Assalamu'alaikum wr. wb.
Ustadz, ana mau tanya. Bagaimanakah cara membayar hutang puasa Ramadhan yang batal karena hubungan suami isteri? Pada bulan Ramadhan saya khilaf, saya dan suami bercumbu di siang hari tapi tidak melakukan hubungan suami isteri.
Apakah cara bayarnya sama dengan ketika hutang puasa Ramadhan karena ada udzur (haid) atau bagaimana? Terus terang saya binggung. Saya sudah membayar puasa tersebut dengan puasa yang sama dengan seperti saya bayar untuk hutang puasa karena udzur. Apakah cara bayarnya sama seperti itu atau ada yang lain?
Jazakallah khairon katsiro
Wassalamu'alaikum wr. wb.
Rara Dhafa
r4r4 at eramuslim.com
Jawaban
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Kewajiban seorang yang sedang berpuasa Ramadahan adalah menjaga diri dari makan, minum dan berhubungan suami isteri di siang hari.
Makan dan minum secara sengaja, tentu membatalkan puasa, berdosa dan untuk itu ada kewajiban untuk menggantinya dengan puasa di hari lain.
Sedangkan bila melakukan hubungan suami isteri, selain membatalkan puasa dan berdosa, kaffarat (tebusan)-nya adalah membebaskan budak, atau puasa 2 bulan berturut-turut, atau memberi makan 60 orang fakir miskin. Sesuai sabda Rasulullah SAW:
Dari Abi Hurairah ra., bahwa seseorang mendatangi Rasulullah SAW dan berkata, ”Celaka aku, ya Rasulullah.” “Apa yang membuatmu celaka?“ "Aku berhubungan seksual dengan isteriku di bulan Ramadhan.” Nabi bertanya, ”Apakah kamu punya uang untuk membebaskan budak.“ “Aku tidak punya.” “Apakah kamu sanggup puasa 2 bulan berturut-turut?” ”Tidak.” “Apakah kamu bisa memberi makan 60 orang fakir miskin? " ”Tidak.” Kemudian duduk. Lalu dibawakan kepada Nabi sekeranjang kurma maka Nabi berkata,”Ambilah kurma ini untuk kamu sedekahkan.” Orang itu menjawab lagi, ”Adakah orang yang lebih miskin dariku? Tidak lagi orang yang lebih membutuhkan di barat atau timur kecuali aku.” Maka Nabi SAW tertawa hingga terlihat giginya lalu bersabda, ”Bawalah kurma ini dan beri makan keluargamu.” (HR Bukhari: 1936, Muslim: 1111, Abu Daud 2390, Tirmizy 724, An-Nasai 3115 dan Ibnu Majah 1671)
Batas Pelanggaran
Namun batalnya puasa itu hanya terjadi manakala memang benar-benar terjadi persetubuhan. Sedangkan sekedar bercumbu sampai mencium, meski sampai terangsang namun tidak terjadi jima', tidak membatalkan puasa, juga tidak mewajibkan kaffarat.
Bila yang terjadi hanya sekedar percumbuan, tidak sampai jima', maka hukumnya hanya makruh saja. Tetapi tidak ada kewajiban membayar tebusan (kaffarah), bahkan tidak membatalkan puasa. Kecuali bila percumbuan itu sampai mengeluarkan mani, maka puasanya batal, tapi tidak ada kewajiban membayar kaffarat. Cukup mengganti puasanya yang batal itu saja.
Tentang kemakruhan untuk mencumbu isteri saat puasa, karena dikhawatirkan akan kelewatan yang beresiko lebih buruk. Sedangkan bila seseorang mampu menjaga diri dan menahan gejolak syahwatnya, tidak mengapa. Seperti halnya yang dilakukan oleh Rasulullah SAW:
وَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ يُقَبِّلُ وَهُوَ صَائِمٌ, وَيُبَاشِرُ وَهُوَ صَائِمٌ, وَلَكِنَّهُ أَمْلَكُكُمْ لِإِرْبِهِ } مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ, وَاللَّفْظُ لِمُسْلِمٍ
Dari Aisyah ra. berkata bahwa Rasulullah SAW menciumnya dalam keadaan sedang berpuasa. Dan beliau mencumbunya ketika sedang berpuasa. Namun beliau adalah orang yang paling mampu menahan hawa nafsunya. (HR Bukhari Muslim)
Walahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar