi.

Misalnya, bagaimana status dan kedudukan wanita itu, apakah sudah menikah atau belum? Lalu siapakah yang diharamkan untuk menikahinya, apakah suaminya, atau suami orang lain? Ataukah wanita itu belum punya suami lalu berzina dengan seseorang, lalu siapa yang diharamkan untuk menikahinya? Laki-laki yang menzinainya kah? Atau laki-laki lain yang tidak berzina dengannya?

Semua harus kita petakan terlebih dahulu, karena tiap-tiap kasus akan berbeda-beda hukumnya.

1. Kasus Pertama

Seorang wanita sudah menikah dan sedang dalam keadaan hamil, lalu berhubungan seksual dengan suaminya, maka hukumnya halal. Sebab hubungan suami isteri tidak terlarang, bahkan pada saat hamil sekali pun. Lagi pula, dia melakukannya dengan suaminya sendiri. Maka hukumnya halal.

2. Kasus Kedua

Seorang wanita sudah menikah dan sedang dalam keadaan hamil. Suaminya meninggal atau menceraikannya. Maka wanita ini diharamkan menikah, apalagi melakukan hubungan seksual dengan laki-laki lain.

Sebab wanita itu masih harus menjalankan masa iddah, yaitu masa di mana dia harus berada dalam posisi tidak boleh menikah, bahkan termasuk ke luar rumah dan sebagainya. Dan masa iddah wanita yang hamil adalah hingga dia melahirkan anaknya.

3. Kasus Ketiga

Seorang wanita hamil di luar nikah yang syar'i (berzina), lalu untuk menutupi rasa malu, keluarganya menikahkannya dengan orang lain. Yaitu laki-laki lain yang tidak menzinainya.

Dalam hal ini, para ulama mengharamkan terjadinya hubungan seksual antara mereka. Adapun apakah boleh terjadi pernikahan saja, tanpa hubungan seksual, ada dua pendapat yang berkembang.

Pendapat pertama, hukumnya haram. Dan kalau dinikahkan juga, maka pernikahan itu tidak sah alias batil. Di antara para ulama yang mengatakan hal ini adalah Al-Imam Malik, Imam Ahmad bin Hanbal dan jumhur ulama.

Karena yang namanya suami isteri tidak mungkin diharamkan dalam melakukan hubungan seksual. Jadi menikah saja pun diharamkan, kecuali setelah anak dalam kandungan itu lahir.

Pendapat kedua, hukumnya halal dan pernikahan itu sah. Asalkan selama anak itu belum lahir, suami itu tetap tidak melakukan hubungan seksual dengannnya. Suami harus menunggu hingga lahirnya bayi dalam perut. Baik dalam keadaan hidup atau mati.Pendapat ini dikemukakan oleh Al-Imam Asy-Syafi'i dan Imam Abu Hanifah.

Perbedaan pendapat para ulama ini berangkat dari satu dalil yang dipahami berbeda. Dalil itu adalah dalil tentang haramnya seorang laki-laki menyirami ladang laki-laki lain.

رويفع بن ثابت أن النبى صلى الله عليه وسلم قال " من كان يؤمن بالله واليوم الآخر فلا يسقى ماءه ولد غيره وروى الترمذى ، وحسنه ، وغيره من حديث ،

Dari Rufai' bin Tsabit bahwa Nabi SAW bersabda, "Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka janganlah menyiramkan airnya pada tempat yang sudah disirami orang lain." (HR Tirmizi dan beliau menghasankannya)

Jumhur ulamayang mengharamkan pernikahan antara mereka mengatakan bahwa haramnya 'menyirami air orang lain' adalah haram melakukan akad nikah. Sedangkan As-Syafi'i dan Abu Hanifah mengatakan bahwa yang haram adalah melakukan persetubuhannya saja, ada pun melakukan akad nikah tanpa persetubuhan tidak dilarang, karena tidak ada nash yang melarang.

4. Kasus Keempat

Seorang wanita belum menikah, lalu berzina hingga hamil. Kemudian untuk menutupi rasa malunya, dia menikah dengan laki-laki yang menzinainya itu.

Dalam hal ini para ulama sepakat membolehkannya. Karena memang tidak ada larangan atau pelanggaran yang dikhawatirkan. Setidaknya, Al-Imam Asy-syafi'i dan Abu Hanifah rahimahumallah membolehkannya. Bahkan mereka dibolehkan melakukan hubungan seksual selama masa kehamilan, asalkan sudah terjadi pernikahan yang syar'i antara mereka.

Karena illat (titik point) larangan hal itu adalah tercampurnya mani atau janin dari seseorang dengan mani orang lain dalam satu rahim yang sama. Ketika kemungkinan itu tidak ada, karena yang menikahi adalah laki-laki yang sama, meski dalam bentuk zina, maka larangan itu pun menjadi tidak berlaku.

Seringkali ada orang yang tetap mengharamkan bentuk keempat ini, mungkin karena agak rancu dalam memahami keadaan serta titik pangkal keharamannya.

Pendeknya, kalau wanita hamil menikah dengan laki-laki yang menzinainya, maka tidak ada dalil atau illat yang melarangnya. Sehingga hukumnya boleh dan sesungguhnya tidak perlu lagi untuk menikah ulang setelah melahirkan. Karena pernikahan antara mereka sudah sah di sisi Allah SWT. Bahkan selama masa kehamilan itu, mereka tetap diperbolehkan untuk melakukan hubungan suami isteri. Jadi mengapa harus diulang?

Perbedaan Antara Wanita Pezina dengan Wanita Yang Pernah Berzina

Satu hal lagi yang perlu dijelaskan duduk perkaranya adalah perbedaan hukum antara dua istilah. Istilah yang pertama adalah 'wanita pezina', sedangkan yang kedua adalah 'wanita yang pernah berzina'.

Antara keduanya sangat besar bedanya. Wanita pezina itu adalah wanita yang pernah melakukan zina, belum bertaubat, bahkan masih suka melakukannya, baik sesekali atau seringkali. Bahkan mungkin punya pandangan bahwa zina itu halal.

Wanita yang bertipologi seperti ini memang haram dinikahi, sampai dia bertaubat dan menghentikan perbuatannya secara total. Dan secara tegas, Allah SWT telah mengahramkan laki-laki muslim untuk menikahi wanita pezina. Dan wanita seperti inilah yang dimaksud di dalam surat An-Nur berikut ini.

Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas oran-orang yang mu'min. (QS. An-Nur: 3)

Adapun wanita yang pernah berzina, lalu dia menyesali dosa-dosanya, kemudian bertaubat dengan taubat nashuha, serta bersumpah untuk tidak akan pernah terjatuh di lubang yang sama untuk kedua kalinya, maka wanita seperti ini tidak bisa disamakan dengan wanita pezina.

Ayat di atas tidak bisa dijadikan dalil untuk mengharamkan pernikahan bagi dirinya, hanya lantaran dia pernah jatuh kepada dosa zina.

Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc

Memahramkan Anak Suami

Assalamu 'alaikum wr. wb.

Ustadz, saya seorang isteri dari seorang laki-laki yang memiliki anak laki-laki. Isteri beliau meninggal pada saat melahirkan putranya. Sekarang anak tersebut dalam perawatan saya.

Mengenai artikel tentang memahramkan anak angkat yang lalu, di situ ustadz menjelaskan hadist yang menyatakan dalam keadaan darurat ada rukhsah untuk memahramkan dengan cara menyusui orang dewasa.

Sekarang anak kami usianya 3 tahun, apa saya bisa memahramkan anak suami dengan jalan menyusui di usianya sekarang? Jika tidak ada cara untuk memahramkan, bagaimana hubungan yang perlu dijaga ketika anak kami kelak sudah besar?

Kemudian, ,, jika kita memanggil dengan panggilan ummu dalam nasab, apakah saya dipanggil dengan nama ummu_nama anak suami (anak pertama) atau harus dipanggil dengan nama anak saya, karena ada kisah pada zaman rasul bahwa panggilan ibnu tetap harus dikaitkan dengan nama ayah yang sesungguhnya walaupun ada dalam perawatan orang tua asuh.

Jazakallah

Kiki

Jawaban

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Anak tiri anda tidak perlu lagi dimahramkan dengan proses penyusuan, karena Al-Quran Al-Kariem telah menetapkan bahwa hubungan seorang wanita dengan anak tirinya adalah hubungan kemahraman yang bersifat abadi.

Pada saat seorang wanita dinikahi oleh seorang ayah dari seorang anak laki-laki, maka saat itu juga secara otomatis anak laki-laki itu menjadi orang yang haram menikahi dirinya. Dan hal itu berlaku selama-lamanya, dalam arti bila seandainya hubungan pernikahan antara keduanya telah tidak berlaku, entah karena perceraian atau karena kematian, kemahraman akan tetap terus berlangsung.

Kemahraman seperti ini disebut dalam fiqih sebagai mahram muabbad, yaitu yang berlangsung sepanjang zaman, apa pun yang terjadi.

Jadi anda telah menjadi mahram anak tersebut, bahkan secara sosial sering dikatakan bahwa anda adalah ibunya. Meski anak tersebut mungkin seusia dengan anda.

Dalilnya adalah firman Allah SWT dalam surat An-Nur ayat 31, di manaAllah SWT telah menyebutkan daftar orang-orang yang menjadi mahram buat seorang laki-laki. Dalam hal ini, anda berada urutan kelima, yaitu seorang laki-laki menjadi mahram buat wanita yang dinikahi oleh ayahnya.

وَقُل لِّلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاء بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاء بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُوْلِي الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَى عَوْرَاتِ النِّسَاء وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِن زِينَتِهِنَّ وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

Katakanlah kepada wanita yang beriman, "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung. (QS An-Nuur: 31)

Dalam bahasa kita, yang dimaksud dengan putera suamimaksudnya adalah anak tiri, di mana seorang wanita boleh terlihat sebagian auratnya di hadapan laki-laki yang statusnya anak tiri. Dan ini sekaligus menetapkan bahwa anak laki-laki tiri adalah mahram buat ibu tirinya.

Panggilan Untuk Anda

Meski anda sudah menjadi mahram buat anak itu, tetapi secara hukum anda tetap bukan ibu baginya. Meski anak itu adalah anak suami anda sendiri.

Oleh karena itu, bila anda dipanggil dengan sebutan ummu _ nama anak suami, tentu kurang tepat. Karena anda memang bukan ibunya.

Jadi suami anda lebih baik memanggil anda dengan panggilan lain, tidak perlu dengan menggunakan nama anaknya. Karena anaknya itu bukan anak anda. Mungkin kepada anda, suami anda tetap bisa memanggil dengan apapun bentuk kebiasaan yang berkembang di tengah masyarakat, termasuk dengan memanggil nama anda langsung. Asal bukan ummu_nama anaknya.

Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc

Panggilan Ayah dan Bunda

Assalamu'alaikum wr. Wb

Ustad Ahmad yang saya hormati, ada sebuah pertanyaan yang mengganjal hati saya beberapa masa terakhir ini yaitu panggilan ayah dan bunda pada suami isteri. Adakah hukum yang melarang seorang suami memanggil isterinya dengan panggilan bunda dan si isteri memanggil suaminya ayah. Mohon pencerahan dari ustad.

Terimakasih,

Assalamu'alaikum wr. Wb

Pane

Jawaban

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Panggilan seorang suami kepada isterinya dengan sebutan 'bunda' memang sangat banyak kita lihat. Bukan hanya kata 'bunda' saja, tetapi semua variannya, seperti 'mama', 'ibu', 'kakak', bahkan 'ummi'.

Demikian juga dengan panggilan seorang isteri kepada suaminya, seringkali dengan sebutan 'ayah', 'papa', 'bapak', 'adik' danbahkan 'abi'.

Sebenarnya tidak ada yang terlarang dengan panggilan-panggilan seperti ini, asalkan sudah menjadi kelaziman. Tentu sama sekali tidak ada niat dari masing-masing pasangan untuk memposisikan suami atau isteri dengan cara yang berbeda. Maksudnya, ketika seorang isteri memanggil suaminya dengan sebutan 'ayah', tentu niatnya bukan menganggap suaminya sebagai ayahnya. Demikian juga sebaliknya.

Memang secara bahasa, panggilan-panggilan ini agak rancu. Tapi yang tidak rancu terkadang malah aneh terdengar di telinga. Mungkin kita akan merasa janggal kalau mendengar seorang isteri memanggil suami dengan sapaan "Suamiku, suamiku!." Lalu suaminya menjawab, "Ya, ada apa isteriku?" Persis potongan film Cina yang disulih (dubbing) dengan bahasa Indonesia.

Jadi ini sebenarnya masalah rasa bahasa. Kita adalah bangsa yang tergolong santun dalam berbahasa, saking santunnya sampai-sampai 'keluar' dari alur aslinya. Meski tidak harus selalu bertentangan dengan syariah.

Misalnya panggilan 'saudara' atau 'saudari', sudah menjadi sebuah keumuman bahwa kita menyapa orang lain, baik yang kita kenal atau pun yang tidak dengan panggilan itu. Padahal kalau mau ditarik ke arah hukum syariah, seorang laki-laki diharamkan menikah dengan saudari perempuannya. Atau lebih tegasnya seorang al-akh tidak boleh menikahi ukhti-nya. Karena hubungan antara akh dengan ukht adalah hubungan kemahraman yang dilarang terjadinya pernikahan.

Panggilan Abi dan Ummi

Sayangnya, ada panggilan yang agak 'lebih parah' lagi. Yaitu panggilan isteri kepada suaminya dengan sebutan 'abi'. Dan sebaliknya, panggilan suami kepada isterinya dengan sebutan 'ummi'.

Kenapa kami bilang lebih parah?

Karena kata 'abi' bukan sekedar bermakna ayah, yang masih bersifat umum, tetapi sudah makrifah, di dalamnya sudah ada penekanan bahwa yang dipanggil abi adalah ayah saya. Maka ketika isteri menyebut 'abi' artinya adalah ayah saya. Ketikasuami menyebut 'ummi' artinya adalah ibu saya.

Di sini yang jadi sorotan adalah semangat menggunakan bahasa arab yang agak kurang tepat mengenai sasaran. Masalahnya, Rasulullah SAW dan para shahabat yang orang arab, sama sekali tidak pernah menyapa isteri mereka dengan sebutan 'ummi'. Para isteri shahabat juga tidak pernah memanggil suami mereka dengan sapaan 'abi'. Karena suami mereka memang bukan ayah mereka, sebagaimana isteri mereka bukan ibu mereka.

Mereka tetap memanggil isteri mereka dengan kata umm, tetapi bukan 'ummi'. Di sini letak titik masalahnya. Mereka panggil isteri mereka dengan sebutan yang menyebutkan kedudukan ibu terhadap anaknya. Kalau anak mereka bernama Zaid misalnya, maka panggilannya adalah: 'Umma Zaid'.

Kok umma bukan ummu?

Ya, karena kata umm dalam kalimat itu berposisi sebagai munada atau pihak yang dipanggil, dan dia sendiri adalah mudhaf, maka kedudukannya menjadi nashab (manshub). Dan tandanya adalah fathah. Aslinya, ada huruf munada seperti 'ya'yang artinya wahai. Maka aslinya: Ya umma Zaid. Artinya, wahai ibunya Zaid.

Demikian juga, si isteri menyapa suaminya bukan dengan sebutan 'abi', melainkan 'aba zaid'.

Tetapi sebutan itu bukan panggilan langsung kepada orangnya, maka posisi rafa' dengan dhammah sebagai tandanya. Abu Zaid dan Ummu Zaid.

Maka tidak ada salahnya kita sedikit mengoreksi masalah ini, sambil hitung-hitung belajar bahasa arab dengan baik. Kalau anda punya anak bernama Muhammad, cobalah sapa isteri anda dengan panggilan: umma Muhammad. Akan terasa lebih meresap dari sisi bahasa dan tentunya lebih syar'i.Ketimbang disapa dengan sebutan yang lain.

Tetapi apa yang kami sampaikan bukanlah hal yang prinsipil, apalagi menabrak larangan syariah. Sekedar bahan renungan, setidaknya untuk mereka yang sedang merindukan untuk punya bahtera kehidupan yang lebih baik di masa mendatang. Apa salahnya sejak awal sudah lebih kritis dalam penggunaan istilah?

Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc

Mencari Tahu Siapa Pencuri?

Assalamu'alaikum wr. Wb.

Semoga Allah SWT senantiasa mencurahkan rahmat dan karunia-Nya kepada Ustadz sekeluarga dalam menjalankan aktivitas sehari-hari.

Ustadz beberapa waktu lalu rumah kami kemasukan pencuri. Setelah itu tanpa sepengetahuan saya isteri saya mendatangi seseorang yang katanya cucu kelima dari seseorang (ibu-ibu) yang mumpuni dalam ilmu bathin. Konon kakek dari ibu tersebut katanya tidak meninggal tetapi "tilem" jadi sampai sekarang sebenarnya masih ada tetapi mungkin tidak terlihat.

Dikatakan isteri saya bahwa ketika isteri saya mengatakan bahwa di rumah ada orang lain yaitu seorang pembantu dan anaknya (laki-laki berumur 20 thn) tangan ibu-ibu tersebut langsung menunjuk ke nama anak pembantu kami tersebut yang ditulis di atas kertas. Sepulang ke rumah isteri saya diberi amalan untuk membaca Surah Yaasin sebanyak 21 x, katanya setelah dibacakan itu si pencuri akan mengaku atau minta pulang dengan alasan apa saja.

Pertanyaan saya:

  1. Apakah ada di dunia orang yang diberi kelebihan atau turunan untuk mengetahui hal-hal yang ghaib, misalnya si ibu tersebut bisa tahun karakter kedua pembantu saya dengan jelas.
  2. Bagaimana dengan kakek yang dikatakan oleh ibu-ibu tersebut "tilem" atau entah apalah dan sampai sekarang katanya masih membantu "urusan" cucunya "yang terpilih" di dunia apakah ini kerjaan jin?
  3. Lalu bagaimana hukumnya mengunakan bacaan surah Yaasin untuk tujuan tersebut di atas?
  4. Isteri saya berkeyakinan bahwa kalau kita datang ke orang seperti itu dengan tetap mengharap pertolongan Alah itu sama dengan kalau kita sakit pergi ke dokter (syariatnya) untuk berobat akan tetapi kalau kita sembuah hakekatnya kan kesembuhan tersebut dari Allah.

Tolong saya beri penjelasan perihal tersebut ustadz dan hal-hal lain yang berkaitan dengannya, karena hal ini menjadi perdebatan yang berkepanjangan dengan isteri saya.

Jazakallah khairan katsiran atas jawabannya.

Dns, JKT

Jawaban

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

1. Memang ada beberapa orang yang oleh Allah SWT diberikan kelebihan, misalnya bisa mengetahui hal-hal yang orang lain tidak bisa mengetahui. Salah satunya lewat ketajaman intuisi.

Namun bentuk kelebihan ini ada dua macam. Ada yang dengan cara yang diridhai Allah, juga ada yang dengan cara yang tidak diridhai Allah.

Cara yang diridhai Allah misalnya, irhash, mukjizat dan karamah. Sedangkan cara yang tidak diridhai Allah misalnya sihir, ramal, jimat, ilmu terawang dan masih banyak lagi.

Cara Membedakan

Cara membedakannya sangat sederhana. Mukjizat dan karamah itu semata-mata pemberian yang bersifat sangat tiba-tiba, tidak direncanakan, dan kejadiannya tidak berulang-ulang. Hanya terjadi sesekali saja. Mukjizat yang terjadi pada seorang nabi bukanlah sebuah fasilitas yang bisa digunakan kapan da di mana saja. Misalnya, ketika Nabi Musa as terpojok di tepi laut Merah, sementara di belakangnya gelombang tentara Firaun datang menyerbu. Saat itu nabi Musa belum tahu harus berbuat apa. Namun beliau hanya yakin bahwa Allah SWT pasti akan memberi jalan keluar.

Maka turunlah wahyu Allah agar Musa mengetukkan tongkatnya ke laut Merah, kemudian atas izin Allah, laut itu terbelah jadi dua. Pada tongkat itu tidak ada kekuatan apa pun, juga tidak ada tombol apapun. Kejadian itu terjadi begitu saja, sebagai bentuk ta'yidullah (dukungan dari Allah).

Demikian juga karamah yang terjadi pada diri para waliyullah. Waliyullah bukanlah orang yang bisa berjalan di atas air, atau bisa terbang, atau bisa menghilang, atau menunjuk pohon lontar berubah jadi emas. Waliyullah adalah orang yang beriman kepada Allah dan menjalankan semua syariatnya, bahkan memperjuangkannya dengan segala harta dan jiwa.

Pada saat-saat tertentu, waliyullah itu berada pada posisi yang terjepit, tiba-tiba Allah SWT menolongnya dengan cara yang tidak terduga, bahkan oleh waliyullah itu sendiri.

Sihir dan Sejenisnya

Sedangkan sihir dan variannya, punya ciri yang sangat khas, yaitu bisa digunakan kapan saja dan di mana saja, serta dalam rangka apa saja. Baik untuk sesuatu yang kelihatannya bersifat kebaikan atau pun untuk sesuatu yang nyata-nyata jahat.

Sebab sihir itu dipelajari dengan membayar kepada setan. Bukan dengan uang tetapi dengan menjual iman. Singkatnya, setan sangat butuh teman untuk mendampingi dirinya saat nanti diazab di neraka. Maka segala bentuk tipu daya dilakukan, termasuk memberikan 'fasilitas keajaiban' kepada umat Islam yang awam.

Maka sebagai muslim, kalau tiba-tiba ada semacam kekuatan ghaib yang terjadi pada diri kita, sementara kita tida merasa jadi pejuang waliyulah yang layak dapat pertolongan Allah dalam rangka menegakkan syariat, kita justru harus curiga. Jangan-jangan setan sudah memberi de-pe (pembayaran awal) atas semua fasilitas sihirnya.

Dan hal itu sangat mungkin dilakukan oleh setan, persis pedagan asongan di bus terminal, dia tidak peduli apakah orang mau beli barangnya atau tidak, pokoknya barang itu dibagikannya secara merata kepada semua orang di dalam bus. Itu adalah taktik dan strategi dagang. Danprinsipyang sama dilakukan oleh setan, kasih saja terlebih dahulu, biar orang segera menikmatinya, hingga orang-orang itu merasa butuh dan akhirnya akan terikat.

2. Tentang kakek yang dibilang tilem itu, mungkin saja beliau sebenarnya sudah wafat. Yang tilem adalah jin atau sosok lain yang dianggap sebagai si kakek.

Trik ini sudah tidak asing lagi buat para setan dalam rangka mengoyak-ngoyak perasaan manusia. Pikiran orang dibuat seolah yang melakukannya adalah kakek mereka sendiri.

3. Membaca surat Yasin bila niatnya untuk mendapat ridha Allah SWT, tentu saja berpahala. Bahkan tiap huruf yang dibaca akan dibalas dengan 10 kebajikan.

Namun kalau niatnya untuk hal-hal seperti itu, bukan pahala yang didapat, melainkan ancaman dan siksa. Apaagi pembacaan surat ini hanya untuk sekedar memenuhi tuntutan ritual belaka. Sebaiknya kita hindari.

4. Batasan untuk meminta tolong kepada seseorang adalah orang tidak menolong kita dengan menggunakan cara-cara yang diharamkan Allah. Kalau sudah jelas dia melakukan praktek-praktek ghaib yang sulit ditafsirkan selain sihir dan sejenisnya, maka upaya itu sama saja dengan memancing murka Allah SWT.

Orang arab jahiliyah di masa nabi Muhammad SAW ketika dibilang telah menyembah 360 berhala, mereka dengan ringan menjawab, "Kami tidak menyembah batu, kami menyembah Allah namun melalui keberkahan batu-batu ini."

Mungin kita akan bilang, wah logis juga alasan mereka. Mereka tidak menyembah batu tapi menggunakan batu sebagai media yang menyambungkan doa dan harapan mereka kepada Allah.

Namun tetap saja, apapun alasan mereka, tindakan seperti itu dianggap sebagai syirik yang harus dibasmi. Meski tertunda belasan tahun, tapi pada akhirnya, 360 berhala di depan ka'bah itu dihancurkan selama-lamanya.

Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc

Apakah Wanita Saleha Hanya untuk Pria Sholeh ?

Asalamualaikum Ibu Anita.

Saya pria berusaia 30 tahun, dalam hal pemahaman mengenai agama, saya akui saya masih sangat kurang.

Beberapa bulan ini saya bertemu dengan seorang gadis berkerudung yang saya nilai sangat baik dalam segala hal, dari segi agama, ahlak dan sebagainya, pada awalnya kami cukup, pada saat saya utarakan apa maksud sayauntuk mendekati Miss L, dia menolak secara halus dengan berbagai pertimbangan, berkali kali saya mencoba meyakinkan dia, namun dengan hasil yang sama, dan sampai sekarang saya masih tetap berharap.

Entah kenapa sekarang ini saya menjadi sangat terobsesi untuk mendapat gadis berkerudung meski saya akui saya tidak berani untuk mendekati gadis berkerudung ini.

Pertanyaannya: apakah wanita saleha hanya untuk laki laki soleh saja? Terima kasih.

Wassalam,

Lsm

Jawaban

Assalammua’laikum wr. wb.

Saudara Lsm yang dimuliakan Allah,

Nampaknya anda merasa tidak percaya diri untuk mendekati gadis berkerudung. Padahal hak setiap muslim untuk mencari wanita sholeha, jadi sangat wajar jika anda mengharapkan untuk mendapatkan pasangan wanita yang baik agamanya. Bahkan merupakan hal yang baik jika salah satu kriteria anda adalah seorang wanita yang sudah menjalankan salah satu perintah Allah yaitu menutup auratnya dengan berkerudung.

Selain itu memang menjadi hak anak anda kelak untuk mendapatkan ibu seorang wanita sholehah, sehingga menjadi kewajiban bagi seorang muslim dan muslimah untuk mencari pasangan yang baik bagi perkembangan buah hatinya nanti. Jika anda bertanya apakah seorang wanita sholeha memang untuk lelaki sholeh maka memang begitulah Allah menjanjikan. Namun kesholehan itu sesuatu yang berproses dan bisa berubah tergantung dari setiap pribadi dalam menjalani rentang kehidupannya.

Banyak sedikitnya pemahaman seseorang dalam agama menurut saya bukan menjadi tolak ukur kesholehan, namun bagaimana seseorang mempraktekkan dengan benar apa yang dipahaminya sesuai dengan perintah Allah dan teladan Rasul-Nya. Masalah pemahaman agama adalah sesuatu yang dapat terus diusahakan dan menjadi kebutuhan seseorang yang ingin bertindak benar dalam agamanya.

Jadi saran saya, jangan putus asa untuk berusaha mendapatkan wanita sholeha meski ilmu agama belum banyak. Contohnya adalah ketika ada salah seorang wanita muslimah di zaman Rasul yang hendak dilamar seorang lelaki yang belum beragama Islam, wanita sholeha tersebut setuju namun maharnya adalah keIslaman lelaki itu dan akhirnya merekapun menikah. Artinya pemahaman agama yang dimiliki saat ini bukanlah penghalang selama lelaki itu terus berusaha memperbaiki diri dan agamanya maka seiring dengan itu maka Allah juga akan memudahkan baginya mendapatkan wanita sholeha yang akan mendukung perbaikan dirinya.

Jika wanita yang sekarang belum berkenan, maka insya Allah jika anda niatkan pernikahan itu karena Allah dan untuk perbaikan agama anda maka yakinlah Allah akan datangkan wanita sholehah yang sesuai harapan anda. Optimis dan yakin serta terus perdalam wawasan keagamaan anda, bukankah Allah sebagaimana prasangka hamba-Nya kepada-Nya? Wallahu’ambishshawab.

Wassalammu’alaikum wr. wb.

Rr Anita W.

Calon Suami Takut Segera Menikah

Assalamualaikum wr wb,

Halo ibu apa kabarnya? Semoga Allah SWT selalu melimpahkan karunia & hidayah-Nya kepada ibu sekeluarga... Amin.

Perkenalkan bu, saya wanita berusia 29 tahun dan sudah bekerja. Bu, saya sedang menghadapi sebuah permasalahan yang saya sendiri bingung harus bagaimana mengatasinya?

Saat ini saya sedang menjalin hubungan yang cukup serius dengan seorang pria yang Insya Allah, dia itu sholeh, selalu menjaga sholat fardhu dan berbakti kepada orang tua dan keluarga. Hubungan kami belum terlalu lama, sekitar 3 bulan, tapi Insya Allah kami berdua sudah mantap untuk membawa hubungan ini ke arah yang lebih serius lagi, sebuah pernikahan.

Kami menyadari bahwa pacaran itu tidak diperbolehkan dalam Islam, makanya kami juga berkeinginan untuk segera menikah tetapi... ada hal yang membuat dia untuk menunda pernikahan dalam waktu yang cukup lama (sekitar 1 tahun).

Dia merasa perlu menyiapkan materi yang cukup untuk menuju ke arah sana, padahal saya juga tidak menginginkan yang wah pada pernikahan nanti.

Maklum saja bu, dia anak sulung yang sudah yatim dan menanggung hidup ibu dan seorang adik perempuan. Jadi otomatis dia bekerja sendiri untuk membiayai kehidupannya dan juga keluarganya. Apalagi untuk sebuah pernikahan, dia berpikir untuk menyiapkan materi itu dengan sebaik-baiknya meskipun harus mengundur pernikahan kami cukup lama.

Apalagi di tempat kerjanya sekarang sedang ada masalah yang cukup serius mengenai kelangsungan hidup perusahaannya, jadi dia punya alasan lagi untuk mengundur pernikahan dengan alasan dia akan konsentrasi dulu membantu membenahi permasalahan ditempatnya bekerja.

Selain itu juga diakhawatir kalau ketika dia mengalami PHK pas kondisi kami sudah menikah. Intinya dia menginginkan kemapanan dulu bu....

Saya sudah meyakinkan dia bahwa rezeki semua sudah diatur oleh Allah SWT dan dia juga sangat menyadari itu tapi tetap saja dia tidak percaya diri untuk segera menikah. Dia juga minder karena dia menganggap bahwa status sosial keluarga saya sedikit lebih tinggi daripada keluarganya sehingga dia merasa perlu untuk mempersiapkan pernikahan kami dengan sebaik-baiknya.

Saya bingung harus bagaimana menghadapi ini? Saya takut dosa akan semakin besar karena terus pacaran dengan dia, saya juga sudah sangat ingin menikah tapi calaon saya masih belum siap.

Mohon kepada Ibu agar dibantu atas permasalahan yang sedang saya hadapi. Terima kasih Ibu..........

Wassalamualaikum wr wb

Yani Nuraini
yani_cute at eramuslim.com

Jawaban

Assalammu’alaikum wr. wb.

Mbak Yani yang sholeha,

Alhamdulillah baik, terimakasih sudah menanyakan kabar, semoga mbak pun selalu dalam keadaan baik lahir dan batin. Nampaknya memang tidak mudah ya untuk meminta teman lelaki mbak untuk menyegerakan pernikahan.

Seringkali memang seorang lelaki punya pikiran jauuuh…ke depan sampai ketakutan sendiri jika tidak bisa menjalani pernikahan jika belum merasa aman dengan apa yang ada padanya saat ini. Padahal janji Allah sudah tertulis dalam Al-Qur'an untuk menjamin rizki orang yang menikah.

Namun nampaknya mbak bisa lebih bersikap optimis dalam hal ini, mungkin sikap optimis itu yang harus ditularkan kepadanya. Kadang ketakutan dan kekhawatiran tidak semuanya rasional, sehingga kita perlu juga menguraikannya dalam bentuk konkrit untuk memahami apa yang sebenarnya kita takuti.

Untuk itu mungkin mbak bisa membantu calon untuk menguraikan letak kekhawatiranya, apalagi mbak nampaknya siap betul dengan segala konsekuensi dari menjalani pernikahan dengan kondisi yang dimilikinya saat ini.

Sebenarnya dalam pernikahan yang utama adalah pasangan kita memahami benar situasi kita dan menerima apa adanya termasuk resiko yang mungkin terjadi dalam pernikahan kelak.

Mungkin dengan mbak membantu menjawab kekhawatirannya, maka akan membantu beliau juga untuk bersikap seoptimis mbak. Laki-laki seringkali memang membutuhkan jawaban konkrit dari pada sekedar hiburan bahwa segalanya akan baik-baik saja. Selain itu, menurut saya, penundaan selama setahun memang terlalu lama dan kurang baik dari sisi agama maupun usia mbak yang sudah sangat cukup untuk menikah.

Kalaupun teman laki-laki itu belum siap menikah saat ini, maka saran saya lebih baik untuk tidak memiliki komitmen dulu dalam bentuk janji pernikahan. Hal tersebut lebih dekat kepada godaan-godaan yang membawa pada pelanggaran nilai moral dan agama. Jika mbak memang benar-benar mengkhawatirkan hubungan saat ini menjadi penumpukan dosa, maka sebenarnya mbak tahu bagaimana memutuskan kekhawatiran tersebut.

Misalnya saja dengan tidak memiliki hubungan terlalu dekat sampai jelas dia mengkhitbah mbak dan melangsungkan pernikahan. Hal tersebut akan lebih menjaga dan jika kita yakin bahwa jodoh memang bagian dari takdir kita yang sudah ditulis oleh Allah, maka Insya Allah jodoh nggak akan ke mana.

Wallahu’alambishshawab.Wassalammu’alaikum wr. wb.

Rr Anita W.

Suami Menginginkan Perceraian

Assalamualaikum Ibu Anita,

Ibu, maaf bila saya mengirim pertanyaan lagi kepada Ibu, sebab saya benar-benar sedang kalut dengan permasalahan saya ini. Ini melanjutkan pertanyaan saya sebelumnya yang berjudul 'Prasangka Buruk Terhadap Suami'.

Ternyata prasangka saya benar bu, suami saya main gila dengan perempuan lain, bukti-bukti sudah ada dan banyak saksi, tapi dia maupun perempuan itu tidak mau mengaku. Bahkan keduanya yang satu kantor sudah dipanggil oleh atasan tapi tidak ada efek jera terhadap keduanya. Mereka malah semakin berani sembunyi-sembunyi, menurut mertua saya (suami di kota lain tinggal dengan mertua), dia selalu pulang minimal jam 11 malam.

Dua minggu yang lalu dia berniat menceraikan saya, alasannya sejak awal pernikahan hingga detik ini, dia tidak mencintai saya, dan tidak pernah bisa mencintai saya. Kalaupun ada yang membuat dia bertahan ya karena adanya anak kami. Tapi sekarang pertahanannya sudah jebol, tentunya karena ada perempuan lain itu. Bahkan perempuan itu berani menasihati saya bahwa dia kasihan lihat saya menikah dengan orang yang tidak mencintai saya. Dia juga bila bahwa dia dulu bercerai dengan suaminya dan membawa 2 anak yang masih kecil-kecil karena alasan yang sama, suaminya tidak mencinta dia.

Duh Ibu, saya benar-benar tidak kuat menghadapi semua ini, saya benar-benar blank menjalani kehidupan sejak 2 minggu yang lalu itu. Saya di kantor tidak konsen dan lebih banyak melamun. Jujur saja bu, saya tidak ingin berpisah dengan suami saya, saya ingin menjalani kehidupan yang normal bersama anak saya. Tapi saat saya utarakan hal tersebut kepada suami, dia malah bilang "kalaupun nanti kembali tidak akan menutup kemungkinan saya akan berbuat seperti ini lagi." Ibu hati saya benar-benar serasa disayat-sayat.

Mungkin kebanyakan orang akan menyarankan saya untuk bercerai, sebab terus terang dari segi penghasilan saja, saya tiga kali lebih besar dari pada dia, dan wanita mana sih bu yang mau disakiti terus?? Tapi saya tidak bisa seperti itu, saya mencintai suami saya, sangat, saya takut menjadi single parent, saya takut jadi janda, saya takut dengan omongan orang-orang di sekitar saya. Saya benar-benar depresi Ibu, mungkin bila ibu ketemu saya, ibu tidak akan pernah melihat tanda-tanda depresi. Tapi saya benar-benar memendam dalam hati dan hanya dihadapan Allah saya berkeluh kesah, saya menangis sejadi-jadinya. Setelah itu memang perasaan jadi tenang, tapi bila ingat lagi ketidakadilan yang dilakukan suami terhadap saya dan anak saya, saya jadi galau lagi dan bahkan saya maunya nekat saja mendatangi kantor suami saya untuk melabrak keduanya di depan pimpinannya.

Bu, sabtu ini dia akan kasih keputusan, apakah akan kembali atau berpisah. Tapi melihat dari gelagatnya selama ini, dia memang cenderung untuk berpisah. Ibu bisa kan membayangkan suasana hati saya saat ini? Saya mohon nasihat dari Ibu, apa yang sebaiknya saya lakukan dalam menghadapi semua ini. Bagaimanakah saya harus bersikap terhadap suami. Ibu saya benar-benar ketakutan sekarang....

Mohon tanggapan dari Ibu, dan terima kasih saya ucapkan sebelumnya.

Wassalam,

Dekamilia

D_kamilia
d_kamilia at eramuslim.com

Jawaban

Assalammu’alaikum wr. wb.

Ibu Dekamilia yang penyabar,

Tidak mudah memang menerima kenyataan bahwa pasangan lebih mencintai wanita lain daripada ibu sebagai isterinya, apalagi kemudian hal tersebut berlanjut dan mengancam keutuhan rumah tangga.

Tentunya ibu merasa sangat cemas dengan situasi ini karena khawatir jika harus menjadi janda dengan bayangan akan tekanan lingkungan sosial terhadap seorang janda. Dan nampaknya ketakutankehilangan orang yang dicintai serta kecemasan akan perubahan status demikian menekan ibu, sehingga membuat ibu merasa kalut dan depresi saat ini.

Dalam kondisi tertekan seringkali otak emosional kita berperan besar dalam mempengaruhi sikap dan pemikiran kita, sehingga cenderung menuntun untuk melakukan tindakan yang irrasional.

Karenanya saat ini sebaiknya ibu berhati –hati dalam mengambil keputusan ataupun bertindak. Keinginan besar untuk melabrak suami dan semacamnya belum tentu akan merubah situasi menjadi sesuai dengan apa yang ibu inginkan. Mencoba untuk selalu berkepala dingin merupakan hal yang harus diusahakan agar tidak salah dalam melangkah.

Saya memahami besarnya cinta ibu kepada suami dan kecemasan ibu untuk menjadi janda. Berat memang menerima kenyataan jika memang harus diceraikan. Pastilah ibu akan merasa terluka dan tersakiti jika keputusan tersebut harus diterima.

Dalam kondisi demikian memang tak ada yang lain yang dapat dilakukan selain mencoba bersikap pasrah kepada Allah yang memiliki segala kekuatan untuk membuat ibu tabah menghadapi semuanya. Ingatkan kembali diri ibu bahwa semua yang ada pada ibu saat ini adalah milik Allah dan dapat diambil kapanpun diinginkan-Nya dan dengan cara apapun.

Jadi saran saya yang pertama cobalah untuk bersikap pasrah dan ikhlas dengan menguatkan kembali keimanan kita kepada Allah atas apapun yang akan diterima nantinya. Kedua jika ibu memang tidak ingin menjadi janda maka tawarkanlah kemungkinan untuk terjadinya poligami, artinya ibu rela untuk dimadu dengan segala konsekuensinya.

Dan terakhir bu, jika suami tetap memutuskan untuk menceraikan ibu maka tetaplah bersikap tegar dan berprasangka baiklah kepada Allah bahwa itu memang yang terbaik saat ini.

Janganlah terlalu takut akan perubahan, karena perubahan tidak selalu lebih buruk. Ada juga wanita yang menjadi single parents namun berhasil dalam mendidik anak-anaknya dan terjaga juga kehormatannya di masyarakat. Menjadi janda mungkin bukanlah pilihan bagi seorang wanita namun jika akhirnya mau tidak mau harus menyandang status itu maka terimalah dengan keikhlasan, selama wanita itu menjaga diri dan kehormatannya maka orang lain pun akan menjaga sikapnya.

Bukankah isteri-isteri nabi pun menjadi janda setelah kematian Rasulullah? Namun mereka tetap menjadi wanita yang mulia karena mereka menyerahkan diri mereka sepenuhnya kepada Allah dan Allah pun menjaga kemuliaan mereka. Wallahu’alambishshawab.

Wassalammu’alaikum wr. wb. Rr Anita W.

Kamis, Maret 15, 2007

Guru Terbaik

Oleh Sus Woyo


Suatu sore, seorang lelaki 40-an, datang ke rumah saudara saya. Wajahnya agak muram. Sebuah tas tak terlalu besar, dizinjingnya. Kepada kami, ia berpamitan, bahwa ia akan pergi bekerja di Arab Saudi lagi.

Ia termasuk TKI sukses. Kemiskinan yang pernah melanda dirinya dan keluarganya, bisa teratasi dengan menjadi buruh migran di arab Saudi. Tak hanya setahun dua tahun, tapi hampir sepuluh tahun, suami isteri itu merantau. Kedua anaknya dititipkan kepada orang tuanya di kampung.

Dalam hati saya terkejut, mendengar ia akan berangkat lagi. Setahu saya, ia sudah cukup berhasil dari usahanya sebagai seorang TKI di luar negeri. Hasil mengais rejeki di negrinya raja Fadh bersama sang isteri, menurut pandangan saya, sebenarnya sudah bisa untuk menata usaha di negerinya sendiri.

Lantas, apakah yang mendasari dia untuk berangkat merantau lagi? Masih kurangkah dengan harta dan fasilitas yang sudah melimpah? Atau adakah permasalahan lain yang mendasari dia sehingga ia harus cepat-cepat kembali ke negri seberang?

Saat hampir semua penduduk kampung kami masih asing dengan parabola, ia sudah mampu membeli barang tersebut. Saat rumah-rumah yang lain masih berdinding bambu dan berlantai tanah, rumah dia sudah berdinding tembok bagus dengan lantai keramik, TV-nya besar, sehingga banyak orang di sekitarnya sering menonton televisi di rumahnya.

Anaknya di sekolahkan di kota, dengan fasilitas yang cukup memuaskan untuk ukuran orang-orang desa seperti kami. Untuk melancarkan aktifitas sang anak, tak segan-segan ia membelikan motor. Uang saku tentunya juga lebih dari cukup jika dibanding dengan yang lain.

Suatu saat ia pernah mengatakan bahwa ia ingin kedua anaknya sukses. Ingin menyekolahkan anaknya sampai jenjang yang setinggi-tingginya. Jadi apapun yang dibutuhkan sang anak, sebagian besar terpenuhi. Saat ia masih tinggal di Arab Saudi, kiriman berupa uang tak pernah terlambat. Asal untuk kepentingan sekolah anaknya, mereka tak pernah menundanya.

Dua anaknya tumbuh menjadi sosok yang serba enak. Hampir semua fasilitas dan kemudahan ia dapatkan dari orang tuanya hasil dari jerih payahnya mengucurkan keringat di negri orang. Kepergiannya sebagai ‘buruh migran’, tentunya, tak lain dan tak bukan adalah karena terdorong keinginannya agar anak-anaknya lebih sukses menapaki hidup, tidak seperti bapak ibunya di masa kecil.

Beberapa waktu lalu, laki-laki dan isterinya itu, diberitahu agar pulang sebentar ke kampung halaman. Ada sesuatu yang perlu diselesaikan dan harus melibatkan keduanya. Tanda tanya besar, tentunya menyelimuti pasangan tersebut.

Dan ternyata, mereka merasa sangat kecewa dengan apa-apa yang telah di lakukan oleh kedua anaknya yang semuanya laki-laki. Harapannya yang sangat besar atas sesuatu yang diidamkan, tak bisa dilaksanakan dengan baik oleh kedua anaknya.

Motor, yang oleh orang tuanya dibelikan sebagai sarana untuk memudahkan dan melancarkan aktifitas, ternyata tidak bisa dimanfaatkan dengan maksimal. Uang, yang setiap bulannya tidak pernah kekurangan, juga tak bisa digunakan sesuai dengan kebutuhan. Pergaulannya makin tak karuan, dan tak bisa dibendung oleh saudara-saudara orang tuanya di kampung.

Pendek kata, kedua anaknya menyalahgunakan semua fasilitas yang diberikan orang tua kepadanya. Orang tua mana yang tidak marah dengan perilaku seperti itu? Toleransi apalagi yang harus diberikan kepada sang anak?

Terlebih ketika mereka mendengar dari anak pertamanya, bahwa dalam waktu dekat ini sang anak harus secepatnya menikah, padahal ia baru kelas dua SMK. Usut punya usut, ternyata, ia terlibat pergaulan bebas dengan kawan sekolahnya, sehingga kecelakaan ‘perut’ tak dapat dihindari lagi. Si gadis hamil, dan harus segera dinikahinya.

Hancur pikiran kedua orang tua itu. Tetesan keringat yang ia tumpuhkan sebagai buruh migran di Timur Tengah, nyaris berujung tidak mengenakan hati. Beban mental kepada masyarakat seolah tak bisa ia tutup tutupi. Malu, adalah kondisi tidak nyaman yang sedang memayungi dirinya.

Problem anaknya, satu persatu dibereskan, nikah dilaksanakan, rumah juga dibelikan. Setelah semuanya ditangani, laki-laki itu berniat untuk merantau lagi. Saat berpamitan dengan keluarga kami, ia mengatakan: “Saya titip anak, Mas. Tolong ditegur kalau ia berbuat kurang baik. ” Saudara saya hanya mengangguk. Ia tak banyak komentar. Ia hanya sedikit bicara tentang kenyataan hidup.

Dalam pembicaraan singkat itu, saya bisa menangkap suatu hikmah dari mereka. Bahwa, tak selamanya uang yang tak pernah kekurangan bisa menjamin segala-galanya. Fasilitas lengkap, juga belum bisa menjadi jaminan sukses seorang anak manusia.

Kenyataan hidup, sering sekali melenceng dari apa yang telah direncanakan. Maksud orang tua ingin melihat kesuksesan pendidikan sang anak, namun yang diharapkan untuk itu tak bisa mengaplikasikannya dengan baik.

Keinginannya untuk mempunyai keturunan yang –paling tidak pendidikannya lebih tinggi dari kedua orang tuanya-, nyaris tak bisa terlaksana, karena untuk sementara waktu ini terganjal oleh kondisi sang anak, yang harus secepatnya menikah.

Laki-laki itu sekarang berangkat merantau lagi. Keberangkatan kali ini, tentu berbeda dengan keberangkatannya seperti masa-masa lalu. Sekarang tentu akan lebih hati-hati dalam mengucurkan fasilitas untuk anak-anaknya. Pengalaman pahit kali ini, tentu bisa menjadi guru dan teladan terbaik untuk langkah-langkah hidup selanjutnya.

***
Forum Lingkar Pena Purwokerto

Hukum Menggarap Sawah Gadai

Assalamu 'alaikum wr. wb.

Ustadz, saya ada pertanyaan, bagaimana hukumnya orangyanggadai sawah dengan uang. Semisal seperti ini.

Si A = Yg punya Sawah

Si B = Yg punya uang

Karena si A sedang butuh uang yang mendadak dan jumlahnya sangat besar, tapi dia mempunyai sawahy ang luasnya tidak seberapa. Kebetulan si B punya uang, sehingga si A ingin menggadaikan sawahnya kepada si B, dengan ketentuan:

1) si A dapat uang dari Si B yang memang jumlahnya tidak sesuai dengan luas sawah (jumlah uang lebih besar dari harga sawah)

2) si B berhak menggarap sawah si A, dan hasilnya untuk si B

3) ketika waktu kesepakatan gadai selesai, si A harus mengembalikan uangyangbesarnya sama ketika si A menerima dari si B. Dan hak garap sawah si B pun tidak ada lagi (artinya Hak sawah dikembalikan ke si A)

4) Kalau ternyata SI A tidak punya uang ketika waktu kesepakatan gadai habis, maka kesepakatan gadai diperpanjang lagi sampai si A mempunyai uang untuk mengambil barang gadaiannya (sawahnya)

Mungkin seperti itu, syukron atas jawabannya

Wassalam

Wahyono
wahyono at eramuslim.com

Jawaban

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Dalam hukum gadai (rahn), para ulama memiliki beberapa hukum yang disepakati dan beberapa bagian lain yang tidak disepakati.

Para ulama sepakat bahwa pada hakikatnya akad gadai adalah akad istitsaq (jaminan atas sebuah kepercayaan kedua belah pihak), bukan akad untuk mendapat keuntungan atau bersifat komersil. Sehingga mereka sepakat bahwa seorang yang sedang menghutangkan uangnya dan menerima titipan harta gadai, tidak boleh memanfaatkan harta itu.

Namun mereka berbeda pendapat, apabila pihak yang sedang berhutang dan menitipkan hartanya sebagai jaminan memberi izin dan membolehkan hartanya itu dimanfaatkan.

1. Pendapat Jumhur Ulama Selain Hanafiyah

Umumnya para ulama selain ulama Hanafiyah mengharamkan pihak yang ketitipan harta gadai untuk memanfatkan harta gadai yang sedang dititipkan oleh pemiliknya. Baik dengan izin pemilik apalagi tanpa izinnya.

Dalilnya adalah sabda Rasulullah SAW

كلُّ قرْضٍ جَرَّ نَفْعًا فهوَ رِبًا

Rasulullah SAW bersabda, "Semua pinjaman yang melaihrkan manfaat, maka hukumnya riba."

Kalau menggunakan pendapat jumhur ulama, seperti Al-Malikiyah, Asy-Syafi'iyah dan Al-Hanabilah, maka bila ada seorang berhutang uang dengan menggadaikan sawahnya, maka sawah itu tidak boleh diambil manfaatnya. Tidak boleh ditanami dan tidak boleh dipetik hasilnya oleh pihak yang menerima gadai. Baik dengan izin pemilik sawah atau pun tanpa izinnya.

2. Pendapat Hanafiyah

Sedangkan menurut pendapat kalangan mahzab Al-Hanafiyah, hukumnya boleh. Selama ada izin dari pemilik harta yang digadaikan itu.

Landasan syariah atas kebolehannya itu adalah logika kepemilikan. Bila orang yang memiilki harta itu sudah membolehkannya, maka mengapa harus diharamkan. Bukankah yang berhak untuk mengambil manfaat adalah pemilik harta? Dan kalau pemilik harta sudah memberi izin, kenapa pula harus dilarang?

Dengan demikian, sebagian jawaban atas pertanyaan anda sudah terjawab. Ada ulama yang membolehkan sawah itu untuk digarap pihak yang meminjamkah uang, namun umumnya ulama malah mengharamkannya.

Dan kalau kita mengikuti pendapat ulama kalangan Al-Hanafiyah, maka sistem gadai sawah seperti ini hukumnya boleh dan tetap berlaku selama salah satu pihak belum membatalkannya. Atau menjadi batal saat pihak pemilik sawah tidak mengizinkan sawahnya digarap.

Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc

Warisan untuk 3 Anak Laki dan 3 Anak Perempuan

Kami 6 bersaudara sekandung, 3 laki-laki dan 3 perempuan, orang tua kami meninggalkan mobil, tanah dan rumah sebagai warisan. Kami mohon bantuan Ustad untuk menghitung prosentase/rasio pembagiannya, atas bantuannya kami mengucapkan banyak terimakasih

Abu Mufid

Jawaban

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ketika seorang ayah atau seorang ibu meninggal dunia, di mana dia meninggalkan anak laki-laki serta anak perempuan, maka harta warisan itu hanya akan dibagikan secara internal saja, yaitu anak-anak dan pasangan almarhum atau almarhumah.

Misalnya, seorang laki-laki wafat meninggalkan seorang isteri dan anak-anak, maka yang mendapat warisan hanyalah mereka saja, sedangkan ahli waris yang lain terhijab oleh keberadaan anak laki-laki.

Demikian juga, bila seorang wanita wafat, maka yang menjadi ahli warisnya adalah suami dan anak-anaknya saja, selama di antara anak-anaknya itu terdapat anak laki-laki.

