Kamis, September 21, 2006

Setelah Pecah Ketuban Apakah Masih Harus Shalat?


Assalamu'alaikum wr. wb.

Ustadz yang dirahmati Alloh swt, saya ingin menanyakan penjelasan ustadz bahwa air ketuban bukan nifas. Yang ingin saya tanyakan, jika setelah pecah ketuban ternyata kita masih harus menunggu lama untuk melahirkan, apakah harus shalat? Hal ini terjadi pada saya dan teman-teman saya.

Saat melahirkan, ada yang sakit luar biasa, padahal masuk waktu shalat, akhirnya tidak shalat. Ada juga yang sudah pecah ketuban jam 6 pagi, baru melahirkan jam dua. Ada yang mulas luar biasa dari jam 9 pagi, karena anak pertama, baru pecah ketuban jam 2, dan melahirkan jam 3. Ada juga yang karena menderita asma, harus menggunakan masker oksigen selama proses melahirkan, yang juga melewati waktu shalat.

Apa yang harus dilakukan oleh ibu-ibu ini? Apakah shalat yang lewat diqadha setelah selesai nifas? Karena rasanya benar-benar mustahil untuk melakukan shalat dalam kondisi-kondisi tersebut.

Terima kasih atas jawaban ustadz. Mohon maaf jika ada kesalahan.

Dwi Agus Rukmini
syaima at eramuslim.com

Jawaban

Assaamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Air ketuban yang pecah memang bukan termasuk ke dalam nifas. Maka hukumnya tidak sama dengan hukum nifas, melainkan hukum yang lain, yaitu darah istihadhah.

Perlu diketahui bahwa hanya ada 3 jenis darah yang keluar dari kemaluan seorang wanita, yaitu darah haidh, darah nifas dan darah istihadhah.

Darah nifas dan darah haidh mengharamkan shalat dan puasa. Sedangkan darah istihadhah tidak mengharamkan keduanya. Maka sebelum bayi dilahirkan, belum ada darah nifas. Kalau pun ada darah yang keluar lantaran air ketuban pecah duluan, maka hukumnya bukan darah nifas tapi darah istihadhah.

Dan darah istihadhah tidak mengharamkan shalat dan puasa. Maka masih ada kewajiban bagi ibu-ibu untuk melakukan shalat dan puasa, bila telah pecah air ketubannya, sementara proses persalinan belum terjadi.

Sedangkan alasan bahwa menjelang proses persalinan terlalu sulit untuk bisa melaksanakan shalat, memang hal itu bisa dipahami. Tapi kita tidak boleh menggeneralisir keadaan tiap orang. Ada wanita tertentu yang masih kuat dan tidak ada masalah bila shalat menjelang saat-saat persalinannya. Tetapi ada juga yang badannya terlalu lemah, seperti orang yang sakit.

Maka apa yang harus dilakukan pada saat seperti ini?

Jawabnya adalah bahwa pada dasarnya shalat masih wajib dikerjakan, tapi kalau karena kondisi yang terlalu payah, maka pasti di dalam syariah ada keringanan. Sebagaimana shalatnya orang yang sedang sakit, maka begitulah cara shalat wanita yang sedang dalam proses persalinan.

Kalau tidak bisa berdiri, boleh duduk. Kalau tidak bisa duduk, boleh sambil berbaring. Kalau tidak bisa berbaring, boleh dengan isyarat saja. Pendek kata, selama kewajiban shalat masih ada, upayakanlah sebisa mungkin untuk shalat, walau bagaimana pun keadaannya.

Sebagaimana kita ketahui juga, bahwa nifas itu adalah darah yang keluar karena persalinan, bukan sebelum persalinan. Dan nifas itu bisa saja berlangsung hanya sekejap mata, tapi biasanya sampai 40 hari. Dan batas maksimalnya adalah 60 hari. Bila telah lewat 60 hari tapi masih saja ada darah yang mengalir keluar, maka darah itu sudah bukan darah nifas lagi, tapi darah istihadhah.

Maka bagi wanita yang telah mengalami nifas lebih dari 60 hari, maka dia sudah wajib shalat dan puasa sebagaimana umumnya orang lain.

Wallahu a'lam bishshawab. Wassaamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc.

Tidak ada komentar: