Kamis, Januari 25, 2007

Sudah 3 Kali Proses, Saya Belum Yakin dengan 'beliau'

Assalamualaikum,

Ustadzah, saya akhwat 25 tahun. Saya saat ini saya merasa butuh pertimbangan dari banyak sumber yang saya pikir kafa'ah dalam masalah ini. Yang ingin saya tanyakan:

1. Bagaimanakah kita dikatakan yakin dengan seseorang yang mengkhitbah kita?

2. Setelah istikhoroh, apa saja tanda-tanda bahwa dia adalah calon yang baik untuk kita, karena sudah kira-kira 3 kali berproses saya belum pernah merasa yakin dengan 'beliau', masalahnya kalau hal ini terus terjadi pada saya hal ini akan membuat konflik dengan orang tua karena saya dikatakan terlalu pilih-pilih dan sebagainya.

Ini mungkin salah satunya karena pengalaman dengan kakak saya yang sampai sekarang belum menikah, menurut orang tua karena terlalu pilih-pilih, tapi menurut saya memang belum dipertemukan Allah dengan jodohnya.

Tapi kata ustad saya, sebaiknya jangan diteruskan kalau dalam keraguan atau ketidakyakinan. Tapi saya juga tidak ingin berkonflik dengan orang tua saya. Mohon saran dari ustadzah.

Terima kasih ustadzah...

Nisa
royan at eramuslim.com

Jawaban

Assalammu'alaikum wr. wb.

Ukhti Nisa yang sholehah,

Bingung ya dikhitbah banyak lelaki tapi belum satupun yang terasa pas di hati.Sebagai wanita menurut saya anda patut bersyukur karena banyak wanita yang terus menunggu jodohnya tapi tidak seorangpun yang datang untuk melamarnya dan anda begitu banyak yang datang namun belum bisa menerima. Itu mungkin rahasia Allah tentang jodoh..

Saya memahami memang tidak mudah memilih pasangan hidup, selalu saja ada keraguan ketika harus menentukan pilihan. Namun demikian memang berat menjalankan hal yang benar karena setan akan dengan semangat menghembuskan segala kebimbangan bahkan dikala kita merasa sudah mendapat kan jodoh yang tepat.

Tapi memang benar bahwa jika anda harus menentukan pilihan maka hati harus benar-benar yakin sehingga tidak timbul penyesalan dikemudian hari. Dan manfaat dari sholat istikharoh adalah memberikan kemantapan dalam hati untuk melangkah lebih jauh.Selain melakukan sholat istikharoh maka perlu juga anda pertimbangkan kembalitentang jodoh yang anda inginkan.

Saya berharap anda cukup mengenal diri anda sendiri untuk mengetahui sosok kepala rumah tangga idaman, sehingga pilihan anda bukan sekedar mengandalkan "perasaan" saja. dengan tolak ukur yang lebih jelas maka anda dapat mempertimbangkan hal-hal yang wajib ada pada jodoh anda dan sesuatu yang sifatnya hanya sunnah saja atau mubah, jika kriteria itu tidak terlalu urgent maka dapat bersikap fleksibel.Dengan demikian saya harap anda dapat lebih realistis memandang lelaki yang akan melamar anda.

Sedangkan untuk orang tua wajarlah ketika ada dua anak wanitanya yang belum menikah dengan usia yang cukup matang kemudian mereka mulai merasa khawatir dan saat melihat salah satunyadiminati banyak lelakimaka mereka mendorong agar segera menikah. Dalam hal ini anda bersabar saja atas mereka dan jangan dijadikan dasar anda memilih tanpa perhitungan.

Sebagai wanita, saya memang menganjurkan anda memilih dengan baik pasangan hidup anda kelak. namun jangan pernah mengharapkan sosok tanpa cela karena manusia di manapun selalu tumbuh dan berkembang. Sosok yang kita kenal saat ini belum tentu sama dimasa mendatang, karenanya jadikan standar pilihan anda semata mengikuti sunnah nabi dan niatkan selalu karena Allah. Wallahu'alambishshawab.

Wassalammu'alaikum wr. wb.

Rr Anita W.

Berzina Adalah Dosa Besar Apakah Dapat Terampuni?

Pa Ustaz apakah seseorang yang telah melakukan dosa terbesar seperti berzina dapat diampuni oleh ALLAH. Lalu bagaimana cara ritual yang bisa dilakukan dan menjauhkan perasaan hati agar tidak selalu terbawa oleh perasaan ketakutan sehingga dapat berjalan hidup secara normal. Apakah ALLAh akan mengampuni dosa seperti itu pa Ustaz. Terimakasih pa ustaz semoga amal ibadah kita selalu diterima oleh ALLAH SWT

Saputra

Jawaban

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Tidak ada dosa yang tidak bisa diampuni. Karena semua anak Adam pasti melakuan kesalahan, khilaf, lalai, lupa atau tertipu syetan. Maka Allah SWT selalu membuka pintu ampunan selebar-lebarnya, agar tidak ada lagi anak Adam yang mati tanpa mendapatkan ampunan.

Bahkan dosa syirik sekalipun bisa diampuni, asalkan minta ampun itu dilakukan sejak masih hidup di dunia. Dosa syirik yang tidak dapat diampuni adalah bila minta ampunnya setelah wafat atau di hari akhir.

Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar. (QS. An-Nisa': 48)

Sedangkan dosa selain syirik termasuk dosa zina, bisa diampuni, baik di dunia ini maupun di akhirat. Ampunan di dunia cukup dengan meminta ampun. Syarat adalah segera berhenti dari zina, penyesalan yang mendalam di dalam hati serta sumpah tidak akan pernah mengulangi lagi. Itu syarat utama.

Kemudian, bila orang yang pernah berzina itu kebetulan hidup di dalam negeri yang menerapkan syariat Islam, syarat tambahannya adalah dia harus mengakui perbuatan zinanya di hadapan hakim dan siap menerima hukuman, baik cambuk 100 kali maupun rajam.

Hukuman cambuk 100 kali untuk mereka yang belum pernah melakukan hubungan seksualhalal sebelumnya, sedangkan hukuman rajam (dilepmari batu hingga mati) buat mereka yang sudah pernah melakukan hubungan seksual halal sebelumnya. Keduanya berlaku sama baik laki-laki atau perempuan.

Namun bila dia kebetulan tinggal di negeri yang tidak menerapkan hukum Islam, maka tidak ada keharusan untuk menjalankan hukuman rajam atau cambuk sendirian atau secara swasta. Sebab pelaksanaan hukuman itu merupakan kewajiban pemerintahan yang sah. Yayasan, pengajian, ormas, orsospol, atau lembaga swasta lainnya tidak punya wewenang untuk menjalankan hukuman itu. Apalagi individu partikelir, jelas lebih tidak relevan lagi.

Lalu apakah orang yang pernah berzina lalu bertaubat bisa masuk surga?

Jawabnya bisa!!. Asalkan bertaubat dengan taubat yang benar, serta rela menjalani hukuman yang berlaku. Dan hal itu sudah terbukti dan pernah terjadi sungguhnan di masa Rasulullah SAW.

Adalah seorang wanita dari dari Juhainah datang kepada nabi SAW dalam keadaan hamil dan mengaku berzina. Dia sudah taubat dari dosanya dan minta dirajam. Setelah dirajam, jenazahnya dishalati oleh Rasulullah SAW. Melihat hal itu, Umar bin Al-Khattab ra bertanya, "Apakah Anda wahai nabiyallah menshalatinya padahal dia pernah berzina?" Beliau pun menjawab:

لَقَدْ تَابَتْ تَوْبَةً لَوْ قُسِّمَتْ بَيْنَ سَبْعِينَ مِنْ أَهْلِ اَلْمَدِينَةِ لَوَسِعَتْهُمْ, وَهَلْ وَجَدَتْ أَفَضَلَ مِنْ أَنْ جَادَتْ بِنَفْسِهَا لِلَّهِ." رَوَاهُ مُسْلِمٌ

Sesungguhnya dia telah bertaubat dengan kualitas taubat yang bila dibagikan kepada 70 orang penduduk Madinah, telah mencukupi. (HR Muslim)

Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc

Wajibkah Beasiswa Dizakatkan?

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ustadz, pertanyaan saya singkat saja, wajibkah beasiswa untuk melanjutkan sekolah diambil zakatnya? Bila iya, bagaimanakah perhitungannnya?

Terima kasih banyak atas bantuannya.

Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Vika

Jawaban

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Di dalam masalah zakat modern dewasa ini, berkembang beberapa paham baru tentang zakat. Misalnya, dahulu belum dikenal zakat profesi secara baku di dalam karya klasik fiqih Islam, namun sekarang bermunculan ijtihad tentang wajibnya zakat profesi.

Demikian juga halnya dengan zakat dari beasiswa. Yang ini malah lebih tidak lazim lagi ketimbang zakat profesi.

Tentu saja ijtihad itu dibuat bukan asal-asalan. Yang berijtihad pun bukan orang sembarangan. Sehingga kalau pun ijtihad itu diikuti, insya Allah bukan termasuk bid'ah atau mengada-adakan sesuatu yang baru.

Namun meski demikian, tetap saja ada kalangan ulama yang tidak sepenuhnya sependapat dengan adanya zakat model baru. Termasuk zakat profesi. Yang menolak keberadaan zakat profesi ini tidak kalah banyaknya. Dan yang menolak adanya kewajiban zakat dari beasiswa juga lebih banyak lagi.

Kalau pun ada sebagian ulama yang mewajibkan zakat profesi, maka landasannya memang sangat masuk akal dan nalar. Sebab dalam banyak kasus, para pekerja profesional memang umumnya jauh lebih berada dan lebih banyak duitnya dari pada petani, peternak, pedagang kecil dan lainnya.

Maka sangat masuk akal bila para profesional yang duitnya bertumpuk diwajibkan untuk berzakat lewat zakat profesi.

Tapi dari mana logikanya kalau kita harus mewajibkan zakat kepada para pelajar dan mahasiswa, yang kantongnya senin kamis?

Bukankah mereka itu justru mendapat beasiswa karena mereka tidak mampu? Kalau orang sudah tidak mampu, lalu dapat sedekah berupa beasiswa, maka tidak perlu lagi dimintai sedekah (zakat) lagi.

Sebab tidak semua harta yang dimiliki wajib dizakatkan. Paling tidak ada 5 kriteria harta yang wajib dizakatkan. Dua di antaranya yang paling terkait dengan apa yang anda tanyakan adalah masalah

1. Harta itu memenuhi jumlah standar minimal (nisab)

Bila suatu harta belum memenuhi jumlah tertentu, maka belum ada kewajiban zakat atas harta itu. Namun sebaliknya, bila jumlahnya telah sampai pada batas tertentu atau lebih, barulah ada kewajiban zakat atasnya. Jumlah tertentu ini kemudian disebut dengan istilah nisab.

Bila jumlah beasiswa belum memenuhi standar nisab, otomatis tidak ada kewajiban untuk bayar zakat.

2. Harta itu telah melebihi kebutuhan dasar

Harta baru diwajibkan untuk dizakatkan, manakala pemiliknya telah terpenuhi hajat dasarnya atas harta itu. Sebagaimana ditetapkan oleh mazhab Al-Hanafiyah dalam kebanyakan kitab mereka.

Sebab bila seseorang yang punya harta banyak, namun dia juga punya hajat dasar atau tanggungan yang lebih banyak lagi, maka pada hakikatnya dia justru orang yang kekurangan.

Yang dimaksud dengan kebutuhan atau hajat dasar tentu saja relatif, namun bukan berarti setiap orang berhak menentukan sendiri apa kebutuhannya. Lagi pula, bukan berarti setiap yang diinginkan atau menjadi selera seseorang, bisa dimasukkan ke dalam kategori kebutuhan pokok. Tidak demikian pengertiannya.

Tentu bukan perbuatan yang benar bila seorang yang terbiasa hidup enak di kawasan elit, makan enak di restoran mahal bisa saja dianggap sebagai hajat dasar. Kemana-mana naik pesawat kelas utama buat sebagian kalangan memang bisa dianggap hajat pokok, atau punya mobil mewah, pembantu 12 orang, satpam rumah 12 orang, bisa saja diakui sebagai hajat pokok. Namun tentu saja bukan itu yang dimaksud dengan kriteria ini.

Yang dimaksud adalah kebutuhan yang memang benar-benar mendasar buat seorang manusia untuk bisa menyambung hidupnya. Misalnya, kebutuhan untuk makan dan mengisi perutnya, kebutuhan untuk bisa tertutup auratnya dengan sehelai pakaian, kebutuhan untuk bisa berlindung di bawah sebuah atap rumah, meskipun seadanya atau mengontrak murah. Sekedar dirinya bisa terlindungi dari terik matahari, curah hujan atau tusukan dingin angin musim dingin.

Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc

Waktu Terlarang untuk Jima

Assalamu 'alaikum wr. wb

Mohon maaf pak ustadz. Sebagai pengantin baru, saya ingin bertanya sesuatu yang bersifat agak pribadi.

Pertanyaan saya adalah: Kapankah berhubungan suami isteri itu dilarang? Adakah hari-hari atau tanggal tertentu, atau jam-jam tertentu, yang kita dilarang melakukannya?

Kemudian, berapa kali batas minimal dan maksimal kita dibolehkan melakukannya? Mohon maaf pak ustadz kalau pertanyaan saya ini kurang sopan. Tetapi betul-betul karena saya takut seandainya melanggar larangan Allah.

Atas kesediaan pak ustadz menjawab pertanyaan saya yang 'aneh' ini, saya ucapkan banyak terima kasih.

Wassalam wr. wb.

Ag

Jawaban

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Pada dasarnya, pasangan suami isteri dibolehkan melakukan hubungan seksual kapan saja. Tidak ada aturan tertentu yang melarang untuk melakukannya. Boleh dilakukan malam hari atau pun siang hari. Bahkan termasuk juga pagi dan petang.

Juga tidak ada larangan untuk melakukannya beberapa kali dalam sehari. Semua tergantung kebutuhan dari kedua belah pihak.

Asalkan bukan saat harus melakukan shalat wajib yang dikhawatirkan waktu akan habis. Atau dilakukan terlalu sering sehingga sampai meninggalkan kewajiban dan pekerjaan yang lebih penting dan bermanfaat.

Yang terakhir ini, tidak berlaku buat pengantin baru. Karena umumnya pengantin baru memang memerlukan waktu yang lebih intensif untuk berbulan madu.

Bahkan ada larangan bila melakukannya terlalu jarang, sebab sebagai manusia, punya fitrah kebutuhan biologis yang tidak bisa dinafikan begitu saja. Dan untuk itu Allah SWT mensyariatkan nikah. Salah satunya untuk menyalurkan kebutuhan paling asasi bukan spisies bernama manusia.

Bahkan para isteri pasukan yang sedang perang diberi hak oleh khalifah Umar untuk mendapatkan layanan suaminya. Maka diperintahkan kepada pasukan untuk pulang dari medan perang dan tidak terlalu lama meninggalkan isteri mereka.

Adapun waktu khusus yang di dalamnya diharamkan hubungan suami isteri, hanya ada beberapa saja, antara lain:

1. Saat Isteri Sedang Haidh

Diharamkan bagi suami melakukan hubungan suami isteri pada saat isteri sedang haidh. Dan serupa dengan haidh adalah nifas, menurut sebagian ulama.

Dalilnya adalah firman Allah SWT:

Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah, "Haidh itu adalah suatu kotoran." Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri. (QS. Al-Baqarah: 222)

Ayat ini jelas sekali menerangkan haramnya bersetubuh dengan isteri saat sedang mendapat haidh. Yang dilarang sebenarnya jima', bukan sekedar bercumbu. Percumbuan dengan isteri pada saat haidh, diboleh. Asalkan tidak sampai jima'.

Dalilnya adalah sabda Rasulullah SAW:

عَنْ أَنَسٍ أَنَّ اَلْيَهُودَ كَانُوا إِذَا حَاضَتْ اَلْمَرْأَةُ لَمْ يُؤَاكِلُوهَا, فَقَالَ اَلنَّبِيُّ "اِصْنَعُوا كُلَّ شَيْءٍ إِلَّا اَلنِّكَاحَ" رَوَاهُ مُسْلِم

Dari Anas bin Malik ra berkata bahwa orang-orang Yahudi bila isteri mereka mendapat haidh tidak memberinya makan. Sedangkan Rasulullah SAW bersabda, "Lakukan segala sesuatu dengan isterimu (yang sedang haidh) kecuali jima'. (HR Muslim)

Bukan hanya membolehkan mencumbu isteri saat sedang haidh, namun beliau SAW sendiri juga telah melakukannya dengan Aisyah ra saat sedang mendapat haidh. Namun beliau SAW memerintahkan Aisyah mengenakan sarung saat bercumbu dengannya.

وَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: كَانَ رَسُولُ اَللَّهِيَأْمُرُنِي فَأَتَّزِرُ, فَيُبَاشِرُنِي وَأَنَا حَائِضٌ مُتَّفَقٌ عَلَيْه

Dari Aisyah ra berkata, "Rasulullah SAW meminta aku memakai sarung, lalu beliau mencumbu diriku, padahal Aku dengan haidh. (HR Bukhari dan Muslim)

2. Saat Sedang Berpuasa Ramadhan

Puasa Ramadhan hukumnya wajib bagi setiap muslim, baik laki-laki maupun wanita. Di antara larangan ketika sedang berpuasa Ramadhan adalah melakukan hubungan suami isteri pada siang hari.

Dalilnya adalah firman Allah SWT:

Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai malam, janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri'tikaf dalam masjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa. (QS. Al-Baqarah: 287)

Allah menegaskan di dalam ayat ini bahwa berhubungan suami isteri di siang hari bulan Ramadhan adalah pelanggaran terhadap hudud dari Allah. Biasanya, kalau Allah mengancam seseorang dengan dosa hudud, berarti dosa itu termasuk kabair, yaitu dosa besar.

Buktinya, pelanggaran itu mewajibkan pelakunya membayar denda kaffarah yang teramat berat.

3. Saat Sedang Ihram

Pada saat sedang ihram baik untuk umrah atau pun untuk haji, seseorang diharamkan melakukan hubungan seksual dengan isterinya.

Dalilnya adalah firman Allah SWT:

Haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah bantahan di dalam masa mengerjakan haji. (QS. Al-Baqarah: 197)

Demikianlah beberapa momentum yang kita dilarang Allah SWT untuk melakukan jima' (persetubuhan).

Wallahu a'lam bishshawab, Wasalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc

Jepang, Muslim, Indonesia dan Amanah

Suasana gerbong kereta Hibiya Line di siang hari terasa lenggang. Tak sepadat pagi ataupun sore hari yang merupakan rushhour bagi pegawai kantor. Tampak di gerbong sebelah, seorang penumpang pria Jepang setengah baya dengan pakaian jas lengkap, berdiri. Terlihat sesekali matanya memperhatikan dari jauh.

Risih rasanya dipandangi, reflek saya membetulkan letak hijab serta baju panjang, khawatir terpasang miring ataupun tersingkap. Tanpa disangka tiba-tiba pria tersebut mendekati dan bertanya. "Sumimasen, Indonesia-jin desuka, musurimu desuka...." (Maaf, Orang Indonesia...? Muslim...?). Kira-kira seperti itu pertanyaannya. Dengan kaku kepala saya berusaha menggangguk dan balik bertanya. "Iya, betul, ada yang aneh dengan penampilan saya?"

Seolah kaget, menyadari tindakannya yang kurang sopan, pria setengah baya tersebut langsung membungkukkan badan berkali-kali sambil meminta maaf.

"Saya Kakeuchi, saya suka Indonesia, suka Islam." Pria setengah baya tadi tiba-tiba menyebutkan nama dan berusaha membuka percakapan. Tanpa diminta, ia bercerita bahwa pernah ditempatkan menjadi direktur di salah satu cabang perusahaan di Indonesia. Selain tertarik dengan keindahanan dan keramahan Indonesia, ia pun tertarik dengan Islam. Ia mengatakan bahwa ajaran Islam itu indah dan sangat sesuai dengan jiwa orang Jepang yang disiplin.

Sayang, ketika berhadapan dengan beberapa pegawainya yang muslim Indonesia, ia merasakan jiwa Islam tidak masuk di sana. Ia merasakan adanya 'gap' antara ajaran Islam yang indah dengan kenyataan prilaku beberapa pegawainya.

Kekeuchi-san, begitu saya memanggilnya, mengatakan beberapa muslim di Indonesia kadang sulit dipercaya dan sulit menjalankan tanggung jawab. Ada saja alasan yang dibuat untuk mengulur-ngulur pekerjaan. Belum lagi, kerepotan yang dialami jika pegawai yang diberikan tugas, tiba-tiba resign, tanpa sempat takeover pekerjaan.

Padahal, menurut buku Islam yang ia baca, seorang muslim harus menjalankan amanah dengan baik. Di mana amanah tidak dikotak-kotakan menjadi sesuatu hal yang sempit, yaitu pekerjaan besar–pekerjaan kecil, amanah besar-amanah kecil. Tapi dilihat dari substansi amanah itu sendiri yaitu tanggung jawab.

"Bukankan pekerjaan itu sama dengan amanah...?" ucapnya sambil melirik ke arah saya, seolah meminta jawaban.

Tiba-tiba diajukan pertanyaan seperti itu, saya sedikit tersentak. Pikiran melayang, mengingat-ngingat kembali pengalaman ketika masih bekerja di salah satu perusahaan Jepang di Indonesia. Pegawai yang tiba-tiba resign, tanpa sempat menyelesaikan amanah yang diberikan memang cukup sering terjadi dan menjadi hal yang biasa. Tentu saja ini merepotkan, tidak hanya bagi satu orang tapi juga bagi beberapa orang yang bekerja bersama-sama dalam satu tim.

Betul, pekerjaan sama dengan amanah. Di mana wujud sikap amanah adalah tanggung jawab. Pertanggungjawaban di dunia adalah dengan menunaikan kewajiban yang diberikan. Baik itu berupa tugas, pekerjaan ataupun titipan, tanpa melihat besar atau kecilnya pekerjaan tersebut. Sedangkan pertangungjawaban di akhirat melaui hisab yang telah ditetapkan ukurannya.

Wajar jika Kakeuchi-san kecewa pada beberapa pegawai muslim Indonesia yang tidak bisa menjalankan amanah, seperti ceritanya di atas. Karena amanah adalah salah satu karakter seorang muslim. Di mana seorang muslim dituntut memiliki sikap amanat dan menjauhi sikap khianat. Seperti nasihat Rasulullah dalam HR Abu Daud. "Tunaikan amanah pada orang yang memberikan amanah padamu dan jangan khianati..."

Saya berusaha meresapi obrolan Kakeuchi-san dan bertanya-tanya dalam hati. Sudahkan saya menjalankan amanah dengan baik? Hmm... Ada rasa sesal ketika mengingat, masih ada beberapa tanggung jawab yang terabaikan. Padahal saya seorang muslim. Dan tahu akan beratnya amanah.

***

Tanpa terasa kereta tiba di stasiun tujuan. Saya berpamitan sambil tak lupa mengucapkan terima kasih. Terima kasih atas obrolannya sepanjang perjananan. Dan juga terima kasih atas 'tegurannya' melalui sebuah pertanyaan tentang amanah.

Semoga, dari obrolan tersebut saya dapat ber-muhasabah. Berusaha menjadi seorang muslim Indonesia yang baik. Yang bisa dipercaya. Yang tidak mengecewakan orang-orang yang telah memberikan amanah. Hingga suatu saat, orang-orang di sekitar saya, termasuk orang Jepang akan berkata, "Saya suka Indonesia, saya suka Islam. Muslim Indonesia dapat dipercaya."

Insya Allah.

Catatan:
Hibiya Line = Salah satu jalur kereta api di daerah Tokyo, Jepang.

Selasa, Januari 23, 2007

Hukum Meminjam Uang di Koperasi Simpan Pinjam

Assalamu'alaikum wr. wb.

Pak Ustadz yang dirahmati Alloh, di kantor saya berdiri satu koperasi. Koperasi tersebut hanya bergerak dalam satu bidang usaha, yaitu simpan pinjam. Sudah banyak pegawai yang memanfaatkan jasa koperasi untuk memenuhi keperluannya.

Lebih kurang dua bulan lagi, Insya Allah isteri saya melahirkan anak pertama kami. Terkait hal tersebut, tentu saja banyak biaya yang harus dipersiapkan. Khususnya mengantisipasi hal-hal yang tak terduga, misalnya harus melahirkan secara caesar yang dilihat dari segi biaya tentu saja sangat besar.

Maka dari itu yang ingin saya tanyakan adalah bagaimana hukumnya meminjam uang dari koperasi kantor untuk biaya kelahiran anak kami, sementara bila hanya mengandalkan dari gaji yang saya miliki, tidak akan mencukupi.

Atas jawaban Pak Ustadz, saya ucapkan Jazzakalloh..

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Emha

Jawaban

Assalmu 'alaikum wr wb

Koperasi simpan pinjam itu sangat baik dan banyak manfaatnya, baik buat anggota maupun orang lain yang bisa mendapat manfaatnya. Terutama bila sistem simpan pinjamnya menggunakan cara-cara yang dihalalkan Allah SWT sebagai Tuhan Yang Maha Mengatur segala urusan manusia, dari masalah ibadah hingga muamalah.

Mungkin ada sebagian saudara-saudara kita yang muslim dan diamanahi mengelola koperasi simpan pinjam itu, maka saran kami sebaiknya digunakan sistem yang lebih menguntungkan kedua belah pihak.

Bagi kami tidak penting penggunaan istilah koperasi syariah atau bukan, asalkan tidak menjalankan praktek ribawi. Misalnya, koperasi itu tetap mendapatkan keuntungan dari simpan pinjam, dengan sistem bagi hasil, bukan dengan pengenaan bunga (interest).

Boleh jadi ada sebagian saudara kita yang muslim agak alergi dengan istilah syariah, sehingga keberatan kalau koperasinya diembel-embeli dengan istilah syariah. Hal ini tidak mengapa, tetapi yang penting justru esensinya.

Koperasi simpan pinjam yang maju, profesional dan didambakan adalah yang tidak merugikan anggotanya dengan beban riba. Sebaliknya, koperasi membantu anggotanya yang memang membutuhkan, namun anggota juga memberikan dukungan buat koperasi.

Khusus buat pinjaman yang bersifat kesehatan dan kebutuhan mendesak, sebaiknya koperasi punya unit sosial yang bisa memberikan pinjaman sosial cepat cair saat itu juga, tanpa mengenakan bunga. Bahkan kalau mau lebih berkah, dana seperti itu bukan dipinjamkan, melainkan disedekahkan.

Pengurus koperasi yang punya iman kepada Allah SWT pasti punya keyakinan bahwa uang yang disedekahkan itu tidak akan pernah berkurang. Justru sebaliknya, sedekah ituadalahsarana untuk membuka pintu rezeki dari langit dan bumi. Semakin besar nilai sedekahnya, semakin besar gantinya yang Allah berikan.

Sedangkan untuk pinjaman yang berorientasi bisnis dan usaha, koperasi menjalankan sistem bagi hasil, bukan interest yang diharamkan Allah SWT. Sehingga koperasi itu benar-benar berada di dalam keberkahan-Nya dan selalu diberikan rizki dari arah yang tidak terduga sebelumnya.

Buat anda, bila koperasi simpan pinjam di tempat anda sudah mengacu kepada nilai-nilai di atas, tentu akan sangat bersyukur. Sedangkan bila belum ada, maka upayakan untung pinjam uang dari muslimin yang tahu agama, sehingga tidak mengenakan bunga atas pinjamannya. Hindari koperasi yang hanya sekedar kedok kamuflase dari rentenir. Namanya koperasi dan operasinya 100% rentenir? Nauzu billhi min zalik.

Sebaiknya jangan pernah terpikir di benak anda untuk bersentuhan dengan transaksi haram seperti itu. Kecuali sudah tidak ada lagi manusia muslim di duni ini yang tahu halal haram.

Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc

Terlalu Dekatkah Saya dengan Dosen Pembimbing?

Assalamu'alaikum wr. Wb.

Ustadzah, saya bersyukur sekali bisa konsultasi dengan ustadzah walau hanya lewat e-mail.

Saya seorang mahasiswi perguruan tinggi di suatu kota X. Seperti biasanya, mahasiswi memilki dosen pembimbing akademis yang akan membantu mahasiswanya untuk menyelesaikan masalah terutama dalam belajar. Nah kebetulan saya sering sharing masalah ke bapak dosen pembimbing saya tersebut dan untungnya solusi dari masalah yang diberikan si bapak cukup bisa memberikan pemecahan. Dan akhirnya saya jadi sering konsultasi ke bapak dosen tersebut.

Dilihat dari kedekatan saya dengan bapak itu menurut saya tidak terlalu berlebihan. Nah kebetulan lagi, saya dengan bapak tersebut juga satu organisasi. Yang ingin saya tanyakan di sini. Apakah tindakan saya ini salah dipandang dari konteks keIslaman? Apakah menurut ustadzah hal ini bisa menimbulkan fitnah bagi saya dan si bapak sendiri?

Jazakillah khairankatsira

Ukhti H di kota X

Ukhti H

Jawaban

Assalammu'alaikum wr. wb.

Ukhti H yang sholehah,

Memang enak ya jika kita bisa bertemu dengan orang yang bisa memberi begitu banyak pengetahuan pada kita. Tentu saja kita akan senang berjumpa dengannya karena begitu banyak manfaat yang bisa kita peroleh dengan berbicara dengannya.

Jika pembicaraan yang berlangsung adalah dalam rangka menuntut ilmu ataupun membicarakan hal yang bermanfaat bagi kepentingan umat maka tentu saja tidak ada yang salah dengan itu. Kepada siapapun, baik lelaki atau perempuan, boleh saja kita bertukar pikiran.

Namun memang adab dalam melakukannya memang perlu diperhatikan. Jika anda khawatir akan ada fitnah maka berusahalah untuk tidak berada pada situasi yang menimbulkan fitnah, misalnya janjian untuk tukar pikiran berdua di satu tempat dan semacamnya.

Dalam hal ini tentunya kepekaan hati anda memang harus bermain.Apalagi hati nurani biasanya juga tidak bisa ditipu, ketika kita sudah masuk ke wilayah terlarang maka biasanya nuranipun akan protes dengan perasaan gelisah dan kekhawatiran. Jika demikian maka tandanya sudah mulai ada yang salah dengan motivasi pertemuan dan pembicaraan anda dengannya.

Selain itu memang perlu diperhatikan seringkali terjadi kasus "penyakit hati" akibat dari pertemuan yang terlalu intens antara laki-laki dan perempuan bukan mahrom, apapun bentuk dan niat awal dari pertemuan ataupun pembicaraan tersebut. Oleh karena itu anda adalah penjaga hati anda sendiri dan anda juga penjaga nama baik diri anda sendiri.

Jadi jika anda bertanya, apakah pertemuan yang terlalu sering meskipun untuk pembicaraan yang "baik" dapat menimbulkan fitnah, maka jawabannya ya. Karenanya perhatikan adab pertemuan dan pembicaraan yang anda lakukan bersamanya. Wallahu'alambishshawab.

Wassalammu'alaikum wr. wb.

Rr Anita W.

Isteri Saya Kurang Jujur

Assalamualaikum Wr. Wb.

Saya telah menikah selama 6 tahun. Dan alhamdulilah kami di karunia 2 anak dan beberapa tahun lalu alhamdulilah Allah memberi kamu sekeluarga rejeki yang berlimpah. Dan alhamdullilah Allah sekarang sedang memberikan cobaan pada kami mengenai rejeki tersebut dan berarti perekonomian kami sedang dalam krisis.

Dan apa lagi adik ipar saya yang pastinya merupakan bagian dari kehidupan saya mendapatkan penyakityangsangat memerlukan biaya. Walau penyakit tersebut akibat dirinya sendiri yang memakai narkoba.

Dan penyakit tersebut walau diobati semahal mungkin pastinya tidak akan sembuh dan malah akan semakin menjalar. Dan di samping itu mertua saya seorang janda dan perekonomiannya juga krisis.

Dan semenjak saya mendapatkan cobaan dari Allah saya sekarang ini tidak bisa memberi bantuan lebih ke mertua saya. Apalagi memberikan sesuatu ke pada kedua orang tua sayayangalhamdullilah orang tua saya masih diberi rejeki yag baik.

Tapi walaupun saya mendapat cobaan dari Allah alhamdullilah saya masih mencoba berusaha untuk tetap berinfak atau beramal ke masjid di sekitar rumahyangkebetulan sedang di bangun. Dan dari masjid sendiri menitipkan celengan untuk mempermudah masyarakat memberikan infak jadi setiap bulan di ambil uangyangada di celengan tersebut.

Dan beberapa hari lalu saya mencoba untuk memasukan uang ke celengan tersebut yang kebetulan beberapa bulan ini belum di ambil oleh pihak masjid dan kebetulan celengan tersebut memang ada pintunya jadi walau bisa masukan lewat celah tapi bisa juga lewat pintu tersebut. Dan saat itu yang saya pikir di dalam celengan tersebut telah cukup banyak uang ternyata tinggal beberapa ribu rupiah.

Sedangkan yang tahu pintu celengan tersebut hanya saya dan isteri. Anak-anak masih kecil, tidak mungkin di ambil karena posisinya di atas lemari. Dan salah kah saya mencurigai isteri saya atau pembantu saya. Dan sebenarnya saya lebih mencurigai isteri saya. Mungkin isteri saya merasa kasihan terhadap orang tua dan adiknya. Kebetulan perekonomian kami lagi bermasalah sehingga isteri saya terpaksa mengambil uang tersebut. Dan bagaimana kalau uang tersebut termakan oleh mertua saya atau termakan kami sekeluarga.

Sedangkan sebelumnya saya telah iklas untuk berinfak ke celengan tersebut. Dan bagai mana saya memberikan nasehat dengan tidak menyulut pertengkaran karna saya sendiri paling tidak suka kalau sudah bertengkar karena saya kawatir emosi saya muncul. Walau sebenarnyasaya punya prinsip semua itu milik Allah dan semuanya kembali ke Allah. Cuma bagaimanapun juga kalau isteri saya berbuat seperti itu walau untuk orang tuanya dan adiknyatanpa saya tahu, bukankah uang tersebut tidak berkah?

Dan apakah mungkin karena ketidakjujuran isteri saya tersebutAllah akhirnya memberikan cobaan materi ke pada kami sekeluarga?

Sebab pernah isteri saya memberikan hampir semua uangnya ke pada mertua saya dan adik saya yang memang membutuhkan tanpa sepengetahuan saya. Akhirnya setelah saya tanya dengan tekanan isteri saya mengaku lantaran merasa kasihan terhadap mereka. Saya pikir kalau memang kasihan, kenapa mesti semuanya dikasih dan bukannya kita juga membutuhkan. Apakah saya salah dengan perkataan tersebut? Sebab jujurnya memang sekarang ini kami membutuhkan.

Terimakasih bu atas jawabannya semoga ibu bisa menjawab secepatnya.

Xeon Iii

Jawaban

Assalammu'laikum wr. wb.

Bapak X yang dimuliakan Allah,

Saya ikut prihatin atas berbagai cobaan yang bapak terima saat ini, mulai dari kondisi perekonomian sampai permasalahan isteri dan keluarganya. Alhamdulillah di tengah kemelut yang bapak alami selalu ada niat untuk berbagi dengan yang lebih membutuhkan, semoga Allah meluaskan rizki bapak karenanya.

Di tengah kesempitan rizki tentu tidak terlalu mudah untuk rutin menyisihkan uang untuk beramal, karenanya dapat dipahami kekecewaan bapak terhadap orang yang telah mengambil uang amal yang sudah bapak sisihkan. Dan bapak benar betapa kita harus berhati-hati terhadap harta yang kita beri kekeluarga, jangan sampai keluarga kita menikmati harta yang bukan haknya.

Dan setiap perbuatan yang salah memang patut untuk mendapatkan hukuman, seperti orang yang mencuri punya hukuman yang sudah ditetapkan dalam hukum Islam. Namun coba ambil hikmah dari sahabat Rasul, ketika akan menghukum orang yang tertangkap basah mencuri. Sebelum dihukum dicari tahu dulu mengapa ia mencuri ketika diketahui bahwa ia orang termiskin di kampungnya dan sekelilingnya adalah orang yang sangat mampu maka pencuri itu tidak dihukum justru orang kaya yang tidak peduli padanyalah yang kemudian menerima hukuman.

Saran saya bapak dapat bersikap sebijak itu juga ketika mengetahui secara pasti pencuri uang tersebut. Jika memang itu adalah isteri maka pahamilah mengapa dia melakukannya.Jangan hanya memvonis perbuatan salahnya tapi bimbinglah dia keluar dari masalah yang dihadapinya.

Mungkinkah memang keluarganya sangat membutuhkan uang darinya? Coba diskusikan apa yang bisa dilakukan untuk membantu. Misalnya mungkin dapat menyisihkan juga sebagian rizki amal untuk keluarga isteri jika kebutuhan memang mendesak. lagipula beramal kepada keluarga terdekat seharusnya memang diprioritaskan sebelum melakukan keluar.

Jadi kesimpulannya bu, bimbinglah isteri jika memang berbuat khilaf dan bantulah ia mengatasi akar masalah yang membuatnya melakukan hal yang tak bapak sukai. Semoga dengan perhatian dan kebijaksanaan bapak maka isteri dapat meluruskan kembali jalannya yang salah.Wallahu'alambishshawab

Wassalammu'alaikum wr. wb.

Rr Anita W

Senin, Januari 15, 2007

Meniti Hidayah

Rasa asing menghampiri ketika adik saya mengenakan jilbab untuk pertama kali. Saat itu saya menganggap jilbab adalah bukan pakaian modern. Jilbab hanya dikhususkan untuk guru agama, orang yang bersekolah di madrasah dan sejenisnya yang berbau agama. Tidak cukup sampai di situ, orang yang mengenakan jilbab saya anggap kuno dan tradisional.


Kesan ‘kuno’ itu semakin meyakinkan saya ketika adik saya mengenakan jilbab dan baju yang serba lebar plus di dalamnya dilapisi dengan celana panjang. Kaos kaki menjadi pelengkap yang tidak ketinggalan.

***

Bersamaan dengan itu, adik saya juga mengenakan jilbab mungil kepada putri saya yang masih bayi. Perasaan yang muncul di hati saya ketika itu adalah perasaan bangga. Bangga karena putri saya terlihat cantik, lucu, imut–imut dan menggemaskan. Tidak ada terbersit sedikitpun tentang sebuah makna berdasarkan keimanan. Saya hanya melihat indah secara fisik, itu saja.

Entah kenapa, tanpa saya sangka puteri saya itu begitu ‘taat’ mengenakan jilbabnya. Dia akan segera mengambil jilbabnya ketika saya mengajaknya keluar rumah. Tidak akan pergi ketika jilbab tersebut belum ditemukan.

Suatu waktu di dalam angkot yang pengap dan panas, karena kasihan saya ingin membuka jilbabnya tersebut, tapi dia menolak. Dia tidak menangis atau merengek, sementara itu dahinya penuh dengan titik keringat.

Kemudian, entah bermula dari mana, perlahan tapi pasti perasaan malu mulai mulai mengusik saya. Saya mulai merasa jengah ketika menggendong bayi cantik berjilbab rapi, sementara saya sebagai ibu-nya mengenakan celana jeans dan rambut yang terbuka ke mana–mana. Sungguh kontras.

Duh, saya merasa tertinggal dan ingin segera menuntaskan ketetertinggalan itu. Tapi saya tidak ingin mengenakan jilbab lebar seperti adik saya, saya ingin jilbab yang lebih pendek dan lebih bermodel. Jilbab pertama yang saya kenakan adalah berwarna cerah, bagian depannya saya lilitkan kebelakang leher, sehingga tidak terlalu menjuntai. Terlihat rapi dan lebih chic.

Kemudian, entah apa juga yang menjadi penyebabnya, lama kelamaan saya merasa jengah ketika mengenakan jilbab pendek tersebut. Saya merasa bagian dada saya terlihat ke mana–mana. Ada rasa malu yang hadir saat itu.

Setelah itu, saya kenakan jilbab yang agak lebar yang bisa menutupi dada bahkan nyaris panjangnya sampai kepinggang. Rasa nyaman melingkupi perasaan dan hati. Saya merasa telah membentengi tubuh saya sendiri. Ah, tapi rasanya belum cukup, ada yang kurang, sekarang saya juga ingin mengenakan kaos kaki.

Ya, keinginan itu datang dengan sendirinya. Kadang hilang dan tidak jarang muncul dengan sinyal yang teramat kuat. Jika diperkenankan saya ingin mengatakan mungkin itulah yang dinamakan hidayah. Dengan kebesaran Allah, saya mencoba menjalani setiap tahapan dari bisikan kecenderungan hati tersebut. Saya mencoba menjalankan radar kepekaan untuk meraba rasa malu yang datang entah dari mana. Mungkin jika saya mengabaikan bisikan itu, sampai saat ini saya tidak akan pernah bisa memulainya. Saya masih saja akan berkelit bahwa saya belum mendapatkan hidayah, atau saya akan beralasan saya belum siap, baju di rumah saya belum memadai untuk digunakan, atau bagaimana kalau nanti atasan di kantor keberatan dengan pakaian yang saya kenakan tersebut?

Ketika bisikan kebaikan itu datang, saya mencoba belajar untuk menyingkirkan segala alasan keberatan yang mengikutinya. Saya berusaha menguatkan keyakinan untuk melakukan perubahan saat itu juga.

Maka setelah itu, tidak ada satu halpun yang bisa menghalangi.
Saya ingin menikmati indahnya iman ini dengan berani memulai mengenakan pakaian takwa. Saya tidak ingin menundanya lebih lama lagi, menunggu moment yang tepat untuk memulainya.
Semua keputusan itu ada di dalam hati ini, didasar keimanan yang kadarnya tergantung dari usaha kita sendiri akan menempatkannya dalam tingkatan yang mana saja. Saya tidak ingin berada dalam keraguan dan pertimbangan terus menerus. Hingga akhirnya hidayah itu pergi tanpa saya pernah menyadarinya.

*Terimakasih Annisa & Aisya sayang, ..
Nenda_2001 @ yahoo.com

Hubungan Intim Tiap Hari, Berdosakah?

Assalamualaikum. Wr. Wb

Ust Ahmad yang di rahmati Allah, ada beberapa pertanyaan yang saya ingin konsultasikan mengenai hubungan intim dengan isteri saya Yang:

1 Apakah melakukan hubungan hampir setiap hari berdosa

2 berhubungan yang proposanal yang sesuai dengan Al-qur'an & As sunnah seperti apa?

3 Kalau setelah melakukan hubungan hati iniada perasaan mentesal & gelisah kenapa

4 Isteri saya dalam kondisi hamil 7 bulan apakah masih layak melakukan hubungan intilm

Jazakalah atas jawabannya

Mr A

Jawaban

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabaraktatuh,

Secara hukum syariah, tidak ada larangan bagi suami untuk melakukan hubungan seksual dengan isteri sahnya, kecuali saat haidh dan nifas. Bahkan bila isteri mengalami istihadhah yang bukan haidh dan nifas, hukumnya tetap boleh dilakukan.

Sedangkan bila isteri dalam keadaan hamil, yang harus dijaga adalah jangan sampai mengganggu anak dalam kandungan. Hukumnya tetap halal 100%.

Kita tidak mendapati di dalam Quran dan sunnah, adanya larangan untuk melakukannya tiap hari, bahkan juga tidak terlarang ketika melakukannya beberapa kali dalam sehari. Secara umum, hukumnya boleh, bahkan sunnah yang mendapatkan pahala.

Mendapat pahala?

Benar, dapat pahala. Pertanyana ini juga pernah dilontarkan shahabat nabi yang keheranan, masak sih kita berenak-enak dengan isteri, bisa dapat pahala?

Perhatikan hadits berikut ini:

ولك في جماع زوجتك أجر. قالوا يا رسول الله: أيأتي أحدنا شهوته ويكون له فيها أجر ؟ قال: أرأيتم لو وضعها في حرام أكان عليه فيها وزر! فكذلك إذا وضعها في حلال كان له أجر

Rasulullah SAW bersabda, ..." Kamu mendapat pahala bila menyetubuhi isterimu." Para shahabat bertanya, "Seseorang menunaikan syahwatnya, lalu dapat pahala?" Beliau SAW menjawab, "Tidakkah kamu tahu bila seseorang melakukannya pada yang haram, bukankah dia dapat dosa? Maka kalau dia melakukannya pada yang halal, dia dapat pahala". (HR Muslim)

Maka perasaan bersalah sehabis berhubungan dengan isteri adalah perasaan yang tidak sesuai dengan jalan sunnah. Sebab melakukannya merupakan perintah Allah dan rasul-Nya. Yang melakukannya mendapat pahala.

Jangan biarkan syetan bermain dalam benak anda, denganmembisiki doktrin yang keliru serta bertentangan dengan sabda Rasulullah SAW. Rasa sesal dan gelisah setelah melakukan sunnah nabi SAW berarti datang dari syetan. Sedangkan syetan adalah musuh yang terbesar buat manusia. Tutup telinga anda dari syetan dan dengarlah Quran dan sunnah.

Tentang proporsi yang anda tanyakan, Quran dan sunnah tidak memberikan batas maksimal dan minimal. Yang penting lakukan sesuai dengan kebutuhan anda berdua. Siapa yang butuh, berhak memintanya kepada pasangannya, bahkan meski pasangannya itu sedang tidak butuh. Tetap saja pasangannya wajib melayaninya, baik dalam posisi sebagai suami maupun sebagai isteri.

Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabaraktatuh,

Ahmad Sarwat, Lc

Bukankah Seharusnya Diadili Dulu Baru Disiksa Dikuburnya?

Saya ingin menanyakan perkara azab kubur.

1.Apakah azab kubur itu betul-betul mengazab secara fisik, atau azab kubur itu dilakukan sebagaimana halnya ketika kita bermimpi (menyiksa perasaan/batin).

2. Orang yang akan disiksa seharusnya harus diadili terlebih dahulu. Setelah tahu kesalahan atau kebaikkannya baru diberikan pembalasannya.

3. Sepengetahuan saya penghisaban atas aktifitas hidup dan kehidupan manusia di dunia akan dihisab oleh Allah swt (bukan oleh malaikat), karenayangbisa berbuat adil hanyalah Allah swt.

4. Mungkinkah azab kubur dilaksanakan sebelum Allah swt menghisab manusiayangbersangkutan?

5. Bagaimana dengan manusiayangwafat di hari kiamat, dikubur mana mereka akan menerima azab? Lalu bagaimana kaitan Ayat Al-Qur'an tentang azab kubur ini. Apakah tidak berlaku untuk merekayangwafat pada hari kiamat?

6. Setelah mereka mengetahui tempat mereka di surga (setelah dimasukkan ke dalam kubur), tentu secara otomatis mereka tidak perlu lagi dihisab pada hari penghisaban.

Pertanyaan di atas saya ajukan bukan tidak yakin dengan Al-Qur'an atau hadist, tapi lebih memuliakan Allah swt dalam hal janjinya yang akan menghisap semua aktifitas hidup dan kehidupan umat manusia selama hidup di atas dunia dan Allah tidak pernah mengatakan akan memerintahkan malaikat untuk menghisap atau mengadili manusia yang telah wafat sebelum hari kiamat.

Demikian dari saya semoga jawabanyangdiberikan akan menambah wawasan sayayangsangat sempit.

Indra Zain

Indrazain
indrazain at eramuslim.com

Jawaban

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

1. Yang namanya adzab kubur bukanlah mimpi, tetapi kenyataan. Namun karena alamnya berbeda, kita tidak bisa melihatnya secara pisik.

Kalau kita bongkar kuburan orang kafir, bisa dipastikan tidak ada yang gosong dari jasadnya, kecuali bila Allah SWT ingin memperlihatkannya. Seperti yang sering kita lihat gambarannya di sinetron-sinetron.

Namun umumnya, penyiksaan itu bukan secara pisik menurut alam dunia ini, melainkan secara pisik menurut alam kubur. Alamnya beda, maka wujudnya pun beda. Sebagian orang menyebutkan bahwa orang yang mati itu telah masuk ke 'dimensi' yang lain. Di dimensi yang lain itulah dia berujud pisik seperti kita sekarang ini, lalu digebuki malaikat atau diberi kenikmatan.

Tetapi yang pasti bukan mimpi, melainkan kenyataan.

2. Allah tidak punya kewajiban untuk mengadili dulu hamba-hamba-Nya, baru menyiksanya. Bukankah Fir'aun sudah disiksa sejak masih hidup, yaitu ditenggelamkan hingga mati? Bukankah Namrudz juga disiksa hidup-hidup, yaitu telinganya dimasuki lalat, lalu dia berputar-putar kesakitan hingga mati?

Bukankah penduduk Sadom juga disiksa hidup-hidup dengan diangkat tanah mereka ke langit lalu dihujamkan ke dalam bumi, hingga lenyap di dalam bumi, bahkan hingga kini negeri mereka amblas 400 meter di bawah permukaan air laut?

Bukankah sekian banyak umat lainnya yang membangkang, telah Allah siksa hidup-hidup, bahkan siksaan itu terus berlangsung hingga mereka mati?

Dan kalau mereka mati, bukan berarti siksaan mereka segera dihentikan. Siksaan terus mereka terima sepanjang mereka menunggu di alam kubur hingga datangnya hari kiamat. Setelah itu memang ada timbangan dan pengadilan, tetapi karena mereka mati dalam keadaan kafir, tempat mereka sudah dipastikan di neraka. Kekal abadi selamanya, tidak akan keluar lagi.

Maka tidak ada halangan apapun bagi Allah untukmenyiksa para pembangkang di alam kuburnya. Masalah pengadilan akhirat, tetap pasti ada. Tetapi bukan berarti hukuman belum bisa dijalankan sebelum itu.

Bukankah seorang pencuri yang ketahuan dan ditangkap polisi, juga langsung masuk tahanan, meski belum diadili? Bahkan pengadilannya sendiri baru digelar berbulan-bulan kemudian. Nanti kalau di dalam pengadilan dinyatakan bersalah dan dihukum setahun penjara misalnya, tinggal potong tahanan. Tapi sejak tertangkap, dia sudah harus merasakan hangatnya hotel prodeo, bukan?

Maka begitu pula dengan para ahli maksiat, tukang membantah, para pembangkang syariat Islam. Begitu mati, siap-siap digebuki malaikat adzab di alam kuburnya, bukan di kuburannya, bahkan sakratul maut pun sudah merupakan siksaan tersendiri buat mereka.

Pendeknya, siksa kubur itu benar adanya, karena didukung oleh Quran, sunnah dan juga logika manusia.

Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc

Cara Elegan Dalam Menghadapi Pemikiran Liberal

Assalaamu'alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh
Ba'da tahmid wa shalawat.

Pak Ustadz, semenjak dikeluarkannya fatwa MUI yang menegaskan sesatnya sekulerisme, pluralisme dan liberalisme, kekalutan kelompok Islam Liberal terlihat semakin menjadi-jadi. Bukannya mengevaluasi diri ditegur para ulama dan berpikiran terbuka dalam menerima pendapat berbeda, mereka malah balik mengata-ngatai MUI sebagai tolol, bodoh dan sesat. Malah, fatwa itu seolah menyuntikkan semangat membabibuta utk menggolkan proyek liberalisme Islam.
Masalahnya, dengan sokongan dana yang luar biasa banyaknya, sangat mudah bagi mereka menyelenggarakan workshop, seminar, diskusi terbuka, hingga penerbitan tulisan SEPILIS di mana-mana. Bagus kalau itu ditujukan untuk melakukan dialog secara akademis dan ilmiah, tapi sebagaimana saya baca dari banyak ulama yang sempat berdiskusi dengan mereka, kualitas dialog yang dibangun jauh dari akadmeis dan ilmiah. Sementara bagi sebagian besar kalangan muslim di tanah air, tak terkecuali mahasiswa muslim yang masih lurus dan terpelihara aqidahnya, penetrasi JIL ini lebih tentu amat mengkhawatirkan. Kehadiran mereka (muslim hanif) di forum JIL untuk mengkounter SEPILIS lebih kerap diberitakan sebagai pihak terpojok, dengan sebutan anarkis, tidak intelek, penghujat dan sebagainya. Padahalyangmereka lakukan hanya melontarkan istighfar, takbir, dan kalimah thayyibah lainnya.
Kita yakin ada konsep Al-Haq dan Al-Bathil. Sedangkan JIL menjunjung tinggi konsep relativisme kebenaran (yang benar itu hanya Tuhan, jangan mengambilalih otoritas Tuhan, kata JIL). Di era seperti sekarang, di mana umat Islam negeri ini masih belum berdaya dan berdaulat dalam banyak aspek, JIL ini sungguh-sungguh meresahkan. Supaya energi kita tidak terkuras habis hanya mengurusi isu JIL sambil tetap membentengi diri, keluarga & masyarakat supaya tidak terkena SEPILIS, Bagaimana sebenarnya cara elegan terbaik dalam berhadapan dengan JIL?

Atas jawaban Pak Ustadz, saya sampaikan jazakumullaahu khairan katsiira.
Wassalaamu'alaikum wr. Wb.

Fathurohman

Jawaban

Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Cara elegan adalah dengan mengembangkan sifat profesionalisme dalam bekerja dan pembagian tugas. Tidak perlu semua umat Islam menghabiskan tenaga untuk mengkonter gerakan Liberal, cukup sebagian saja.

Tetapi yang sebagian ini bekerja dengan profesional. Melibatkan ahli atau ilmiuwan sebagai bamper terdepan. Mungkin teman-teman kita yang di ISTAC atau yang telah meraih PHd di barat, bisa kita promosikan sebagai cendekiawan muslim yang hanif. Kita beri jalan untuk mengembangkan potensinya.

Tetapi barisan intelektual saja tentu belum cukup. Kita butuh media, baik cetak maupun elektronik. Kita butuh penerbit yang profesional, mandiri, sehat secara keuangan dan juga punya jam terbang dalam menerbitkan buku-buku berkualitas. Tentu saja isinya adalah konter terhadap pemikiran liberal. Mungkin juga dibantu dengan majalah untuk menjangkau pembaca yang lebih luas dan rutin.

Tapi buku dan majalah saja tidak cukup, kita juga butuh media yang lebih luas dan variatif. Misalnya radio FM. Kalau kalangan aktifis liberalisme punya radio yang digarap serius, sayangnya kita malah tidak punya. Maksudnya, radio yang serius dan dikelola secara profesional, sehat secara keuangan dan mampu sejajar dengan radio bergengsi lainnya.

Sedikit lebih murah dari radio adalah situs internet. Kalau yang ini kita punya cukup banyak, tapi masalah -lagi-lagi- kurang tergarap secara serius dan umumnya juga kurang sehat dari segi finansial. Makanya meski awalnya kita gembira banyak situs Islam, tapi yang mampu bertahan, atau sekedar bisa survive, bisa dihitung dengan jari sebelah tangan. Selebihnya, sudah mati suri atau malah sudah almarhum. Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun.

Jadi masalah yang paling besar di kalangan kita ini bukan tidak mampu membuat konter, tetapi yang jadi masalah adalah kita selalu bekerja serabutan, tidak pernah fokus pada satu titik hingga sampai level profesional.

Budaya kerja dakwah kita adalah budaya kerja kuli pelabuhan. Pokoknya apa saja, yang penting sibuk dan dapat uang. Hal ini sangat berbeda dengan metode musuh-musuh Islam dalam bekerja menghancurkan umat Islam. Mereka bekerja profesional, kemampuan intelektual mereka selalu diasah, potensi diri mereka selalu dikembangkan, serta ide-ide mereka selalu didengar oleh seniornya.

Jadi masalahnya, menurut hemat kami, bukan semata-mata mereka ditaburi dengan dolar. Itu benar, tapi bukan semata-mata karena dolar mereka jadi besar. Tetapi karena mereka 'serius' dalam bekerja. Mereka cukup fokus dan telaten dalam menjalani profesi mereka sebagai penghujat Islam.

Sementara kita mengerjakan semua itu sambil lalu, sambil bisnis, cari uang tambahan, atau kami istilahkan dengan: iseng-iseng berhadiah.

Kita punya lebih dari 5 partai Islam yang besar-besar, ditambah lusiann ormas Islam yang juga besar, tapi sayangnya satu pun tidak ada yang bisa membuat stasiun pemancar radio yang sehat dari segi finansial. Apalagi stasiun televisi.

Atau yang paling sederhana, sekedar menggarap situs Islam yang terdepan, juga kita belum merasakannya. Kalau sekedar situscompani profile, yang isinya hanya berita-berita internal, siapapun juga bisa membuatnya. Tetapi situs Islam yang profesional, dibaca bukan hanya oleh partisannya, tetapi oleh semua kalangan umat Islam, bahkan oleh orang di luar Islam, rasanya kita belum menemukannya. Padahal biaya menghidupkan situs Islam jauh lebih murah dibandingkan membuat stasiun radio atau TV.

Jadi begitulah, kita harus sadar bahwa kondisi 'kesehatan' kita berada pada titik yang paling lemah. Baru sekedar diserang virus liberlisme begitu saja, kita sudah menggelapar-gelepar tidak berdaya. Belum lagi nanti datang beragam variannya, bisa-bisa kita celaka.

Jawaban ini bukan untuk menggambarkan sikap pesimis kita, tetapi dimaksudnya agar kita segera sadar diri, bahwa kalau kita mau melawan liberalisme, pada dasarnya kita sangat mampu. Hanya, karena kita kurang serius menggarapnya, maka banyak sekali potensi kita yang terbuang percuma. Seolah-olah liberalisme itu musuh yang tidak terkalahkan. Padahal liberalisme itu sangat lemah, mudah sekali digusur, seandainya kita bekerja lebih fokus, profesional dan jelas pembagian tugasnya.

Semoga Allah menyatukan langkah kita dalam membela agama-Nya serta memberi petunjuk kepada kita untuk menemukan jalan kemenangan, Amien.

Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc

Benarkah Setan Nggak Boleh Disakiti?

Assalamu'alaikum wr. Wb.

Pak Ustadz yang dimuliakan Allah, saya tergelitik atas informasi dari web ini tentang pengikut sekte Yazidiyyah (penyembah setan) di Irak yang mengatakan bahwa "Tuhan itu maha pengasih, sementara setan itu jahat dan perusak, karena itu setan jangan disakiti." Kemudian saya jadi teringat saat berdebat dengan isteri saya yang menurut saya tidak beralasan. Waktu itu isteri saya melarang saya membuang air panas di lubang WC karena setan yang ada di situ nanti bisa marah dan mengganggu penghuninya. Juga kasus-kasus kesurupan massal yang sering terjadi, misalnya karena penebangan pohon tua, membersihkan rumah/gedung yang sudah lama kosong tanpa izin penghuninya, dll. Saya sendiri sebenarnya sudah tahu bahwa setan itu pekerjaannya mengganggu dan melencengkan aqidah kita namun dari sisi "sosial sesama makhluk ciptaan Allah" apakah kita memang tidak boleh mengganggu mereka ataukah kita bertindak masa bodoh saja dengan "Bismillahirrahmanirrahim" tetap beraktifitas, toh kita nggak melihat mereka seperti halnya hewan/tumbuhan, dimensi sudah lain, mau terganggu apa nggak urusan mereka sendiri.

Mohon penjelasannya agar aqidah dan iman kami semakin kuat.
Jazakallohu khoiron katsiron.

Wassalamu'alaikum wr. Wb.

Heri Setyadi
heristar at eramuslim.com

Jawaban

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Kalau niatnya semata-mata mengganggu, kepada siapa pun tidak boleh kita lakukan. Termasuk kepada syetan sekalipun. Akan tetapi kalau setan mengganggu pekerjaan kita, maka gangguan syetan itu harus dihilangkan. Maksudnya, jangan sampai urusan kita sebagai khalifah Allah SWT harus terhalang hanya karena syetan merasa terganggu.

Misalnya, manusia membutuhkan lahan untuk membangun rumah hunian. Tapi ada satu pohon angker yang konon 'dihuni' oleh makhluk halus tertentu. Tiap kali pohon itu mau ditebang, selalu saja ada yang kesurupan, seolah-olah 'penghuni' pohon itu sengaja menghalangi proyek pembangunan.

Dalam hal ini sebagai manusia muslim yang beriman kepada Allah dan rasulnya, kita tidak boleh mengalah dengan syetan. Kalau memang harus menebang pohon angker itu demi kebaikan umat manusia, seharusnya syetan yang mengalah. Kalau mereka menyerang dengan beragam gangguan, maka kita lawan dengan meminta perlindungan hanya kepada Allah saja.

بسم الله لا يضر مع اسمه شيئ في الأرض ولا في السماء

Dengan nama Allah, segala sesuatu di bumi dan langit tidak bisa mendatangkan kemudharatan.

Urusan debat anda tentang kamar mandi, bisa diselesaikan dengan doa masuk ke kamar mandi. Salah satu fungsi doa masuk kamar mandi adalah untuk mengusir dan mengingatkan syetan dan sejenisnya agar tidak merasa terganggu oleh manusia.

Apa urusannya syetan tinggal di wc milik manusia?Berarti syetan adalah indtruder di rumah kita. Dan itu berarti bahwadari awal syetan itu sudah salah. Jangan pula manusia disalahkan ketika melakukanaktifitas di dalam rumahnya sendiri.

Syetan Adalah Musuh Manusia dan Harus Dijadikan Musuh

Adapun sekte penyembah syetan itu, jelas sekte yang bertentangan dengan aqidah Islam. Sebab seharusnya syetan itu memang dijadikan musuh, bukan malah dijadikan teman. Apalagi sampai disembah segala.

Sebab Allah SWT telah menetapkan bahwa syetan adalah musuh manusia. Dan manusia wajib menjadikan syetan sebagai musuhnya.

Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh bagimu, maka anggaplah ia musuh, karena sesungguhnya syaitan-syaitan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala(QS. Fathir: 6)

Maka tidak ada kamus berdamai dengan syetan bagi seorang muslim. Juga tidak ada cerita berbaik-baik dengan mereka, apalagi berkasih sayang. Sebab Allah SWT sendiri yang telah memerintahkan agar kita menjadikan syetan sebagai musuh. Kalau sudah Allah sendiri yang menetapkan, kita tidak punya pilihan apa-apa lagi.

Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc

Rabu, Januari 03, 2007

In Memoriam...


Wanita berusia 60 tahun itu dipanggil “Mbah” oleh anak jalanan Stasiun Lempuyangan. Aku mengenal Mbah sejak anak jalanan Stasiun Lempuyangan tidak dapat kutemui lagi berkeliaran di stasiun, dengan begitu tentu saja aku kesulitan untuk mengumpulkan mereka mengaji di masjid stasiun itu.

Seorang anak jalanan, Yudi mengantarku ke rumah Mbah, tidak jauh dari stasiun. “Sekarang anak-anak tidur di rumah Mbah…” lapor Yudi padaku. Sebuah rumah gubug dengan satu kamar tidur dan sebuah ruangan berukuran 2 x 3 meter menjadi satu dengan dapur. Di ruangan 2 x 3 meter itulah Mbah menampung anak-anak jalanan.

Sekitar sepuluh anak jalanan tidur di rungan sempit itu dan di ruangan itu pula dikemudian hari aku mengumpulkan anak jalanan untuk belajar Iqro’ setiap hari dan mendengarkan ceramah setiap bulannya. Yudi kemudian memperkenalkan aku dengan Mbah, seorang wanita yang masih kelihatan segar dan kuat di usia senjanya.

Mbah dengan segala keterbatasan dan keikhlasannya membuka lebar pintu gubugnya untuk anak jalanan yang membutuhkan tempat untuk berteduh, mengurus mereka seperti mengurus cucu sendiri, walaupun ia sendiri membutuhkan uluran tangan orang lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari yang selama ini bergantung dari pesanan kue tradisional jika ada tetangga yang hajatan.

Namun aku yakin, rezeki Allah Maha Luas apalagi untuk seorang yang berhati mulia seperti Mbah. Pernah suatu kali, Rahmat seorang anak jalanan yang diasuh mbah minta sedikit beras untuk diisi ke dalam botol yakult yang akan digunakannya untuk ngamen.

“Nggak ada beras” jawab Mbah.

“Sedikiiit aja Mbah…” pinta Rahmat dengan wajah memelas.

“Nggak ada beras, kalo nggak percaya lihat aja di situ”

Rahmat mencari beras ke tempat yang ditunjuk Mbah, dia terdiam setelah melihat tempat Mbah biasa menyimpan beras telah kosong, Aku lantas berfikir, kalau nggak ada beras berarti Mbah dan anak-anak hari ini tidak makan…tapi baru saja aku berfikir begitu, datang seorang laki-laki mengucapkan salam dan ditangannya ada sekotak besar nasi dan lauk-pauknya, ada hajatan katanya.

Subhanallah!

Begitu cepatnya pertolongan Allah datang kepada Mbah dan anak-anak yang kelaparan! Yang membuatku lebih terharu, Mbah langsung memanggil anak-anak untuk makan bersama, dan dalam hitungan detik kotak nasi itu telah dikerumuni anak-anak asuhan Mbah..

Suatu hari…Mbah sakit! Tiga hari tidak sadarkan diri. Panik, aku segera memanggil taksi dan membawa Mbah ke rumah sakit. Di ruang UGD Mbah mulai sadar, lisannya tak henti-henti mungucapkan kalimat thoyyibah. Dokter mendiagnosa penyakit Mbah, hipertensi dan magh kronis. Mbah harus dirawat di rumah sakit. Lima hari Mbah berdiam di rumah sakit, selama itu aku dan anak-anak bergantian menjaganya.

Setiap hari Mbah merengek minta segera dipulangkan karena takut biaya rumah sakit yang mahal. Seorang Ibu yang dirawat dalam satu bangsal dengan Mbah, dibawa pulang oleh anaknya karena sudah tidak kuat menanggung biaya rumah sakit sedangkan sakit ibunya tak jua menunjukkan kesembuhan.

Setelah Mbah kuyakinkan bahwa kesembuhannya-lah yang terpenting, hal itu memicu semangat Mbah untuk segera sembuh dan dalam tempo lima hari Mbah telah dinyatakan sehat. Untuk menutupi biaya rumah sakit, teman-teman kampusku memberikan sumbangan, dan untuk menutupi kekurangannya kujual perhiasanku. Semua itu belumlah sepadan dengan apa yang selama ini Mbah lakukan…

Ketulusan, cinta, kasih sayang yang ia berikan untuk anak-anak yang bukan dari darah dagingnya sendiri. Dan semua itulah yang sesungguhnya sangat dibutuhkan oleh mereka, anak jalanan. Kasih sayang dan perhatian Mbah, bukan hanya untuk anak jalanan, tapi juga untukku.

Sebagai anak kost yang jauh dari orang tua dan keluarga, kasih sayang dan perhatian Mbah bagaikan air yang menyejukkan. Setiap kali aku datang ke rumah Mbah untuk mengajar anak-anak, Mbah tak pernah lupa menyuguhkan segelas teh hangat untukku, kalau ada, disertai makanan kecil sekadarnya.Jika tidak ada, Mbah hanya menyuguhkan segelas air putih. Apabila sehari saja aku tidak datang, Mbah sibuk mencariku.

Ketika tangan kiriku patah akibat kecelakaan, Mbah tak pernah berhenti memikirkanku. Dengan penuh harap Mbah memohon padaku agar ia kuperbolehkan ikut ke kost untuk merawatku hingga tanganku sembuh, atau kalau tidak, Mbah minta agar aku membawa baju-baju kotorku ke rumahnya agar dapat ia cuci.

Suatu kali, aku berkata pada Mbah, “Mbah, kalau kuliah saya selesai, saya harus pulang. Mbah ikut saya ya…”. Mbah terdiam, lantas berkata, “Kalau Mbak sudah nikah aja Mbah ikut, ngerawat anaknya Mbak…”.

Aku begitu terharu mendengarnya, dan berjanji dalam hati, kalaupun aku harus pulang ke daerah asalku, suatu saat nanti ketika aku menikah aku akan kembali ke Yogya untuk menjemput Mbah, mengajaknya tinggal bersamaku. Beberapa bulan setelah itu… setelah wisuda, aku datang ke rumah Mbah dengan membawa sedikit oleh-oleh. Aku bermaksud memberinya kabar gembira bahwa aku telah berhasil lulus sekaligus berpamitan pulang ke daerah asal…namun bukan Mbah yang kutemui, melainkan anaknya.

Dengan hati-hati anaknya mengatakan padaku bahwa Mbah telah meninggal dunia sebulan yang lalu karena ditabrak kendaraan ketika menyeberang jalan…sekujur tubuhku lemas.terngiang kembali perkataan Mbah, “Kalau Mbak sudah nikah Mbah ikut Mbak…” tak disangka itu pertemuan kami yang terakhir, dan mungkin keinginan Mbah yang terakhir…tapi mbah tak pernah lagi dapat kutemui apalagi tinggal bersamaku.. walaupun aku telah menikah dan kembali ke Yogya,

Mbah tak pernah tinggal bersamaku seperti keinginannya dahulu. Satu pelajaran yang kudapat dari Mbah, selalu ikhlas menolong orang lain meskipun dalam keadaan sempit..

Jawaban Istikharah dari Al-Quran

Assalamu Allaikum wr. Wb.

Ustadz saya punya pertanyaan tentang sholat istikharah. Beberapa waktu yang lalu teman saya melakukan sholat istikharah untuk memilih yang terbaik dari suatu urusan. Setelah melaksanakan sholat Istikharah, teman saya tersebut membuka Al-Quran secara acak untuk mendapatkan jawaban atas urusannya tersebut. Yang saya tanyakan apakah cara mendapatkan jawaban dari Allah melalui Al-Quran setelah melakukan sholat Istikharah ini ada dalilnya?

Demikian pertanyaan dari saya dan mohon penjelasannya.

DA

Jawaban

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Membuka mushaf Al-Quran secara acak untuk mendapatkan jawaban dari shalat istikharah tentu tidak ada dasar syariahnya. Hal itu karena beberapa alasan:

Pertama: Rasulullah SAW tidak pernah mencontohkan atau memberi petunjuk tentang hal itu.

Kedua: di masa beliau hidup, mushaf Al-Quran yang lengkap belum tersusun. Semua masih dalam bentuk lembaran-lembaran yang terpisah-pisah. Bahkan sebagian besarnya bukan terbuat dari kertas, melainkan terbuat dari kulit, pelepah kurma, tulang dan lainnya.

Jadi bagaimana mungkin di masa itu ada shahahat yang bisa membuka mushaf Al-Quran secara acak? Sementara mushafnya sendiri belum ada seperti sekarang.

Ketiga: Ayat Al-Quran adalah ayat yang suci dan diturunkan sebagai dasar syariah yang berlaku untuk seluruh umat Islam, tidak hanya berlaku untuk orang per-orang.

Kecuali hal itu terjadi kepada diri Rasulullah SAW atau para shahabat yang mengalami masa turunnya Al-Quran. Sangat dimungkinkan adanya ayat tertentu yang turun khusus untuk menjawab persoalan yang melibatkan orang-orang tertentu.

Misalnya, ada ayat yang turun untuk membenarkan pendapat (ijtihad) Umar bin Al-Khattab radhiyallahu 'anhu. Yaitu surat Al-Anfal ayat 67:

Tidak patut, bagi seorang Nabi mempunyai tawanan sebelum ia dapat melumpuhkan musuhnya di muka bumi. Kamu menghendaki harta benda duniawiyah sedangkan Allah menghendaki akhirat. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.(QS. Al-Anfal: 67)

Latar belakang turunnya ayat ini adalah musyawarah dan dengar pendapat yang digelar Rasulullah SAW terkait dengan tawanan perang Badar. Beliau SAW dan sebagian besar shahabat cenderung perpendapat bahwa sebaiknya musyrikin Makkah itu tidak dibunuh,
tetapi ditawan saja untuk dimintai tebusan dari keluarganya. Sedangkan Umar ra cenderung untuk menghabisi nyawa mereka. Ketika keputusan telah diambil dan pendapat Umar 'kalah' suara, tiba-tiba turunlah ayat ini yang membenarkan pendapat Umar ra.

Maka turunnya ayat ini menjadi petunjuk bagi Rasulullah SAW untuk membenarkan pendapatUmar ra dan mencabut kembali ijtihadnya sendiri.

Namun sekarang ini Al-Quran sudah tidak turun lagi dari langit, sehingga tidak ada lagi kasus per kasus yang dipecahkan dengan cara menanti turunnya ayat Al-Quran.

Adapun menggunakan ayat Al-Quran dengan cara acak, jelas tidak bisa dibenarkan. Sebab belum tentu ayat itu tepat untuk menjawab suatu masalah. Bahkan boleh jadi malah sama sekali tidak 'nyambung' antara masalah yang ingin dipecahkan dengan ayat yang didapat secara random itu. Kalau hal ini dipaksakan juga, kita telah berdosa kepada Al-Quran. Sebab telah menyelewengkan penggunaannya dengan cara yang tidak bisa dipertanggung-jawabkan.

Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc

Melihat Calon Isteri Tanpa Jilbab

Assalammualaikum Warahmatullah Wabarakatuh. Pak Ustadz Apakah boleh Calon Suami melihat Calon Isterinya tanpa menggunakan Jilbab? Adakah dalil yang mendukung?Mohon segera dijelaskan. Syukron. Wassalammualaikum Warahmatullah Wabarakatuh.

NN

Jawaban

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Islam tidak mencela apalagi melarang seorang laki-laki yang menginginkan kriteria tertentu atas calon isterinya, bahkan kepada hal-hal yang bersifat fisik sekalipun. Katakanlah misalnya, seorang laki-laki ingincalon isterinya punya jenis rambut tertentu, atau warna kulit tertentu, atau tinggi tertentu, bahkan jenis suara tertentu.

Semua keinginan itu adalah hal yang wajar dan tidak bisa divonis sebagai sikap mendahulukan hal-hal fisik ketimbang non fisik.

Sebab di antara salah satu pertimbangan yang diterima syariat Islam tentang memilih calon isteri adalah masalah fisik, yaitu masalah kecantikan. Selain masalah keturunan, kekayaan dan agama tentunya.

Yang dilarang adalah mengalahkan pertimbangan sisi agama oleh sisi pertimbanan sisi kecantikan saja. Itulah makna fazhfar dizatid-diin yang sebenarnya. Bukan berarti seorang diharamkan bila secara fitrah menginginkan punya isteri yang cantik menurut kriteria subjektif darinya.

Karena itulahsyariat Islam memberikan kebolehan bagi seorang laki-laki untuk melihat secara fisik wanita yang akan menjadi calon isterinya. Maka demikianlah disebutkan dalam semua kitab fiqih, bahwa di antara hal-hal yang membolehkan seorang laki-laki melihat seorang wanita adalah saat berniat untuk menikahinya. Sebagaimana yang pernah Rasulullah SAW anjurkan kepada seorang shahabatnya yang berniat hendak menikahi seorang wanita.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ اَلنَّبِيَّ قَالَ لِرَجُلٍ تَزَوَّجَ اِمْرَأَةً: أَنَظَرْتَ إِلَيْهَا? " قَالَ: لَا. قَالَ, " اِذْهَبْ فَانْظُرْ إِلَيْهَا

Dari Abi Hurairah ra berkata bahwa Nabi SAW bertanya kepada seseorang yang menikahi seorang wanita,"Sudahkah kamu melihatnya?" Dia menjawab,"Belum!." Nabi SAW bersabda,"Pergilah dan lihatlah." (HR Muslim)

وَعَنْ جَابِرٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ إِذَا خَطَبَ أَحَدُكُمُ الْمَرْأَةَ, فَإِنْ اِسْتَطَاعَ أَنْ يَنْظُرَ مِنْهَا مَا يَدْعُوهُ إِلَى نِكَاحِهَا, فَلْيَفْعَلْ رَوَاهُ أَحْمَدُ, وَأَبُو دَاوُدَ, وَرِجَالُهُ ثِقَاتٌ, وَصَحَّحَهُ اَلْحَاكِمُ

Dari Jabir ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Bila seorang di antara kalian melamar wanita, bila mampu untuk melihat apa yang membuatnya tertarik untuk menikahinya, maka kerjakanlah. (HR Ahmad, Abu Daud dan Al-Hakim menshahihkannya)

Namun kebolehan untuk melihat calon isteri tidak menggugurkan kewajiban menutup aurat bagi pada wanita. Hukum kewajiban menutup aurat bagi seorang wanita dan keharaman terlihat auratnya itu oleh laki-laki ajnabi yang bukan mahramnya, tetap eksis dan tidak bisa digugurkan begitu saja. Apalagi hanya karena kepentingan calon suami yang ingin melihat keadaan fisik calon isterinya.

Hukum menutup aurat bisa gugur hanya dengan hal-hal yang bersifat darurat secara syariah, misalnya untuk kepentingan pengobatan yang secara akal manusiawi tidak atau belum ditemukan cara lain. Dalam kasusseorang ibu yang terpaksa harus melahirkan dengan operasi sesar karena ada kelainan dalam proses persalinan, sedangkan dokter yang ada hanya laki-laki, maka saat itu demi menolong nyawa keduanya, sebagian aurat yang terkait dengan operasi itu boleh sementara terlihat.

Sebaliknya, kalau hanya untuk calon suami yang 'penasaran' ingin melihat secara langsung keadaan fisik calon isteri, hukumnya haram. Dan rasa 'penasaran'nya itu tidak termasuk ke dalam kategori darurat yang menggugurkan keharaman.

Sehingga titik temunya ada pada kebolehan melihat wajah dan kedua tapak tangannya. Di luar keduanya, tetap haram untuk dilihat secara langsung.

Lalu bagaimana dengan kepentingan calon suami? Apakah dia harus 'membeli kucing dalam karung'? Bagaimana kalau setelah akad nikah, suami kecewa dengan keadaan fisik isterinya? Bukankah hal itu tidak adil?

Untuk itu marilah kita dudukkan masalahnya dengan jelas. Sebenarnya yang dilarang hanyalah melihat secara langsung. Sedangkan bila keadaan fisik seorang calon isteri diceritakan oleh orang yang berhak dan tsiqah, hukumnya tidak dilarang.

Yang secara penglihatan langsung dibolehkan memang hanya wajah dan kedua tapak tangan, tetapi sebenarnya 'fasilitas' ini sudah sangat sarat memberi informasi.

Misalnya informasi tentang jenis kulit, kehalusannya serta warnanya, sudah pasti sangat jelas dan terpenuhi. Karena wajah dan kedua tapak tangan itu ada kulitnya dan boleh dilihat. Demikian juga dengan ukuran tinggi tubuh, boleh dilihat secara langsung. Juga suaranya yang memang bukan aurat, boleh didengar secara langsung. Raut wajah yang halal dilihat sudah sangat menggambarkan kecantikan seorang wanita, karena pusat kecantikan fisik wanitamemang ada di wajah.

Bahkan buat sebagian orang yang ahli, cukup dengan melihat telapak tangan bagian dalam, bisa didapat banyak informasi yang lumayan lengkap, misalnya tentang kerajinannya dalam bekerja, kemampuannya dalam memberi keturunan dan lain sebagainya.

Bagaimana dengan bentuk fisik rambut? Bukankah buat sebagian laki-laki, jenis rambut, bentuk serta modelnya, cukup menjadi bahan pertimbangan?

Rambut adalah aurat wanita, haram dilihat oleh laki-laki asing (ajnabi), termasuk calon suami. Maka untuk kepentingan itu, informasinya boleh disampaikan dengan jalan diceritakan. Baik secara langsung oleh yang bersangkutan, atau oleh orang lain yang tsiqah. Misalnya oleh keluarganya, atau sesama wanita. Buat mereka yang ahli, cukup diceritakan ciri fisiknya, sudah lumayan lengkap dan bisa tergambar.

Pernahkah anda melihat ahli lukis wajah yang bekerja untuk kepolisian? Dia mampu melukis ulang wajah seorang penjahat tanpa pernah melihat langsung wajahnya, cukup dengan mendengarkan keterangan dari orang lain yang pernah melihatnya. Hasilnya, hmm not to bad!. Buktinya banyak penjahat tertangkap setelah polisi mengedarkan lukisan wajahnya.

Tapi semua informasi tadi tidak akan didapat bila sesorang hanya melihat pas poto yang berukuran 2x3 cm, seperti yang sering terjadi dalam urusan ta'aruf para aktifis dakwah. Padahal Rasulullah SAW telah membolehkan untuk melihat secara langsung, bahkan sampai menganjurkan. Maka berta'aruf hanya lewat pas photo justru tidak sesuai dengan sunnah Rasulullah SAW. Paling tidak, sekian banyak informasi yang merupakan hak seorang calon suami, tidak akan didapat dengan mudah. Apalah arti selembar bio data dan sebuah pas foto yang tidak berwarna?

Kesimpulan:

Maka melihat calon isteri secara fisik hukumnya sunnah, karena memang demikianlah anjuran dari nabi kita SAW. Namun hanya boleh terlihat wajah dan kedua tapak tangannya, karena selain dari keduanya, merupakan aurat yang haram dilihat. Tapi kalau diceritakan, hukumnya boleh, bila dilakukan dengan memenuhi aturan syariah.

Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Ahmad Sarwat, Lc

Non Muslim berkorban untuk Ibunya

Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Semoga Pak Ustadz selalu dalam lindungan-Nya. Amin

Pak Ustad saya ada pertanyaan:

Bagaimana Hukumnya apabila seseorang (non muslim) berqurban untuk almrhumah ibunya yang sudah meninggal dunia, apakah qurban tersebut dapat diterima Allah? itu saja pertanyaan saya teima kasih.

Wassalamu'alaikum

ramah
ramah at eramuslim.com

Jawaban

Asalamu 'alaikum warahmatulahi wabarakatuh,

Ibadah ritual yang dilakukan oleh seorang yang bukan muslim, tidak akan diterima Allah SWT. Karena salah satu syarat sah ibadah ritual adalah keIslaman.

Kira-kira sama dengan seorang yang shalat tapi tidak berwudhu'. Sekhusyu' apapun shalatnya, sepanjang apa pun ayat yang dibacanya, selama apa pun sujudnya, sehitam apa pun jidatnya karena sujud, tapi tanpa berwudhu' terlebih dahulu, maka shalat itu tidak sah. Yah, apa boleh buat, memang begitu aturan dari 'sono'nya.

Maka seorang non muslim yang mengeluarkan uang untuk membeli seekor kambing, lalu disembelihkan kambing itu, dengan niat agar pahalanya disampaikan kepada orang tuanya, jelas tidak akan sampai pahalanya. Bagaimana mau sampai, lha wong ibadah ritualnya saja tidak sah?

Namun ada jalan keluar yang mungkin bisa diambil agar hewan yang disembelih itu bisa bernilai ibadah yang sah. Yaitu dengan cara memberikan terlebih dahulu hewan itu kepada seorang muslim. Boleh saja seorang muslim itu masih familinya atau sebenarnya juga sah bila dilakukan oleh siapa pun. Toh yang penting orang itu beragama Islam.

Setelah hewan diserahkan oleh anak yang bukan muslim itu kepada seorang yang beragama Islam, barulah dia meniatkan agar pahala sembelihan itu disampaikan kepada untuk almarhumah.

Namun dengan syarat bahwa almarhumah itu pun juga beragama Islam. Sebab kalau dia kafir, tentu juga tidak akan ada artinya. Bagaimana mungkin sebuah ibadah ritual di dalam syariat Islam, dilakukan oleh non muslim dan diperuntukkan juga untuk non muslim?

Memang ada sedikit beda pendapat tentang hukum berqurban untuk orang yang sudah wafat. Kami telah menjelaskan perbedaan pendapat ini sebelum, silahkan periksa di: http://www.eramuslim.com/usm/mkn/45820c0b.htm

Wallahu a'lam bishshawba, wassalamu 'alaikum warahmatulahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc

Selasa, Januari 02, 2007

Bolehkah membagi daging kurban pada Non Muslim

Assalamu'alaikum wr. wb.

Ustadz.mohon penjelasan lebih lanjut tentang membagikan daging hewan kurban pada Non Muslim.

Kondisi di tempat tinggal kami sangat heterogen dan dapat dikatakan mampu (perumahan). Ada hal yang menarik karena setiap Idul Adha semua warga, tak terkecuali Non Muslim, mendapat daging kurban. Untuk tahun ini, jumlah penerimaan hewan kurban agak menurun dibanding tahun sebelumnya. Sebagian masyarakat ada yang berpendapat yang Non Muslim tidak usah diberi, tetapi sebagian masyarakat berpendapat untuk tetap memberi pada Non Muslim karena sudah kebiasaan dari tahun sebelumnya dan takut timbul perasaankecewa dari warga Non Muslim. Mohon solusinya?

Terima kasih atas jawabannya. Dan saya yakin bermanfaat buat pembaca yang lain.

Wassalamu'alaikum wr. wb.

biggie
biggie at eramuslim.com

Jawaban

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Apa yang anda tanyakan itu memang menjadi silang pendapat di kalangan para ulama di masa lalu. Sebagian membolehkan kita memberikan daging qurban untuk non muslim (ahlu zimah), sebagian lainnya tidak membolehkan.

Kalau kita telusuri lebih dalam literatur syariah, kita akan menemukan beberapa variasi perbedaan pendapat, yaitu:

Ibnul Munzir sebagaimana diriwayatkan oleh Al-Imam An-Nawawi mengatakan bahwa umat Islam telah berijma' (sepakat) atas kebolehan memberikan daging qurban kepada umat Islam, namun mereka berselisih paham bila diberikan kepada fakir dari kalangan non muslim.

Imam Al-Hasan Al-Basri, Al-Imam Abu Hanifah dan Abu Tsaur berpendapat bahwa boleh daging qurban itu diberikan kepada fakir miskin dari kalangan non muslim.

Sedangkan Al-Imam Malik berpendapat sebaliknya, beliau memakruhkannya, termasuk memakruhkan bila memberi kulit dan bagian-bagian dari hewan qurban kepada mereka.

Al-Laits mengatakan bila daging itu dimasak dulu kemudian orang kafir zimmi diajak makan, maka hukumnya boleh.

Al-Imam An-Nawawi mengatakan bahwa umumnya ulama membedakan antara hukum qurban sunnah dengan qurban wajib. Bila daging itu berasal dari qurban sunnah, maka boleh diberikan kepada non muslim. Sedangkan bila dari qurban yang hukumnya wajib, hukumnya tidak boleh.

Syeikh Ibnu Qudamah mengatakan bahwa boleh hukumnya memberi daging qurban kepada non muslim. Karena daging itu makan mereka juga dan dibolehkan mereka memakan daging. Kebolehannya sebagaimana kita dibolehkan memberi makanan bentuk lainnya kepada mereka. Dan karena memberi daging qurban kepada mereka sama kedudukannya dengan sedekah umumnya yang hukumnya boleh.

Kesimpulan dari pendapat-pendapat yang agak saling berbeda ini adalah bahwa secara umum para ulama cenderung kepada pendapat yang pertama, yaitu pendapat yang membolehkan. Khususnya bila non muslim itu termasuk faqir yang sangat membutuhkan bantuan, atau tinggal di tengah-tengah masyarakat muslim seperti cerita anda. Siapa tahu dengan kebaikan yang kita berikan, dia akan masuk Islam. Atau paling tidak, ada nilai tambah tersendiri dalam pandangannya tentang Islam dan umatnya, sehingga tidak memusuhi, bahkan berbalik menjadi simpati.

Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc

Taqdir : Bisakah Diubah?

Assalamualaikum,Wr Wb

Ustd. saya mau tanya:

1. Bagaimana menempatkan posisi firman allohyangmengatakan bahwa segala sesuatunya telah ditetapkan olehNya, sementara alloh memasuukan orang berdosa ke neraka, orang baik ke surga,sementara apapunyangakan terjadi dan telah terjadi hanya sesuai kemaunnya?

bukankah kita tidak pernah meminta diciptakan?bukankah kita juga ingin menjadi orang yang diridhoinya?bukankah kita ingin ditunjukkan jalan lurus dan yang bathil????bukankah setiap kita berharap surga, berharap bertemu Nya??? Tapi mengapa setiap kali ingin berbuat perubahan ke arah kebaikan,selalu gagal??kegagalan ini bukan hitungan sehari,dua hari..tapi sudah hingga detik ini sejak akil baliq...

tolong ustad, jelaskan bagian mana dari takdir kita yang dapat dirubah danyangtidak dapat dirubah..

Tolong muat dan jawab pertanyaansaya iini ustd.saya sangat menunggu..

semoga ustd. diberkahi Alloh atas bantuannya

Wassalam

Zahrah Syahidah
mom_mylovely2510 at eramuslim.com

Jawaban

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Siapa bilang takdir tidak dapat diubah? Kalau memang takdir tidak bisa diubah, buat apa Allah SWT memerintahkan kita untuk berdoa dan berusaha?

Lebih jauh dari itu, siapa pula yang memberi tahu kepada kita bahwa takdir kita akan begini atau begitu? Lalu atas asumsi itu, kita diam saja tidak bekerja atau berusaha, karena beranggapan semua pasti sudah ditentukan oleh Allah SWT.

Pemahaman seperti ini adalah sebuah manhaj aqidah yang keliru dan sesat. Dan tentu saja harus dihindari bila sampai merasuk ke dalam imajinasi kita. Kita harus berusaha dan bekerja, jangan sampai terhalang oleh pikiran kotor bahwa Allah SWT sudah mentaqdirkan dan mentok. Urusan taqdir itu urusan Allah, jangan dibawa-bawa ke ruang berpikir kita yang hanya akan menyebabkan kita jadi bingung sendiri.

Dan perlu diketahui bahwa bagi Allah SWT, tidak ada halangan untuk mengubah taqdir seseorang. Sebab Allah SWT Maha Kuasa atas segala sesuatu. Dan sebagai Tuhan Yang Maha Kuasa, Dia telah memerintahkan kita untuk berusaha, bekerja, mengeluarkan jerih payah dan berharap yang terbaik bagi diri kita. Lalu mengapa tiba-tiba kita berprasangka buruk kepada Allah SWT, bahwa diri kita sudah ditaqdirkan jelek dan nasib kita pasti buruk?

Ini adalah bentuk penyesatan syetan kepada manusia, yang dimain-mainkan dengan filsafata sesat gaya aliran Qadariyah dan Jabariyah. Golongan Qadariyah menganut paham bahwa segala sesuatu tergantung ketentuan-Nya dan segala konsekuensinya. Dan golongan Jabbariyah ada pada kutub lawannya, yaitu bahwa manusia terpaksa dengan pekerjaan-pekerjaannya tidak memiliki pilihan dan kemampuan

Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc

Sembilan Pelajaran Ibadah Haji

Oleh Mochamad Ilyas

Berbagai ibadah yang Allah perintahkan kepada hamba-Nya sudah barang tentu mengandung hikmah besar di dalamnya, tanpa terkecuali ibadah haji. Ibadah yang kerap disebut sebagai napak tilas spiritual Nabi Ibrahim ini mengajarkan banyak hal kepada kita. Setidaknya ada 9 mutiara hikmah yang dapat digali dari ibadah haji ini.

Pertama, Imam Bukhari dan yang lainnya meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas, dikatakan bahwa penduduk Yaman ketika itu hendak menunaikan ibadah haji. Sementara itu mereka sama sekali tidak membawa perbekalan. Dengan entengnya mereka mengatakan, “Kami orang-orang yang bertawakkal.” Sikap orang Yaman itu mendapat teguran dari Allah. Sehingga turunlah firman Allah, “Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa…,” (2:197). Lantas para ahli tafsir mengatakan, maksud bekal di sini adalah perbekalan maaliyyah (finansial) sehingga para jamaah tidak melakukan perbuatan hina dengan minta-minta dan mengemis selama perjalanan ibadah haji. Jadi jelas sekali di sini Allah secara implisit mengaitkan tindakan untuk tidak minta-mintadan mengemis denganketakwaan. Artinya, salah satu wujud ketakwaan itu adalah memelihara diri dari perbuatan minta-minta dan mengemis. Tampaknya, Allah ingin agardalam ibadah itu tidak dikotori perbuatan hina.Karena itu, kita sangat prihatin maraknya perbuatan 'minta-minta massal' yang dipertontonkan oleh sebagain kalangan umat Islam di jalanan dengan dalih untuk pembangunan masjid, terlebih lagi dengan sedikit memaksa. Di samping tindakan seperti itu mengganggu ketertiban umum, juga akan mengesankan bahwa Islam melegalkan perbuatan minta-minta dan mengemis. Bukankah Islam mengatakan ‘tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah’.

Kedua, adalah sudah menjadi kebiasaan orang-orang Arab jahiliyyah setelah menunaikan ibadah haji mereka menyebut-nyebut kemegahan nenek moyang mereka. Kemudian Allah meluruskan kebiasaan tersebut. Firman-Nya, “Apabila kalian telah menuntaskan ibadah hajimu, maka berdzikirlah dengan menyebut Allah sebagaimana kalian menyebut-nyebut (membangga-banggakan) nenek moyangmu atau bahkan berdzikir lebih banyak dari itu…,”(2:200). Dengan demikian, attajarrud lidzikrillaah (totalitas dalam berdzikir) dalam rangkaian ibadah haji tidak lantas hilang dalam kehidupan keseharian kita. Manakala seseorang berdzikir (mengingat) Allah dalam perilaku sehari-harinya, maka dirinya akan merasa diawasi, sehingga diharapkan akan timbul rasa takut kepada Allah jika hendak melakukan perbuatan-perbuatan maksiat. Untuk memupuk dzikrullaah ini, Rasulullaah telah memberikan panduan kepada kita, yaitu amalan dzikir beliau setiap pagi dan petang hari.

Ketiga, ibadah haji merupakan napak tilas ajaran Nabi Ibrahim, Bapak Para Nabi (Abu al-Anbiyaa). Nilai terpenting dari napak tilas itu adalah pengorbanan (at-Tadhhiyyah). Dengan pengorbanan ini kita diajak untuk mengenyahkan ego kita yang cenderung kepada hawa nafsu. Pengorbanan yang disimbolkan dengan penyembelihan Nabi Ismail menunjukkan betapa Ibrahim telah berhasil mengenyahkan ego kepemilikan mutlak Ismail di tangannya. Tentu untuk sampai ke sana Ibrahim bukan tanpa godaan dan hambatan. Setan terus menggodanya sehingga Ibrahim melempar setan itu untuk tidak menggodanya lagi. Pergumulan antara setan dengan Ibrahim itu kemudian diabadikan dengan melontar jumrah. Artinya, kita dituntut untuk melemparkan ego kita yang cenderung kepada hawa nafsu, keserakahan, dan kerakusan. Kita dituntut belajar berkorban untuk orang lain, berjiwa sosial, dan berlapang dada. Nilai-nilai seperti itu kini makin terkikis pada masyarakat kita yang individualis. Padahal Rasulullah melukiskan masyarakat Muslim itu seperti satu raga, yang apabila salah satu anggota raga itu sakit maka raga yang lainnya pun ikut merasa sakit.

Keempat, pada saat ibadah haji sekitar 3 juta Muslim dari seluruh dunia berkumpul. Mereka berasal dari berbagai negara, suku bangsa, budaya, profesi, status sosial, warna kulit dan sekat-sekat duniawi lainnya. Mereka bergerak kompak dari Mina, Arafah, Muzadlifah dan Makkah. Takbir, tahlil dan tahmid bergema dari lisan-lisan mereka. Tak ada huru-hara dan pertikaiaan. Maka wajar saja, seperti diriwayatkan Ibnu Hisyam, Rasulullah berpesan dalam haji wada'nya, "Wahai manusia, sesungguhnya Tuhan kalian satu, nenek moyang kalian satu, kalian semua berasal dari Adam, dan Adam itu dari tanah, yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah yang paling bertakwa di antara kalian, tidaklah orang Arab atas non Arab dan tidak pula non Arab atas orang Arab, tidak pula orang berkulit merah atas orang yang berkulit putih, tidak pula orang yang berkulit putih atas orang yang berkulit merah itu ada kelebihan kecuali dengan takwa." Seolah-olah Al-Mushtafa mengisyaratkan ibadah haji ini mengajarkan akan pentingnya nilai-nilai al-Musawaah (egaliter), yang pada gilirannya akan membangun rasa persatuan dan perdamaian. Dengan berkumpulnya jutaan Muslim dalam ibadah haji ini, seharusnya menjadi modal dasar wihdatul ummah yang saat ini lenyap dari umat Islam.Saat ini ummat Islam tercabik-cabik tanpa adanya persatuan, sehingga kekuatannya tercerai berai.

Kelima, ibadah haji merupakan syukur atas nikmat Allah yang berlimpah. Dari nikmat-nikmat Allah yang tak terhingga, setidaknya nikmat Allah itu dapat dikelompokkan kepada tiga jenis: nikmat keimanan, kekayaan dan kesehatan. Dan ibadah haji adalah wujud yang paling mewakili dari berbagai ibadah yang ada untuk mensyukuri ketiga nikmat tersebut. Pasalnya, ibadah haji adalah panggilan keimanan, yang merealisasikannya perlu perbekalan materi yang cukup ditambah fisik yang sehat. Maka tak heran ibadh haji disebut ibadah ruuhiyyah sekaligus ibadah jasadiyyah dan maaliyyah.

Keenam, ibadah haji merupakan sarana paling efektif bagaimana seorang Muslim menyaksikan berbagai manfaat, dari yang terbesar sampai ke hal-hal kecil. Di sana ada kebersamaan, pengorbanan, saling mengenal, persaudaraan, persamaan, persatuan, toleransi, penghormatan dan keragaman. Selain manfaat di atas, sudah barang tentu juga manfaat-manfaat material. Karena itu, berniaga saat berhaji bukanlah sebuah dosa.

Ketujuh, ibadah haji akan menumbuhkan spirit keprajuritan (ruuhul jundiyyah). Laksana tentara yang siap siaga memenuhi panggilan sang komandan, demikian pula jamaah haji. Tatkala niat dipancangkan, tekad dibulatkan, mereka pun serantak dengan sigap menjawab seruan ilahi, ”Labbaaikallohumma labaik, labbaik laa syarikala labbaaik…" Ya Allah, aku sambut panggilan ya Allah. Ya Allah, tidak sekutu bagiMu ya Allah.

Kedelapan, ibadah haji merupakan pestival tahunan agama Islam. Ummat Islam dari pelosok bumi datang ke Tanah Haram. Ragam budaya, adat istiadat dan warna-warni madzhab peribadatan tersuguhkan di Tanah Haram. Dengan demikian, jika kita hendak melihat miniatur Muslim seluruh dunia, maka perhatikanlah pestival haji tahunan itu.

Terakhir, haji sebagai konferensi Islam internasional. Inilah konferensi tahunan dengan jumlah peserta terbanyak dalam sejarah panggung kehidupan dunia. Jutaan orang berkumpul tanpa perlu diundang setiap tahunnya. Bagi Allah, cukuplah dengan undangan tertulis sekali saja. "Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji…"(22:27).

Demikianlah butir-butir dari sebagian hikmah ibadah haji, yang kalau diamati meliputi segenap aspek kehidupan manusia. Semoga saja kita semua dapat mengambil hikmah itu, untuk kemudian dijadikan pola kehidupan keseharian kita. Semoga...