Sayangnya dalam pertanyaan anda, tidak dijelaskan siapakah dari orang tua anda itu yang wafat, apakah ayah atau ibu. Kepastian siapa yang wafat ini menjadi faktor terpenting, karena hanya harta yang wafat itu saja yang dibagikan. Sedangkan harta pribadi milik orang tua yang masih hidup tidak dibagi waris. Atau bila sudah wafat sejak lama, hukum pembagian warisannya lain lagi.

Dalam kasus anda, kami harus buat dua kemungkinan.

1. Kemungkinan Pertama

Seandainya yang wafat adalah ibu anda dan ayah anda masih hidup, maka yang jadi ahli waris adalah ayah dan anda beserta saudara-saudara.

Sebagai suami, ayah anda akan mendapat 1/4 dari total harta ibu anda. Sisanya yang 3/4 menjadi hak anda beserta saudara-saudara anda. Cara pembagiannya harus mengikuti aturan bahwa tiap anak laki-laki menerima bagian yang besarnya 2 kali lipat dari yang diterima anak perempuan.

Kalau kita hitung secara bayangan, seolah-olah anak laki-laki itu dihtiung 2 orang dan tiap anak perempuan dihitung satu orang saja. Jika anak laki ada tiga orang, kita hitung jadi 6 orang. Sedangkan anak perempuan yang 3 orang tetap kita hitung 3 orang. Jadi sisa yang 3/4 itu kita bagi 9 bagian sama besar.

  • 3/4 x 1/9= 3/36
  • Tiap anak laki-laki mendapat 2 x 3/36 = 6/36 = 1/6
  • Tiap anak perempuan mendapat 1 x 2/36 = 2/36 = 1/18

2. Kemungkinan Kedua

Seandainya yang wafat adalah ayah anda dan ibu anda masih hidup, maka yang jadi ahli waris adalah ibu anda dan anda beserta saudara-saudara.

Sebagai isteri, ibu anda akan mendapat 1/8 bagian dari total harta ayah anda. Sisanya yang 7/8 bagian akan menjadi hak anda besarta saudara-saudara anda. Cara pembagiannya sama persis dengan di atas, hanya yang dibagi bukan 3/4 melainkan 7/8.

  • 1/8 x 1/9 = 1/72
  • Tiap anak laki-laki mendapat 2 x 1/72 = 2/72
  • Tiap anak perempuan mendapat 1 x 1/72 = 1/72

Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc

Sejauh Mana Sudah Perjalanan Wahabi?!

Sebelumnya saya sangat berterimakasih dan sangat puas atas paparan pak ustaz atas beberapa pertanyaan saya tempo dulu. Namun saat ini saya kembali menemukan hal yang mengganjal dalam hati nurani saya, seakan telah menyeret jauh dari ilmu yang telah saya pahami; terlebih saya adalah seorang penuntut ilmu.

Saya ingin menanyakan apa yang menjadi perbincangan hangat muda saat ini. Khususnya diluar Negeri, tentang suburnya kalangan yang melontarkan hal-hal yang dinilai sedikit dapat membawa 'Khilafuhu akstar' terhadap 'Wahabi'
itu sendiri!

Saya sendiri pernah mendengarkan bahwasannya di Saudi sangat rentan dengan Wahabiyah, atau boleh dikatakan aliran yang dinamakan dengan Wahabiyah?!

Yang menjadi pertanyaan saya:

  1. Tolong ustaz terangkan secara global apa itu aliran 'Wahabiyah' atau siapa Syekh Abdul Wahaab?
  2. Apa perbedaan dan hubungannya antara Wahabi dengan Mazahib al-arba'ah?
  3. Apakah benar yang memproklamirkan atau yang membawa ajaran ini, Muslim dari Perancis?
  4. Benarkah sifat 'Wahabi' ini tergolong arogan?
  5. Referensi apa saja yang dapat saya baca untuk mengetahui perjalanan Syekh Abdul Wahab? (khususnya dalam berbahasa Arab) dan tempat percetakannya!

Terakhir, moga kita dilindungi oleh Allah Swt. Dari sifat menuding antar satu dengan lainnya dengan kalimat 'Kafir'! Nauzu billah! Wajazakallahu Khairan!
Note: Maafkan pak ustaz, jika dari kata-kata saya terdapat bawaan kasar. Pak ustaz, tolong pertanyaan saya ini dipublikasikan ke umum, agar khalayak umum pun mengetahui, dan bagi yang sudah mengetahui dapat mengambil pelajaran darinya. Syukran

Rusdi ibnu Bukhari, yang sedang menuntut ilmu.

Rusdi Ibnu Bukhari

Jawaban

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Istilah 'wahabi' sebenarnya bukan istilah baku dalam literatur Islam. Dan pengindentifikasian wahabi kepada sebagian umat Islam pun kurang objektif. Dan orang-orang yang dijuluki sebagai 'wahabi' juga menolak penamaan ini kepada diri mereka. Meski mereka pendukung Syeikh Muhammad bin Abdul Wahhab, namun mereka bilang bahwa yang ulama adalah Muhammad, bukan Abdul Wahhab. Abdul Wahhab adalah ayahnya.

Tetapi untuk memudahkan menyebutannya, untuk sementara bolehlah kita gunakan istilah ini, meski kita letakkan di tengah tanda kutip.

Sebenarnya penyebutan `Wahabi` bila kita runut dari asal katanya mengacu kepada tokoh ulama besar di tanah Arab yang bernama lengkap Syeikh Muhamad bin Abdul Wahhab At-Tamimi Al-Najdi (1115-1206 H atau 1703-1791 M).

Beliau lahir di Uyainah, salah satu wilayah di jazirah Arab. Sebenarnya secara fiqih, beliau lahir dan dibesarkan serta belajar Islam dalam mazhab Hanbali.

Dakwah beliau banyak disambut ketika beliau datang di Dir`iyah bahkan beliau dijadikan guru dan dimuliakan oleh penguasa setempat sat yaitu amir (pangeran) Muhammad bin Su`ud, yang berkuasa 1139-1179 H. Oleh Amir Muhammad bin Su'ud, dakwah beliau ditegakkan dan akhirnya menjadi semacam gerakan nasional di seluruh wilayah Saudi Arabia hingga hari ini.

Hubungan Wahabi dan Mazhab-mazhab Fiqih

Sebenarnya agak sulit juga untuk menjelaskan hubungan antara 'wahabi' dengan keempat mazhab fiqih. Sebab keduanya tidak saling terkait dan bukan dua hal yang bisa dibandingkan.

Kalau mazhab fiqih adalah gerakan ilmiyah dalam bidang ilmu fiqih, sehingga mampu membuat sistem dan metodologi ilmiyah dalam mengistimbath hukum dari dalil-dalil yang bertaburan baik dalam Al-Quran maupun As-Sunnah, maka gerakan wahabi lebih merupakan gerakan dakwah memberantas syirik dan bid'ah, ketimbang aktifitas keilmuan.

Kalau para ahli fiqih empat mazhab adalah pelopor di bidang ijtihad dan mereka hidup di awal perkembangan Islam, sekitar abad pertama dan kedua hijriyah, maka sosok Muhammad bin Abdul Wahhab adalah sosok yang hidup di akhir zaman, muncul menjelang masa-masa kemunduran dan kebekuan berpikir pemikiran dunia Islam.Sekitar 2 abad yang lampau atau tepatnya pada abad ke-12 hijriyah. Intinya, apa yang beliau lakukan adalah menyerukan agar aqidah Islam dikembalikan kepada pemurnian arti tauhid dari syirik dengan segala manifestasinya.

Fenomena umat yang dihadapi antara para imam mazhab dengan Muhammad bin Abdul Wahhab sangat berbeda konteksnya. Di zaman para fuqaha mazhab, umat Islam sedang mengalami masa awal dari kejayaan, peradaban Islam sedang mengalami perluasan ke berbagai penjuru dunia. Sehingga dibutuhkan sistem hukum yang sistematis dan bisa menjawab problematika hukum dan fiqih.

Sementara fenomena sosial umat di zaman Syeikh Muhammad bin Abdul Wahhab sangat berbeda. Saat itu umat Islam sedang mengalami masa kemundurannya.Salah satu fenomenanya adalah munculnya banyak penyimpangan dalam praktek ibadah, bahkan menjurus kepada bentuk syirik dan bid'ah. Banyak dari umat Islam yang menjadikan kuburan sebagai tempat pemujaan dan meminta kepada selain Allah. Kemusyrikan merajalela. Bid`ah, khurafat dan takhayyul menjadi makanan sehari-hari. Dukun, ramalan, sihir, ilmu ghaib seolah menjadi alternatif untuk menyelesaikan berbagai persoalan dalam kehidupan umat Islam. Itulah fenomena kemunduran umat saat di mana Syeikh Muhammad bin Abdul Wahhab hidu saatitu. Maka beliaumengajak dunia Islam untuk sadar atas kebobrokan aqidah ini.

Berbeda dengan para fuqaha fiqih di zaman awal yang mendirikan madrasah keilmuan sera melahirkan jutaan judul kitab fiqih dan literatur, Syeikh Muhammad bin Abdul WAhhab tidak pernah melahirkan buku berjilid-jilid, beliau hanya menulis beberapa risalah (makalah pendek) untuk menyadarkan masyarakat dari kesalahannya. Salah satunya adalah Kitab At-Tauhid yang hingga menjadi rujukan banyak ulama aqidah.

Dakwah Syeikh Muhammad bin Abdul Wahhab dibantu oleh penguasa, kemudian melahirkan gerakan umat yang aktif menumpas segala bentuk khurafat, syirik, bid`ah dan beragam hal yang menyeleweng dari ajaran Islam yang asli. Dalam prakteknya sehari-harinya, para pengikutnya lebih mengedepankan aspek pelarangan untuk membangun bangunan di atas kuburan, menyelimutinya atau memasang lampu di dalamnya. Mereka juga melarang orang meminta kepada kuburan, orang yang sudah mati, dukun, peramal, tukang sihir dan tukang teluh. Mereka juga melarang ber-tawassul dengan menyebut nama orang shaleh sepeti kalimat bi jaahi rasul atau keramatnya syiekh fulan dan fulan.

Dakwah beliau lebih tepat dikatakan sebagai dakwah salafiyah. Dakwah ini telah membangun umat Islam di bidang aqidah yang telah lama jumud dan beku akibat kemunduran dunia Islam.

Aliran Fiqih Pendukung Wahabi

Sebenarnya kalau mau dirunut di atas, para pendukung gerakan wahab ini -suka atau tidak suka- tidak bisa lepas dari sebuah metode penyimpulan hukum tertentu. Dan secara umum, yang berkembang secara alamiyah di negeri mereka adalah mazhab Al-Imam Ahmad bin Hanbal. Dan nama-nama tokokh ulama rujukan mereka, semuanya secara alamiyah bermazhab Hanbali.

  • Imam Ahmad ibn Hanbal (164-241 H)
  • Ibnu Taimiyah (661-728 H)
  • Muhammad Ibnul Qayyim Al-Jauziyah (6691-751H)
  • Muhammad bin Abdul Wahhab

Meski banyak dari pendukung wahabi ini mengaku tidak terikat dengan mazhab fiqih tertentu, namun tulisan, makalah, buku pelajaran serta fatwa-fatwa ulama mereka, nyaris tidak bisa dipisahkan dari mazhab Al-Hanabilah.

Anti Mazhab?

Memang ada sebagian dari pendukung atau sosok yang ditokohkan oleh para pendukung gerakanini yang secara tegas memisahkan diri dari mazhab mana pun. Katakanlah salah satunya, Syeikh Nasiruddin Al-Albani rahimahullah. Beliau sejak muda telah mengobarkan semangat anti mazhab fiqih. Seolah mazhab-mazhab fiqih itu lebih merupakan sebuah masalah ketimbang solusi di mata beliau. Maka muncul perdebatan panjang antara beliau dengan para ulama fiqih mazhab. Salah satunya perdebatan antara beliau dengan Syeikh Dr. Said Ramadhan Al-Buthy.

Para ulama fiqih tentu tidak terima kalau dikatakan bahwa mazhab fiqih itu merupakan bentuk kebodohan, kejumudan, taqlid serta suatu kemungkaran yang harus diperangi.

Sayangnya, sebagian dari murid-murid beliau ikut-ikutan memerangi para ahli fiqih dengan berbagai literatur mazhabnya dan hasil-hasil ijtihad para fuqaha'.. Padahaldi sisi lain, pendapat-pendapat Syeikh Al-Albani pun tetap merupakan ijtihad dan tidak bisa lepas dari penafsiran dan pemahaman, meski tidak sampai berbentuk sebuah mazhab.Yang sering dijadikan bahan kritik adalah beliau melarang orang bertaqlid kepada suatu mazhab tertentu, namun beliau membiarkan ketika orang-orang bertaqlid kepadadirinya.

Awalnya, oleh banyak kalangan, gerakan ini dianggap sebagai pelopor kebangkitan pemikiran di dunia Islam, antara lain gerakan Mahdiyah, Sanusiyah, Pan Islamisme-nya Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh di Mesir dan gerakan lainnya di benua India.

Namun para penerusnya kelihatan lebih mengkhususkan diri kepada bentuk penghancuran bid'ah-bid'ah yang ada di tengah umat Islam. Bahkan hal-hal yang masih dianggap khilaf, termasuk yang dianggap seolah sudah bid'ah yang harus diperangi.

Arogansi Wahabi?

Mungkin memang sebagian umat Islam ada yang merasakan arogansi dari kalangan pendukung dakwah wahabiyah ini. Hal itu mungkin disebabkan oleh beberapa hal berikut:

1. Syeikh Abdul Wahhab dan Penguasa

Sebagaimana kita ketahui, di jazirah Arabia, Syeikh Muhammad bin Abdul Wahhab berkolaborasi dengan penguasa. Maka lewat tangan penguasa, beliau melancarkan dakwahnya. Dan ciri khas penguasa, segala sesuatu ditegakkan dengan kekuasaan. Karena penguasa pegang harta, wewenang dan hukum, maka wajar bila pendekatannya lebih bersifat vonis dan punnishment.

Inilah barangkali yang unik dari dakwah wahabi dibandingkan dengan dakwah lainnya yang justru biasanya ditindas oleh penguasa.

2. Fenomena Kultur Masyarakat

Barangkali gaya yang lugas, kalimat yang menukik, vonis dan kecaman kepada para penyeleweng memang tepat untuk kultur masyarakat tertentu. Misalnya kultur masyarakat padang pasir di jazirah arab yang memang keras.

Kalau dakwah hanya menghimbau dan merayu, mungkin dianggap kurang efektif dan tidak mengalami perubahan yang berarti. Maka ketika pendekatan yang agak 'keras' dirasakan cukup efektif, jadilah pendekatan ini yang terbiasa dibawakan.

Sayangnya, ketika masuk ke negeri lain yang kultur masyarakatnya tidak sejalan, metode pendekatan ini seringkali menimbulkan kesan 'arogan'. Dan rasanya, memang itulah yang selama ini terjadi.

Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc

Tes Kesehatan Dironsen Buka Baju, Bagaimana?

Assalamu'alaikum wr wb

Ustadz, saya mau bertanya bagaimana hukumnya jikaseorang muslimah melamar pekerjaan dan ketika tes kesehatan (di rontgen), muslimah tersebut harus membuka baju dan jilbabnya.

Mohon jawabannya.

Jazakallahu khairan katsiro.

Muthi

Jawaban

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Sebenarnya yang dihindari saat melakukan ronsen adalah benda semacam kancing, logamatau ritseleting dan sejenisnya. Adapun bahan pakaian biasa, seperti kaos atau sejenisnya, tidak akan mengganggu proses tersebut.

Jadi di dalam ruang ronsen tidak ada kewajiban harus telanjang dada, apalagi membuka kerudung. Kalau yang mau dironsen bagian dada, maka buat apa buka kerudung, apakah kepalanya juga mau dironsen?

Kalau hal itu sampai terjadi, ketahuilah bahwa hal ini hanya akal-akalan petugas yang dengan arogan membodoh-bodohi pasien.

Dan karena pasiennya kurang pengalaman, ditambahkan lagi terkait dengan lamaran kerja agar bisa diterima, maka terjadilah intimidasi dan pemerkosaan hak-hak asasi.

Lihatlah bagaimana arogansi mengalahkan hati nurani. Seharusnya, setiap petugas medis punya nurani dan tidak memainkan arogansinya. Mentang-mentang berkuasa dan menghadapi orang yang kurang pengalaman, maka jadilah aturan yang harus dipertanggung-jawabkan nanti di akhirat. Naudzu billah.

Seharusnya pada tiap ruang ronsen disediakan ruang ganti pakaian, di mana pakaian yang sekiranya akan mengganggu proses ronsen itu diganti dengan pakaian yang memungkinkan terjadi proses itu. Namun sama sekali tidak ada keharusan untuk membuka aurat.

Selain itu, petugas medis pun harus disesuaikan jenis kelaminnya. Kalau yang dironsen seorang wanita, maka petugasnya harus seorang wanita. Dan hal yang sama berlaku sebaliknya.

Ketetapan untuk memaksa seorang wanita muslimah membuka auratnya, dengan alasan apapun, adalah sebuah dosa besar. Sejajar dengan dosa-dosa besar lainnya seperti memperkosa, berzina, mencuri, mabuk, membunuh dan merampok. Seorang petugas medis yang punya sebutir iman di dada tidak akan mungkin melakukan arogansi seperti ini.

Sebaliknya, seorang muslimah yang juga punya iman di dada, tidak akan pernah mau melepas busananya dan terlihat auratnya di hadapan laki-laki asing. Ini adalah prinsip paling mendasar, tidak bisa diganggu gugat oleh siapa pun dalam posisi apapun.

Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc

Kamis, Maret 08, 2007

Dana untuk Kondangan dari Infak

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Ustadz, bagi seorang muslim ada kewajiban mengeluarkan infak minimal 2, 5% dari pendapatan yang diterima. Pertanyaan saya, bolehkah infak tersebut kita salurkan sebagai sumbangan ke kondangan. Masalahnya, seringkali banyak undangan (nikah atau khitanan) sementara uang belanja buat keluarga sendiri pas-pasan. Atas jawabannya jazakallah khairan.

Drmadi

Jawaban

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Kalau kita merujuk kepada kitab-kitab fiqih yang baku, sebenarnya tidak secara otomatis semua muslim terkena kewajiban untuk mengeluarkan infaq, apalagi besarnya ditetapkan harus 2, 5% dari pendapatan.

Tidak semua jenis harta diwajibkan untuk dikeluarkan zakatnya. Berdasarkan nash-nash Al-Quran dan Sunnah, para ulama telah menyusun kriteria jenis harta yang wajib dizakati. Bila harta seseorang tidak memiliki kriteria yang telah ditetapkan, maka tidak ada kewajiban zakat. Meski pun secara nominal lebih tinggi.

Namun yang menjadi ukuran apakah harta yang dimiliki oleh seseorang itu wajib dikeluarkan zakat atau tidak, bukan sekedar nilainya (nishab), tetapi masih ada sisi-sisi lainnya serta kriteria-kriteria tertentu yang harus dipenuhi.

Paling tidak ada 5 kriteria utama yang telah disepakati oleh para ulama, yaitu:

  1. Harta itu dimiliki secara sempurna (al-milkut-taam)
  2. Harta itu tumbuh (an-nama')
  3. Harta itu memenuhi jumlah standar minimal (nisab)
  4. Harta itu telah dimiliki untuk jangka waktu tertentu (haul)
  5. Harta itu telah melebihi kebutuhan dasar

Uang Kondangan

Uang kondangan itu bisa jatuh kepada beberapa bentuk pemberian. Bisa berbentuk hadiah, namun bisa juga sedekah. Tergantung kondisi dan keadaannya.

Namun lepas dari dua kemungkinan itu, sesungguhnya tidak ada dalil yang mewajibkan kita untuk memberi uang kondangan. Sebab Islam tidak mengajarkan kita untuk memaksakan diri dan main gengsi, termasuk dalam membiayai acara walimah.

Namun kalau antara zakat dengan saweran kondangan disandingkan, maka antara keduanya tidak ada hubungan. Maksudnya, harta yang harus disisihkan untuk zakat itu tidak boleh begitu saja dikonversi untuk nyawer kondangan. Sebab zakat itu sudah ditetapkan para mustahiknya. Dan jumlahnya terbatas menjadi 8 macam saja, di antaranya fakir miskin.

Namun lain ceritanya kalau kita berniat memberi zakat kepada seorang yang masuk dalam kriteria miskin, dan kebetulan dia sedang butuh dana untuk mengadakan hajatan perkawinan.

Namun tetap saja hal itu masih menjadi kritik, kalau memang miskin dan berhak mendapat harta zakat, mengapa harus mengadakan acara undangan makan? Sehingga membutuhkan dana yang tidak sedikit.

Seseorang berhak menjadi penerima zakat karena dia miskin tidak bisa makan. Lalu kalau sampai merasa harus mengadakan perjamuan makan, sebenarnya ada logika yang terbalik. Karena itu sebenarnya kurang layak menyalurkan dana zakat buat orang yang mengundang makan. Seharusnya dana zakat diberikan kepada orang yang tidak bisa makan karena miskinnya.

Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc

Larangan Lewat di Depan Orang yang Sedang Sholat

Assalamualaikum..

Pak ustad saya mohon penjelasan mengenai larangan lewat di depan orang yang sedang sholat. Berapa jarak minimal apabila hendak lewat di depan orang yang sedang sholat?

Saya pernah membaca hadits bahwa apabila ada orang yang akan lewat di depan kita ketika sedang sholat maka kita harus menghalanginya. Dan apabila dia tetap memaksa lewat juga kita harus membunuhnya. Saya mohon penjelasan mengenai hadits tersebut. Bagaimana cara yang baik untuk menghalangi orang yang akan lewat di depan kita ketika sedang sholat?

Sebelunya saya ucapkan terimakasih.

Wassalamualaikum.

Anto

Jawaban

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Melewati orang shalat di bagian depan adalah hal yang dilarang dalam agama. Dalilnya adalah hadits muttafaqun 'alaihi berikut ini:

لو يعلم المار بين يدي المصلي ماذا عليه لكان يقف أربعين خيراً له من أن يمر بين يديه ) ، وقال أبو الـنضر - أحد رواة الـحديث -:[ لا أدري أقال أربعين يوماً أو شهراً أو سنة ]. رواه البخاري ومسلـم

Rasulllah SAW bersabda, "Seandainya orang yang lewat di depan orang shalat mengetahui tentang dosanya, maka pastilah menunggu selama 40 lebih baginya dari pada lewat di depannya. (HR Bukhari dan Muslim)

Salah saeorang perawi hadits, Abu An-Nadhr, berkata, "Aku tidak tahu apakah maksudnya 40 hari, 40 bulan atau 40 tahun.

Maka agar kejadian seseorang lewat di depan kita yang sedang shalat tidak terjadi, alangkah baiknya bila kita tidak shalat di 'jalanan' yang kemungkinan akan dilewati orang.

Caranya, kita pasang pembatas dengan meletakkan benda-benda tertentu di depan kita. Misalnya batas sajadah, atau buku, tas, tongkat, pensil atau apapun. Dengan adanya batasan itu, maka orang-orang akan tahu bahwa mereka tidak boleh berjalan di situ. Kalau mau melewati, maka silahkan lewat di luar batas yang sudah dibuat.

Kalau anda suka memperhatikan perilaku sebagian orang, mungkin anda pernah mendapati mereka apabila melakukan shalat sunnah, bergerak mendekati tiang atau tembok. Sebenarnya ini juga termasuk bentuk menghindarkan diri dari dilewati orang lain. Tembok atau tiang itu adalah batasan yang tidak boleh dilewati.

Dan ada dalil dari sunnah nabawiyah yang menganjurkan hal ini, sebagaimana diriwayatkan oleh Al-Imam Muslim.

عن ابن عمر رضي الله عنهما قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: لا تصل إلا إلى سترة ولا تدع أحداً يمر بين يديك رواه مسلم

Janganlah kalian shalat kecuali menghadap sutrah (pembatas) dan jangan perbolehkan seseorang lewat didepanmu (HR Muslim)

عن أبي سعيد الخدري رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم:(إذا صلى أحدكم فليصل إلى سترة وليدن منها ولايدع أحداً يمر بينه وبينها ) رواه أبو داود وابن ماجة وابن حبان وهو حديث حسن.

Dari Abi Said Al-Khudri ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Apabila kalian shalat makagunakan ke sutrah (pembatas) dan hendaklah mendekat dan jangan membiarkan seseorang lewat di tengahnya. (HR Abu Daud, Ibnu Majah, Ibnu Hibban dan haditsi ini hasan)

عن سهل رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم قال:(إذا صلى أحدكم إلى سترة فليدن منها ولا يقطع الشيطان عليه صلاته ) رواه أحمد وأبو داود وابن حبان والحاكم وهو حديث صحيح

Dari Sahal ra bahwanabi SAW bersabda, "Apabila kamu shalat dengan menggunakan sutrah maka mendekatlah dan jangan sampai dipotong syaitan. (HR Ahmad, Abu Daud, Ibnu Hibban dan Al-Hakim. Hadits shahih)

Para ulama menuliskan dalam banyak kitab fiqih bahwa batas jarak itu adalah 3 zira' (hasta). Sehingga bila jarak antar orang shalat dengan pembatas itu lebih dari hasta, maka dianggap boleh dilewati dan tidak ada dosa buat yang lewat di depannya.

Ukuran jarak 3 hasta ini oleh para ulama dianggap berlaku juga bila tidak ada pembatas. Sehingga lewat di depan orang shalat asalkan sudah berjarak 3 hasta dianggap tidak melanggar larangan.

Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc

Haramkah Berpartai?

Assalamu'alaikum,

Yth. Pak Ustad, saya mendapatemail dari teman tentang Fatwa Ulama yang mengharamkan berada dalam partai (hizbiyah).

Berikut kutipan Fatwanya:

Lajnah Da`imah lil Ifta' (Komite Tetap Urusan Fatwa) yang diketuai oleh Samahatus Syaikh Abdul Aziz bin Baz Rahimahullahu yang beranggotakan:
Syaikh Abdur Razaq Afifi Rahimahullahu, Syaikh Abdullah bin Ghudayyan dan Syaikh Abdullah bin Hasan bin Qu'ud menjawab tentang haramnya hal ini di dalam fatwa no 1674 (tanggal 7/10/1397) sebagai berikut:

"Tidak boleh memecah belah agama kaum muslimin dengan bergolong-golongan dan berpartai-partai… karena sesungguhnya perpecahan ini termasuk yang dilarang oleh Allah, dan Allah mencela pencetus dan pengikut-pengikutnya, serta Allah janjikan pelakunya dengan siksa yang pedih. Allah Ta'ala berfirman:

"Artinya: Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai" [Ali Imran: 103]

Benarkah Fatwa tersebut? Terima kasih atas jawabannya.

Wassalamu'alaikum,

Hanzhalah
hanzhalah at eramuslim.com

Jawaban

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Setiap fatwa selalu dilandasi dari realita yang sangat terikat dengan waktu, lokasi, situasi dan latar belakang masalah. Sangat boleh jadi sebuah fatwa tertentu yang tadinya belum dikeluarkan, atas pertimbangan tertentu kemudian dikeluarkan. Dan sebaliknya pun sangat mungkin terjadi.

Ketika Majelis Ulama Indonesia mengeluarkan fatwa haramnya bunga bank akhir-akhir ini, sebenarnya jangan diartikan bahwa sebelum keluarnya fatwa tersebut bunga bank hukumnya halal. Bunga bank sudah dianggap haram oleh MUI, jauh sebelum keluar fatwanya.

Maka yang perlu kita pahami tentang fatwa-fatwa dan sifatnya, adakalanya fatwa dikeluarkan untuk merespon terhadap gejala tertentu. Dan sangat dimungkinkan terjadinya perubahan fatwa karena terjadi perubahan gejala.

Maka fatwa haramnya kita berpartai adalah fatwa yang terkait dengan larangan untuk berpecah belah. Dan tidak ada yang salah dalamfatwa itu, karenasebagai muslim, kita memang diharamkan berpecah pelah dan saling memusuhi antara umat Rasulullah SAW.

Tinggal bagaimana kita memahami fatwa itu secara lebih dalam. Misalnya, apakah setiap adanya partai berarti otomatis umat Islam berpecah belah? Sehingga keharaman berpecah belah secara otomatis langsung mengharamkan partai?

Dan kalau di balik misalnya, dengan adanya partai, maka syariat Allah SWT kemudian bisa lebih ditegakkan, apakah tetap masih harus dianggap haram?

Saudara-saudara kita yang berjuang di level parlemen itu berupaya agar resistensi negara terhadap Islam bisa dikikis, lalu penetrasi syariah dalam penyelenggaraan negara bisa semakin dirasakan.

Dengan adanya partai yang menjadi jembatan untuk memasuki wilayah otoritas penetapan hukum, orang berjilbab bisa bebas dan tidak lagi dilarang. Sekolah Islam bisa mendapatkan dana dari anggaran negara dan tidak lagi kekurangan dana.Posisi tawar umat Islam di depan kekuatan musuh-musuhnya menjadi lebih kuat. Hukum negara bisa lebih digeser menuju ke arah aplikasi syariah Islam, terutama pada masalah law enforcemen. Laju pertumbuhan gerakan pemurtadan bisa ditekan. Dan masih banyak lagi.

Apabila keberadaan partai dakwah yang sedemikian menguntungkan umat itu benar-benar bisa diterapkan, sambil meminimalisir perpecahan dan perbedaan di dalam elemen umat Islam, maka keberadaan partai dengan sosok seperti itu malah harus terjadi dan merupakan fardhu kifayah. Bukannya malah dilarang.

Penggunaan fatwa asal comot meski bersumber dari ulama besar malah kurang produktif, sebab setiap fatwa sangat dibatasi pada kondisi sosial politik tertentu di suatu negeri tertentu dan pada era tertentu.

Bahkan fatwa Rasulullah SAW tidak selalu sama atas pertanyaan yang sama. Pernah beliau mengharamkan percumbuan suami isteri di siang hari bulan Ramadhan, ketika yang bertanya seorangpemuda. Namun pernah pula beliau membolehkannya kepada orang berumur selama tidak terjadi jima', ketika yang bertanya seorang renta berusia.

Maka tiap fatwa punya alamat masing-masing, kita tidak dibenarkan mengadu domba antara tiap fatwa yang dikeluarkan para ulama. Dan sebelum minta fatwa kepada seorang yang kita anggap sebagai ulama, kita perlu mengajak beliau untuk melihat langsung kondisi dan keadaan yang sesungguhnya, agar kita tidak menyesatkan dan menjebak beliau dengan informasi yang salah dan tidak nyambung, sehingga kita malah memanfaatkan wibawa beliau justru untuk mengadu domba umat Islam. Nauzhu billahi min zalik.

Berpartai di Indonesia hukumnya haram untuk kurun waktu, keadaan, era dan fenomena tertentu, namun hukumna bisa berubah menjadi halal, sunnah dan bahkan bisa jadi wajib, tergantung dari dinamika perubahan yang terjadi. Untuk tiap perubahan hukum itu, perlu ada kajian strategis serta syuro yang melibatkan para ahli halli wal 'aqd dari setiap elemen umat Islam. Majelis Syuro itulah nanti yang akan memutuskan, kapan partai itu bisa dimanfaatkan untuk dakwah dan kapan partai itu harus diharamkan.

Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc