Jumat, Agustus 25, 2006

ACT Mission for Palestine & Libanon : Cepat dan Tepat



Sabtu, 5 Agustus 2006, Tim ACT-Aksi Cepat Tanggap – Indonesian Team for Palestine & Libanon berangkat menuju Jordania, negara yang berbatasan langsung dengan Palestina. Jordania menjadi pilihan untuk singgah lantaran pintu masuk ke Palestina hanya 40 menit dari Kota Amman, Jordania. Selain juga karena ACT telah mempunyai rekanan lembaga kemanusiaan yang mempunyai akses langsung ke Palestina.

Minggu, sekitar pukul 17.00 waktu setempat, tim tiba di Amman, Jordania. Hambatan langsung dijalani anggota tim di bagian imigrasi Jordania. Tidak kurang dari dua jam, tim ACT diinterogasi interpol Jordania dengan puluhan pertanyaan. Dari sekian pertanyaan yang diajukan, pertanyaan terbanyak menyangkut soal identitas para anggota tim ACT. Pihak imigrasi Jordania mencurigai ketiga anggota tim adalah militer dari Indonesia, meski sudah dijelaskan bahwa kedatangan tim ACT dalam rangka misi kemanusiaan.

Dana kemanusiaan yang diamanahkan sejumlah hampir 1,2 milyar rupiah, dan dana bantuan langsung dibawa cash ke Jordania. Bekerja sama dengan dua lembaga kemanusiaan, Jamiah Nakobat (The Professional Associated Complex) dan Al Munashara Islamic Zakat for Palestinian People, pengadaan bantuan kemanusiaan dengan tema “food for Palestine & Libanon” disiapkan di Jordania. Jamiah Nakobat, lembaga yang terdiri dari para profesional antara lain tenaga medis, dosen, dan ilmuwan langsung menyanggupi ketika ACT meminta bantuan untuk menyampaikan langsung bantuan untuk rakyat Libanon. Sejumlah relawan lembaga tersebut langsung menjadi relawan ACT untuk Libanon. Sedangkan untuk masyarakat Palestina, ACT bekerja sama dengan Al Munashara Islamic Zakat for Palestinian People. Kerja sama dengan mitra lokal yang bertaraf internasional seperti kedua lembaga tersebut, adalah prinsip kerja ACT di berbagai wilayah, baik di Indonesia maupun internasional.

Kecepatan menjadi dasar utama pemberangkatan tim kemanusiaan ke Palestina dan Libanon. Karenanya, tidak menunggu gencatan senjata berlangsung ACT tetap memberangkatkan tim kemanusiaannya ke medan konflik. Tak hanya di imigrasi Jordania, berbagai kesulitan pun dialami tim ACT baik untuk misi ke Palestina maupun Libanon. Jarak Jordania dan Palestina yang hanya membutuhkan waktu 40 menit, tak berarti sangat mudah untuk menembus wilayah konflik yang dijaga ketat militer Israel itu. Sedikitnya 2500 tentara Israel berjaga di perbatasan Jordania-Palestina. Setiap bantuan yang masuk wajib melewati empat kali check point penjagaan. Jangankan warga Indonesia, orang Palestina yang tidak punya akses khusus pun tidak mungkin masuk ke negaranya sendiri. Sebab itu, menjadi tepat pilihan ACT untuk bermitra dengan lembaga kemanusiaan di Jordania untuk bergerak untuk membantu rakyat Palestina. Bersama mereka lah, bantuan dari masyarakat Indonesia bisa masuk ke Palestina.

Bantuan yang disiapkan di Amman, Jordania, berupa bahan makanan kurang lebih 7500 box yang berisi Adas, Humus (makanan khas timur tengah terbuat dari tumbuhan), sardens, tuna, gula, kopi, minyak goreng, roti, dan lain-lain. Masing-masing paket tersebut mampu menghidupi satu keluarga Palestinan dan Libanon untuk satu pekan. Insya Allah, bantuan dari masyarakat Indonesia akan menghidupi sekitar 7500 keluarga Palestina dan Libanon.

Kamis, 10 Agustus 2006, dua truk container bantuan kemanusiaan berangkat dari Amman menuju Libanon. Beberapa jam sebelumnya, Syeikh Nasrullah, salah satu pimpinan Hizbullah baru saja mengeluarkan pernyataan bahwa tidak satu pun warga asing diperbolehkan memasuki wilayah Libanon atas alasan apa pun, alasan milisi mau pun kemanusiaan. Bantuan kemanusiaan hanya boleh disalurkan melalui Bulan Sabit Merah Libanon. Sementara Hizbullah tak mengizinkan bantuan pasukan perang. Alasan utamanya, mereka merasa sanggup menghadapi Israel dan Amerika, selain Hizbullah juga tak ingin pihak lain mengetahui kekuatan mereka sesungguhnya. Dalam pernyataannya, Syeikh Nasrullah juga menegaskan pihaknya tak ingin strategi menghadapi Israel diketahui pihak lain.

Tak hanya Libanon, bahkan Suriah sebagai negara yang berbatasan langsung dengan Libanon ikut mengeluarkan larangan serupa. Kebijakan pemerintah Suriah tentu saja sangat logis, karena Suriah menjadi jalur utama masuk ke Libanon. Akibat kebijakan dua negara tersebut, anggota tim ACT dari Indonesia tak bisa menembus daerah konflik Libanon. Namun demikian, relawan-relawan lokal ACT dari Jordania terus masuk ke Libanon untuk mengantarkan bantuan kemanusiaan. Bantuan dibagi ke beberapa wilayah di Libanon seperti Beirut, Tharoblis, Shoidah, Qana, perbatasan Libanon-Suriah, Baqa, dan lain-lain. Bantuan dari Indonesia tersebut bisa masuk, salah satunya berkat bantuan ulama terkenal Libanon, Syeikh Faishol Al Mawlawi.

Sengaja, bantuan kemanusiaan untuk Libanon tidak diberikan kepada pengungsi yang berada di Suriah maupun Jordania. Karena mereka yang mengungsi ke kedua negara tersebut adalah orang-orang kaya yang masih sanggup menyewa apartemen atau hotel di Damaskus atau Amman. Karenanya, pengiriman bantuan langsung masuk ke Libanon bekerja sama dengan lembaga kemanusiaan Jamiah Nakobat dan jaringannya di Libanon adalah langkah tepat yang dilakukan tim ACT.

Selanjutnya, ACT berencana mengirimkan tim kedua ke Libanon yang terdiri dari tenaga medis. Namun keberangkatannya masih terus dievaluasi mengingat ketegangan di Libanon sudah mereda setelah disepakatinya gencatan senjata.


Kerjasama Eramuslim dan Aksi Cepat Tanggap

Rekening :

BSM Warung Buncit No. 0030124084 a.n. Eramuslim - ACT
BCA Megamall Ciputat No. 6760303028 a.n. Aksi Cepat Tanggap - Eramuslim

Tidak ada komentar: