Kamis, Mei 31, 2007

Al Qur’an dan IPTEK (4-Habis) : Tanda-Tanda Ilmuwan Muslim (Ulil Albab)

Tanda2 seorang ilmuwan yang muslim (cendekiawan muslim/intelektual Islam) haruslah memiliki karakteristik sebagai berikut :

1. Bersungguh2 belajar (QS 3/7). Seorang muslim sangat menyadari akan hakikat semua aktifitas hidupnya adalah dalam rangka pengabdiannya kepada Allah SWT, sehingga dirinya haruslah mengoptimalkan semua potensi yang dimilikinya untuk sebesar2nya digunakan meningkatkan taraf hidup kaum muslimin.

Al Qur’an dan IPTEK (3) : Pembagian Ilmu yang Wajib Dipelajari

Pada masa kini, dimana ilmu jenis ini dilalaikan oleh sebagian besar kaum muslimin, maka yang terjadi adalah kekacauan, baik dalam kehidupan individual maupun dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Terjadinya tawuran pelajar, meningkatnya kriminalitas, penyalahgunaan Narkoba, meningkatnya penderita AIDS, dan lain lain menunjukkan hal ini.

2. Fardhu kifayah : Yaitu ilmu yang diwajibkan untuk dipelajari oleh sebagian kaum muslimin sehingga terpenuhinya kecukupan atau kebutuhan akan ilmu tersebut. Tetapi apabila kecukupan itu tidak tercapai, maka kaum muslimin menjadi berdosa semuanya. Contohnya adalah ilmu2 alam, sosial, hadits, tafsir, bhs Arab, dan lain lain.

Al Qur’an dan IPTEK (2) : Sumber-Sumber Ilmu Pengetahuan dalam Islam

Setelah kita mengetahui betapa tinggi perhatian Islam terhadap ilmu pengetahuan dan betapa Allah SWT mewajibkan kepada kaum muslimin untuk belajar dan terus belajar, maka Islampun telah mengatur dan menggariskan kepada ummatnya agar mereka menjadi ummat yang terbaik (dalam ilmu pengetahuan dan dalam segala hal) dan agar mereka tidak salah dan tersesat, dengan memberikan bingkai sumber2 pengetahuan berdasarkan urutan kebenarannya sebagai berikut.

Al Qur’an dan IPTEK (1)

Sebagian orang yang rendah pengetahuan keislamannya beranggapan bahwa al-Qur’an adalah sekedar kumpulan cerita2 kuno yang tidak mempunyai manfaat yang signifikan terhadap kehidupan modern, apalagi jika dikorelasikan dengan kemajuan IPTEK saat ini.
Al-Qur’an menurut mereka cukuplah dibaca untuk sekedar mendapatkan pahala bacaannya, tidak untuk digali kandungan ilmu didalamnya, apalagi untuk dapat menjawab permasalahan2 dunia modern dan diterapkan dalam segala aspek kehidupan, hal itu adalah sesuatu yang nonsense.

Adab Membaca Al-Qur’an

1. NIAT YANG IKHLAS KARENA ALLAH

Diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra, bersabda Nabi SAW: “Sesungguhnya ALLAH SWT tidak memandang kepada bentuk tubuhmu dan tidak juga pada rupa wajahmu, tetapi IA memandang kepada keikhlasan hatimu.” (HR Muslim)

Selasa, Mei 29, 2007

Potret Keluarga Bersahaja

Oleh Endah Widayati

Sebuah gerobak, dilengkapi terpal berwarna orange dan bangku berukuran 1, 5 meter. Meski kecil, namun tempat itu kini menjadi tempat favorit yang sering kukunjungi. Meski berjarak 1 kilo meter dari tempat kos, namun aku rela berjalan kaki pulang pergi, sambil olahraga pagi. Tentu tujuanku tidak hanya untuk mendapatkan Kupat Tahu Petis yang dijual di warung mini ini. Sebab, sebenarnya banyak penjual makanan serupa yang letaknya lebih dekat dan mudah terjangkau. Entahlah, ada keterikatan hati yang membuatku merasa nyaman untuk datang, lagi dan lagi.

Untuk mencari tempat langganan makanan, jujur, aku termasuk yang pilih-pilih. Namun bicara kriteria, mungkin agak lain dari kebanyakan orang. Menjadi kebiasaanku untuk mendahulukan pedagang yang berjilbab, agar lebih memastikan makanan yang dijual aman kehalalannya. Faktor kedua yang menjadi penentu adalah kebersihan tempatnya. Sedangkan masalah harga dan rasa, menjadi alasan berikutnya. Bagiku, makanan enak akan menjadi kurang nikmat jika kebersihannya diragukan, apalagi kehalalannya.

Perkenalan dengan warung mini itu berawal pada sebuah Minggu pagi. Sambil berjalan-jalan, terihat olehku seorang ibu berjilbab dengan anak gadis yang nampak akrab menyiapkan dagangannya. Sang ibu berwajah lembut, namun terlihat gesit memainkan perannya. Sang gadis dengan penuh cinta membantu pekerjaan ibunya. "Wow, tidak ada salahnya dicoba, " hati kecilku berteriak memberi perintah kaki untuk berbelok. Awalnya, gerobak yang bertuliskan "Kupat Tahu Petis dan Sayur" ini enggan kudekati, mengingat posisinya yang tepat di depan alun-alun Banjaran, dan ramai dilewati angkot. Apa boleh buat, keharmonisan ibu dan anak itu lebih kuat mendorongku untuk mendekat.

Pada kunjungan pertama, aku menikmati keakraban ibu anak itu. Bahu membahu menyajikan Kupat Tahu untuk pembeli. Begitu sepi, si ibu juga membuatkan menu serupa untuk gadisnya dengan mesra. Awalnya aku berpikir bahwa ibu tersebut single parent. Ternyata dugaanku meleset. Beberapa kunjungan berikutnya, aku bertemu dengan suaminya, yang juga ramah kepada pembeli.

Mungkin tidak banyak yang mengetahui latar belakang mereka yang sesungguhnya. Hingga menjadi kesyukuran bagiku bisa mengenal seluruh personil keluarga ini: pak Tamara, Ibu Endang, Icha dan Toni. Tidak hanya lezatnya makanan yang kurasakan, tapi lebih dari itu. Banyak cerita yang penuh hikmah kudapatkan dari mereka. Aku seperti memiliki keluarga baru di sini. Semakin mengenal, semakin akrab, dan semakin kagum. Inilah potongan kisah mereka...

Ialah Pak Tamara, siapa sangka, penjual Kupat Tahu petis ini adalah pensiunan Tentara. Lelaki sederhana berusia 58 tahun ini, sempat merasakan mewahnya hidup. Bertahun-tahun lamanya tinggal di Jerman, bekerja di Kedutaan, dengan berbagai fasilitas yang luar biasa. Naik pesawat dan empuknya mobil menjadi kesehariannya. Sebelum mengenal bu Endang, pak Tamara pernah menikah dengan perempuan Jerman, anak seorang Ustadz. Sayangnya, selama 17 tahun usia pernikahannya, beliau tidak mendapatkan keturunan. Menurut prediksi beliau, besar kemungkinan dipengaruhi kebiasaan merokok sang isteri, yang terbawa tradisi perempuan Jerman. Ketika pak Tamara mendapat kesempatan pulang ke Indonesia, isterinya menolak menyertainya. Apalah daya, bahtera rumah tangga itu pun kandas pada akhirnya.

Pulang ke Indonesia, pak Tamara mengenal seorang perempuan lembut penuh keibuan. Ialah Bu Endang, yang waktu itu berusia 30 tahun. Awalnya bu Endang juga menolak lamaran pak Tamara, setelah melihat banyaknya potret kehidupan rumah tangga yang berantakan. Apa boleh dikata, mungkin itulah yang disebut jodoh. Akhirnya mereka pun menikah, meski uang pensiun jatuh ke tangan isteri pertama.

Kini, aku bisa mengenal mereka dalam kebersahajaan hidup bersama kedua buah hatinya. Ada Icha, bidadari mereka yang duduk di kelas 1 SMU dan selalu terdepan di kelasnya. Begitupun dengan Toni, si bungsu pintar kelas 6 SD. Seringkali orang mengira, bahwa Toni adalah cucu pak Tamara.

Apa yang membuat mereka hebat? Pertama, mungkin cinta yang menjadi jawabnya. Terlihat sekali betapa harmonisnya hubungan di antara mereka. Kedua, tidak ada racun televisi di rumah mereka. Ini bukan karena mereka tidak mampu membeli. Justru anak-anak mereka yang merasa terganggu jika mempunyai TV. Tidak bisa konsen belajar menjadi alasannya. Icha sudah gandrung membaca sejak kecil. Begitupun Toni. Ke manapun pergi, buku selalu menjadi temannya yang setia.

Ketiga, suasana dialogis menjadi jalan pencerdasan keluarga ini. Setiap berkunjung, diskusi seolah tidak ada habisnya. Selalu ada tema yang menarik untuk dibahas. Tentang penyesalan perilaku pejabat yang doyan korupsi. Tentang kegundahan akan remaja yang gandrung televisi, dan masih banyak lagi.

Dari sana aku mengetahui, bahwa sebenarnya pak Tamara pun tidak perlu merasakan menjadi penjual Kupat Tahu Petis jika menghendaki. Beliau pernah mendapat tawaran posisi strategis, asalkan mau sedikit culas. Namun jalan itu tidak pernah diambilnya, dan lebih memilih kesederhanaan dalam hidupnya.

Beliau juga mengaku, jika saja teman-temannya melihat profesinya yang sekarang, mungkin mereka tidak akan rela. Namun bukan itu masalahnya. Toh, pak Tamara dan keluarga ini begitu menikmati hidupnya. Berjualan bukanlah profesi yang hina. Mengenang masa lalunya yang penuh kemewahan, pak Tamara justru mengaku bosan. Dan kini, ia menemukan kebahagiaan bersama isteri dan anak-anak yang dicintainya.

Hingga kisah ini kutuliskan, aku membayangkan betapa bahagianya mereka. Ah, seandainya para orang tua bisa bersikap bijak seperti mereka. Ah, seandainya para anak berpikir seperti Toni dan Icha. Ah, seandainya aku... Upzz.sebelum ke mana-mana, lebih baik kuakhiri saja.

Http://hamasahputri. Multiply. Com
http://greatspiritever. Blogspot. Com

Alasan Kebolehan Talfiq (Mix Antar Mazhab)

Assalamu 'alaikum wr. wb.

Bagaimana pendapat ustadz masalah tafiq? Dan bagaimana pandangan ustaz sekiranya rakyat indonesia yang mayoritas mazhab syafi'i tiba-tiba sekarang mazhabnya campuran?

Ismail Nasution
ismail3nast at eramuslim.com

Jawaban

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Talfiq adalah menghimpun atau bertaqlid dengan dua imam madzhab atau lebih dalam satu perbuatan yang memiliki rukun, bagian-bagian yang terkait satu dengan lainnya yang memiliki hukum yang khusus. Ia kemudian mengikuti satu dari pendapat yang ada.

Sebagai contoh, seseorang bertaqlid kepada pendapat Al-Imam Asy-Syafi'i dalam mengusap sebagian kepala ketika wudlu, kemudian ia bertaqlid juga kepada ImamAbu Hanifah dan Imam Malik dalam hal tidak batalnya menyentuh wanita jika tidak bersyahwat. Kemudian ia shalat dengan wudlu tersebut. Bagaimana hukumnya?

Dalam hal ini umumnya para ulama sepakat membolehkan, karena alasan yang tidak mungkin ditolak. Apalagi di zaman sekarang ini.

Alasan Pertama

Tidak adanya nash di dalam Al-Quran atau pun As-Sunnah yang melarang talfiq ini. Setiap orang berhak untuk berijtihad dan tiap orang berhak untuk bertaqlid kepada ahli ijtihad. Dan tidak ada larangan bila kita sudah bertaqlid kepada satu pendapat dari ahli ijtihad untuk bertaqlid juga kepada ijtihad orang lain.

Di kalangan para shahabat nabi SAW terdapat para shahabat yang ilmunya lebih tinggi dari yang lainnya. Banyak shahabat yang lainnya kemudian menjadikan mereka sebagai rujukan dalam masalah hukum. Misalnya mereka bertanya kepada Abu Bakar ra, Umar bin Al-Khattab ra, Utsman ra, Ali ra, Ibnu Abbas ra, Ibnu Mas'ud ra, Ibnu Umar ra dan lainnya. Seringkali pendapat mereka berbeda-beda untuk menjawab satu kasus yang sama.

Namun tidak seorang pun dari para shahabat yang berilmu itu yang menetapkan peraturan bahwa bila seseorang telah bertanya kepada dirinya, maka untuk selamanya tidak boleh bertanya kepada orang lain.

Dan para iman mazhab yang empat itu pun demikian juga, tak satu pun dari mereka yang melarang orang yang telah bertaqlid kepadanya untuk bertaqlid kepada imam selain dirinya.

Maka dari mana datangnya larangan untuk itu, kalau tidak ada di dalam Quran, sunnah, perkataan para shahabat dan juga pendapat para imam mazhab sendiri?

Alasan Kedua

Pada hari ini, nyaris orang-orang sudah tidak bisa bedakan lagi, mana pendapat Syafi'i dan mana pendapat Maliki, tidak ada lagi yang tahu siapa yang berpendapat apa, kecuali mereka yang secara khusus belajar di fakultas syariah jurusan perbandingan mazhab. Dan betapa sedikitnya jumlah mereka hari ini dibandigkan dengan jumlah umat Islam secara keseluruhan.

Maka secara pasti dan otomatis, semua orang akan melakukan taliq, dengan disadari atau tidak. Kalau hukum talfiq ini diharamkan, maka semua umat Islam di dunia ini berdosa. Dan ini tentu tidak logis dan terlalu mengada-ada.

Alasan Ketiga

Alasan ini semakin menguatkan pendapat bahwa talfiq itu boleh dilakukan. Karena yang membolehkannya justru nabi Muhammad SAW sendiri secara langsung. Maka kalau nabi saja membolehkan, lalu mengapa harus ada larangan?

Nabi SAW lewat Aisyah disebutkan:

Nabi tidak pernah diberi dua pilihan, kecuali beliau memilih yang paling mudah, selama hal tersebut bukan berupa dosa. Jika hal tersebut adalah dosa, maka beliau adalah orang yang paling menjauhi hal tersebut “. (Fathu al-Bari, X, 524)

Adanya dua pilihan maksudnya ada dua pendapat yang masing-masing dilandasi dalil syar'i yang benar. Namun salah satunya lebih ringan untuk dikerjakan. Maka nabi SAW selalu cenderung untuk mengerjakan yang lebih ringan.

Itu nabi Muhammad SAW sendiri, seorang nabi utusan Allah. Lalu mengapa harus ada orang yang main larang untuk melakukan apa yang telah nabi lakukan?

Alasan Keempat

Melakukan talfiq adalah hal yang termudah saat ini, ketimbang harus selalu berpedang kepada satu mazhab saja. Mengingat hari ini tidak ada guru atau ustadz yang mengajar fiqih di bawah satu mazhab saja dalam segala sesuatunya.

Kitab-kitabfiqih syafi'i di Indonesia memang banyak beredar, namun dari semua kitab itu, nyaris tidak ada satu pun yang menjawab semua masalah lewat pendapat Asy-Syafi'i. Ada begitu banyak masalah yang tidak dibahas di dalam kitab-kitak kuning itu dan tetap butuh jawaban.

Maka para kiayi sepuh yang biasanya selalu merujuk kepada kitab mazhab Syafi'i, terpaksa harus membuka kitab lainnya. Dan saat itu, beliau telah melakukan talfiq.

Bahkan hasil-hasil sidang Lajnah Bahtsul Matsail di kalangan Nahdlatul Ulama pun, yang konon sangat syafi'i, tidak lepas dari merujuk kepada kitab-kitab di luar mazhab Syafi'i. Silahkan baca buku Solusi Problema Aktual Hukum Islam: Keputusan Muktamar, Munas dan Konbes ahdlatul Ulama (1926-1999) halaman xliv.

Oleh karena itu maka sesuai dengan sabda Rasulullah SAW bahwa kita diperintahkan untuk memilih sesuatu yang termudah, maka saat ini yang lebih mudah justru melakukan talfiq.

“Sesungguhnya agama ini (Islam) adalah mudah. Dan tidaklah seorang yang mencoba untuk menyulitkannya, maka ia pasti dikalahkan”. (Fathu al-Bari, I, 93)

Para imam Fiqih yang empat mendukung talfiq. ‘Al-Izz Ibnu Abdissalam menyebutkan bahwa dibolehkan bagi orang awam mengambil rukhsah (keringanan) beberapa madzhab (talfiq), karena hal tersebut adalah suatu yang disenangi. Dengan alasan bahwa agama Allah itu mudah (dinu al-allahi yusrun) serta firman Allah dalam surat al-Hajj ayat 78:

“Dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam satu agama suatu kesempitan. (Fatawa Syaikh ‘Alaisy, I, 78)

Imam al-Qarafi menambahkan bahwa, praktik talfiq ini bisa dilakukan selama ia tidak menyebabkan batalnya perbuatan tersebut ketika dikonfirmasi terhadap semua pendapat imam madzhab yang diikutinya.

Demikian juga dengan para ulama kontemporer zaman sekarang, semacam Dr. Wahbah Az-Zuhaili, menurut beliau talfiq tidak masalah ketika ada hajat dan dlarurat, asal tanpa disertai main-main atau dengan sengaja mengambil yang mudah dan gampang saja yang sama sekali tidak mengandung maslahat syar‘iyat. (Ushul al-Fiqh al-Islamiy, II, 1181)

Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc

Korupsi Waktu Sama Berdosanya dengan Korupsi Uang

Assalamualaikum

Ustadz saya ingin menanyakan satu hal yang banyak terjadi dikantor saya. Saya adalah seorang PNS, banyak orang tahu bahwa PNS itu peluang untuk korupsinya besar.

Misalnya saja untuk mengurus KTP biaya resminya Rp 15. 000, - dan selesai dalam tempo paling lama 2 hari tetapi bisa selesai dalam waktu 1 jam asalkan mau membayar Rp 50. 000, -. Selisihnya masuk kekantong pribadi petugas yang melayani pembuatan KTP.Kalau sudah begitu, sudah pasti itu korupsi dan berdosa.

Bagaimana dengan yang melakukan korupsi waktu, misalnya saja sesuai peraturan masuk kantor jam 08. 00 pagi dan pulang pukul 16. 00 sore, tetapi kenyataannya datang pukul 09. 00 pagi dan pulang pukul 14. 00. Apakah korupsi waktu sama berdosanya dengan korupsi uang?

Masalahnya di kantor saya banyak pegawai yang selalu mengatakan bahwa korupsi uang itu haram tetapi yang bersangkutan sering tidak ada di meja kerjanya pada jam-jam kantor karena pergi keluar untuk urusan pribadi. Bagaimana menurut Pak Ustadz, apakah dalam Islam korupsi waktu beda dosanya dengan korupsi uang? Terima Kasih

Wasalamualaikum

Endang S

Jawaban

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Korupsi uang hukumnya haram, karena terkait dengan memakan harta haram yang bukan hakya. 'Korupsi waktu' juga haram, meski tidak terkait secara langsung dengan mengambil harta milik orang lain. Korupi waktu terjadi karena bobroknya sistem birokrasi di negeri kita ini. Sehingga begitu banyak PNS yang sesungguhnya memakan 'gaji buta', akibat tidak adanya pekerjaan.

Keduanya tentu haram hukumnya dan juga saling terkait. Mengapa ada semacam pungutan liar untuk menguru KTP yang sebenarnya sangat sederhana dan murah? Barangkali karena pegawainya tidak bekerja sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan. Entah disengaja atau tidak, yang jelas mereka baru bekerja cepat manakala ada uangnya, yang tentunya akan masuk ke kantong sendiri.

Tidak mengerjakan tugas tepat sesuai dengan jadwal dengan cara disengaja, apalagi karena berharap akan mendapatkan uang pelicin di luar biaya resmi adalah dosa. Modus seperti ini nyaris mirip dengan pembegalan di siang hari bolong.

Sedangkan meninggalkan tugas bukan karena malas, hukumnya juga haram. Meski alasannya untuk dakwah atau untuk kepentingan umat. Mengapa tetap haram?

Karena melanggar perjanjian di awal yang telah disepakatinya berupa peraturan. Seorang muslim, apa pun posisinya di dalam struktur dakwah, ketika menjadi pegawai baik negeri atau swasta, juga terikat dengan peraturan yang berlaku. Kalau peraturan mengharuskan dirinya ada di kantor sejak jam 08.00 hingga jam 17.00, maka dia wajib memenuhinya.

Dia tidak dibenarkan untuk kelayapan ke sana kemari, meski dengan alasan untuk dakwah. Kecuali atas izin dari institusi atau karena memang ditugaskan untuk hal itu.

Seorang muslim terikat dengan peraturan atau perjanjian yang telah disepakatinya. Al-muslimuna 'inda syuruthihim. Itulah ketetapan dari nabi Muhamad SAW yang mengikat semua orang. Pelanggaran atas peraturan yang telah disepakatinya, adalah sebuah pelanggaran atas ketetapan syariah Islam. Tentu hukumnya dosa, meski niatnya baik. Tetapi caranya tetap tidak dibenarkan.

Semoga kita sadar atas kekurangan dan kelalaian kita di hadapan sesama manusia, dan bisa dengan mudah memperbaiki diri masing-masing.

Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc

Apa Prioritas Dakwah Dalam Islam yang Shahih?

Assalamu 'alaikumwr wb,

Ada beberapa yangingin sy tanyakan:

Apakah prioritas dalam berdakwah harus selalu dari aqidah?, karena ada sebagian kaum musliminyangmenekankan aqidah, tetapi menafikan yang muslimin yang lain yang berbeda dalam menentukan prioritas da'wahnya?

Syukron katsir,

Wass

Idrus Ali
idrus_ali at eramuslim.com

Jawaban

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Kalau kita bicara aqidah dalam kaitannya dengan langkah dan strategi dakwah, barangkali yang lebih tepatnya bukan prioritas atau mana yang harus didahulukan, tetapi aqidah adalah landasan yang perlu dibangun dengan baik dan kokoh. Sedangkan mana yang harus didahulukan untuk awalnya, kita sesuaikan dengan kebutuhan real di lapangan.

Misalnya, orang yang sedang ditimpa bencana alam dan rumahnya roboh, masak sih kita ceramahi tentang bahaya syirik? Tentu dakwah untuk mereka kita mulai dari memberi bantuan berupa makanan, pakaian bersih, rumah tempat tinggal, pengobatan gratis dan seterusnya.

Preman insyaf yang tidak punya penghasilan halal, perlu kita carikan pekerjaan halal yang mampu dikerjakannya. Itu lebih utama untuk kita perioritaskan ketimbang kita membahas bab-bab yang membatalkan syahadat. Buat apa bicara tentang syahadat secara panjang dan lebar, sementara kebutuhan hidupnya senin kamis dan teman-teman premannya menawarkan bisnis barang haram?

Petani miskin yang setiap hari dimiskinkan oleh sistem, panennya gagal diserang hama, hartanya habis dilahap rentenir, tentu perlu diberikan jalan keluar yang tepat ketimbang kita tatar dengan materi rububiyatullah, uluhiyatullah serta asma' wa shifat.

Jadi dakwah itu seharusnya memberi solusi dunia dan akhirat. Bukan hanya urusan aqidah semata. Meski aqidah itu merupakan landasan yang penting untuk dibangun secara kokoh, namun bukan berarti pintu gerbang utama dakwah itu harus selalu aqidah dan aqidah saja.

Bahkan boleh jadi jendela pertama kita menjalin hubungan kontak dengan objek dakwah lewat hal-hal yang sepele, misalnya kebetulan kepada teman yang punya hobi sama, atau kebetulan jadi rekan dagang dan bisnis, atau kebetulan langganan cukur rambut di pengkolan jalan.

Pembicaraan tidak harus selalu dimulai dari tema berat tentang aqidah, tetapi dari tema apa saja, syukur-syukur yang bisa memberi solusi nyata dan instan.

Akan tetapi kita tidak menafikan bahwa untuk membangun pribadi muslim yang baik, sisi aqidah perlu dibenahi secara baik. Namun tetap ada kisi-kisinya, sehingga kita masih bisa membedah lagi, pada bagian mana dari aqidah itu yang perlu ditekankan. Mana yang harus didahulukan dan mana yang masih mungkin terjadi beda pendapat.

Mengingat tidak semua materi dan point-point aqidah menjadi batas iman dan kufur, ada sebagian dari materi yang sebenarnya termasuk aqidah, namun tidak mengurangi nilai iman atau menambahinya. Seperti nama-nama surga dan neraka, meski termasuk bagian aqidah, tetapi bila ada orang yang tidak hafal nama-nama itu, tidak mengurangi nilai aqidahnya. Demikian juga dengan nama-nama malaikat, nabi dan seterusnya.

Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc

Apakah Bulu atau Kotoran Anjing Sama Seperti Liur Anjing

Assalamu'alaikum wr wb

Pak ustad, saya mau tanya:

A. Apakah bila seorang muslim menyentuh bulu Anjing diwajibkan ber-taharah seperti terkena liur anjing (memakai tanah)

B. Bagaimana dengan kotorannya, apabila sepatu menginjaknya perlukan sepatu tersebut dicuci dengan tanah juga? Bagaimana kasusnya juga kotorannya sudah kering (tidak basah)?

Mohon lengkapi jawaban dengan dalil (qur'an atau hadits)

Terima kasih jawabannya

Wassalamu'alaikum wr wb

=pur1=

Pur1

Jawaban

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Bulu anjing oleh para ulama termasuk benda najis yang berat, di mana bila kita bersentuhan dengan bulu itu, maka kita wajib mensucikan tubuh kita, atau pakaian dan tempatnya. Namun ada pendapat yang mengatakan bahwa hal itu dengan syarat bila bulu itu basah atau bagian tubuh kita basah. Namun bila keduanya kering, tidak terjadi proses penajisan.

Sedangkan najis anjing yang menempel di sepatu, kalau mau kita sucikan tentu harus disucikan sesuai dengan prosedur. Tetapi selama kita tidak ingin mensucikannya, tidak mengapa. Toh kita tidak akan shalat dengan memakai sepatu.

Namun sebaiknya dibersihkan, karena boleh jadi kita masuk rumah dengan memakai sepatu, bila ada najisnya, mungkin akan mengotori rumah denan najis.

Kenajisan Anjing dan Pensuciannya

Para ulama umumnya memasukkan anjing ke dalam jenis najis yang berat. Atau sering juga disebut dengan istilah mughalladzah. Istilah berat ini terkait dengan beratnya cara untuk mensucikan najis.

Mengingat ada jenis najis yang ringan untuk mensucikanya, seperti air kencing bayi laki yang belum makan apapun kecuali air susu ibunya. Disebut ringan karena untuk mensucikannya hanya cukup dipercikkan air di atasnya, meski air kencing itu masih ada, namun Allah SWT sebagai penentu aturan syariah telah menetapkannya demikian.

Sedangkan anjing dan air liurnya, Allah SWT telah menetapkannya sebagai najis yang berat, karena untukmensucikannya harus dengan mencucinya secara ritual 7kali dan salah satunya dengan tanah.

Dalil-dalilnya adalah sebagai berikut:

Dari Abi Hurairah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda, `Bila seekor anjing minum dari wadah milik kalian, maka cucilah 7 kali. (HR Bukhari 172, Muslim 279, 90).

عن أبي هريرة رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: إذا شرب الكلب في إناء أحدكم فليغسله سبعا. متفق عليه ولأحمد ومسلم: طهور إناء أحدكم إذا ولغ فيه الكلب أن يغسله سبع مرات أولاهن بالتراب

Dari Abi Hurairah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda, `Sucinya wadah kalian yang dimasuki mulut anjing adalah dengan mencucinya 7 kali." Dan menurut riwayat Ahmad dan Muslim disebutkan salah satunya dengan tanah." (HR Muslim 279, 91, Ahmad 2/427)

Sebagian ulama menghukumi anjing sebagai hewan yang najis berat bukan hanya air liurnya saja, tetapi juga seluruh tubuhnya. Namun ada sebagian ulama yang tidak menghukumi najis anjing pada badannya, kecuali hanya air liurnya saja sebagai najis berat.

Lebih dalam tentang bagaimana perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang kenajisan anjing ini, kita bedah satu persatu sesuai apa yang terdapat dalam kitab-kitab fiqih rujukan utama.

1. Mazhab Al-Hanafiyah

Dalam mazhab ini, yang najis dari anjing hanyalah air liurnya, mulutnya dan kotorannya. Sedangkan tubuh dan bagian lainnya tidak dianggap najis. Kedudukannya sebagaimana hewan yang lainnya, bahkan umumnya anjing bermanfaat banyak buat manusia. Misalnya sebagai hewan penjaga atau pun hewan untuk berburu. Mengapa demikian?

Sebab dalam hadits tentang najisnya anjing, yang ditetapkan sebagai najis hanya bila anjing itu minum di suatu wadah air. Maka hanya bagian mulut dan air liurnya saja (termasuk kotorannya) yang dianggap najis.

Dari Abi Hurairah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Bila anjing minum dari wadah air milikmu, harus dicuci tujuh kali.(HR Bukhari dan Muslim).

Rasulullah SAW bersabda, "Sucinya wadah minummu yang telah diminum anjing adalah dengan mencucinya tujuh kali dan salah satunya dengan tanah.(HR Muslim dan Ahmad)

Lihat kitab Fathul Qadir jilid 1 halaman 64, kitab Al-Badai` jilid 1 halaman 63.

2. Mazhab Al-Malikiyah

Mazhab ini juga mengatakan bahwa badan anjing itu tidak najis kecuali hanya air liurnya saja. Bila air liur anjing jatuh masuk ke dalam wadah air, wajiblah dicuci tujuh kali sebagai bentuk ritual pensuciannya.

Silahkan periksa kitab Asy-Syarhul Kabir jilid 1 halaman 83 dan As-Syarhus-Shaghir jilid 1 halaman 43.

3. Mazhab As-Syafi`iyah dan Al-Hanabilah

Kedua mazhab ini sepakat mengatakan bahwa bukan hanya air liurnya saja yang najis, tetapi seluruh tubuh anjing itu hukumnya najis berat, termasuk keringatnya. Bahkan hewan lain yang kawin dengan anjing pun ikut hukum yang sama pula. Dan untuk mensucikannya harus dengan mencucinya tujuh kali dan salah satunya dengan tanah.

Logika yang digunakan oleh mazhab ini adalah tidak mungkin kita hanya mengatakan bahwa yang najis dari anjing hanya mulut dan air liurnya saja. Sebab sumber air liur itu dari badannya. Maka badannya itu juga merupakan sumber najis. Termasuk air yang keluar dari tubuh itu juga, baik kencing, kotoran dan juga keringatnya.

Pendapat tentang najisnya seluruh tubuh anjing ini juga dikuatkan dengan hadits lainnya antara lain:

Bahwa Rasululah SAW diundang masuk ke rumah salah seorang kaum dan beliau mendatangi undangan itu. Di kala lainya, kaum yang lain mengundangnya dan beliau tidak mendatanginya. Ketika ditanyakan kepada beliau apa sebabnya beliau tidak mendatangi undangan yang kedua, beliau bersabda, "Di rumah yang kedua ada anjing sedangkan di rumah yang pertama hanya ada kucing. Dan kucing itu itu tidak najis." (HR Al-Hakim dan Ad-Daruquthuny).

Dari hadits ini bisa dipahami bahwa kucing itu tidak najis, sedangkan anjing itu najis.

Lihat kitab Mughni Al-Muhtaj jilid 1 halaman 78, kitab Kasy-syaaf Al-Qanna` jilid 1 halaman 208 dan kitab Al-Mughni jilid 1 halaman 52.

Wallahu a'lam bishshawab, Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc