Assalamu'alaikum wr. wb.
Ustadz yang dirahmati Alloh swt, mudah-mudahan ustadz selalu sehat.
Salah satu hal yang miris di hati saat tiba di tanah haram adalah menyaksikan hotel-hotel merk internasional yang menguasai ring 1 Masjidil Haram dan Masjid Nabawi. Walaupun ada yang dinamakan dengan nama Islam seperti Dar Attauhid, dan lain-lain, bukankah ada sistem kepemilikan franchise? Sehingga jika hotel-hotel tersebut memakai merk Hilton, Intercontinental, Oberoi, Le Meridien, dan lain-lain tentunya harus membayar kepada yang memiliki merk, yang notabene orang-orang non muslim.
Pertanyaan saya, bagaimana hukum menginap di hotel-hotel tersebut? Bagaimana pula jika ternyata orang-orang yang memiliki saham hotel-hotel internasional tersebut ternyata orang-orang Yahudi, yang membunuhi orang-orang Palestina dan Lebanon?
Mohon pencerahannya, Ustadz. Terima kasih atas jawabannya.
Jihan Aina
raghda at eramuslim.com
Jawaban
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarkatuh,
Kasus bertaburannya perusahaan yang nota bene milik non muslim di dunia Arab, termasuk di Makkah dan Madinah, adalah sebuah hal yang memang membuat kita miris. Bahkan fenomena itu masih ditambah bukan hanya hotel, tetapi sampai kepada makanan dan minuman sekalipun, ternyata sangat didominasi oleh perusahaan barat.
Mc Donnald dan Pepsi Cola adalah makanan paling favorit di kedua tanah suci itu. Bahkan mesin minumannya tersebar di mana-mana.
Tetapi lepas dari semua itu, kita harus paham bahwa kebijakan pemerintah Arb Saudi sendiri memang tidak selalu sejalan dengan pemikiran para ulama. Sebagaimana kita tahu bahwa sebagian ulama di Timur Tengah mengkampanyekan boikot terhadap semua produk Yahudi.
Tetapi kampanye itu sayangnya tidak didukung oleh kebijakan resmi dari pemerintahnya. Entah apa motivasinya, takut atau memang kurang tahu masalah, yang jelas nyaris semua produk milik barat ada di tanah suci. Dan dari sana kita segera menemukan titik pangkal masalahnya. Yaitu para penguasa negeri muslim memang kurang responsif terhadapa permasahalan umat. Termasuk umat Islamnya juga
Bukankah Mesir sejak tahun 1976 sudah berjabat tangan dengan Yahudi lewat Perjanjian Camp David? Sekarang kedua negara itu malah sudah punya kedutaan besar di masing-masing negara mereka.
Padahal sebelumnya, Mesir adalah negeri terkuat di Timur Tengah, di belakangnya, negara-negara Arab berkumpul untuk mendukungnya. Namun ketika Yahudi mengembalikan Gurun Sinai yang sebelumnya dicaplok Yahudi, Mesir pun berhenti dari peperangan. Otomatis, semua negeri Arab yang di belakangnya pun ikut-ikutan berhenti. Bahkan banyak yang membuka kantor Kedutaan Besar Israel di negeri mereka.
Maka wajar ketika Hamas di Palestina dan Hizbullah di Lebanon dihujani bom Israel, nyaris semua negara Arab diam seribu bahasa. Takut, bingung, merasa diri lemah, inferior, semua bercampur jadi satu. Mereka tidak pernah jadi 'laki-laki', walau sebentar saja.
Maka upaya para ulama untuk memboikot produk yahudi, nyaris seperti sia-sia. Alih-alih perusahaan mereka runtuh, justru semakin banyak saja anak perusahaannya yang berinvestasi di dunia Arab, termasuk di Saudi Arabia sendiri.
Semua ini betul-betul seperti lingkaran setan, yang tidak terlalu mudah untuk mencari jalan keluarnya. Bukankah ponsel anda pun produk mereka juga? Bahkan kalau bukan handsetnya, operatornya pun telah dimiliki saham-sahamnya oleh mereka?
Umat Islam sendiri tidak pernah punya vendor untuk ponsel, tidak handsetnya, tidak juga operatornya. Bahkan kalau mau diperluas, umat Islam tidak punya apa-apa. Semua kebutuhan hidupnya diproduksi oleh musuh-musuhnya. Apa yang kita makan, apa yang kita minum, apa yang kita pakai, apa yang kita kendarai, rumah dan hotel yang kita tempati, semua buatan musuh kita. Umat kita ini jadi bergantung kehidupannya dari irama yang dimainkan oleh musuh-musuhnya sendiri.
Keadaan itu mirip dengan gambaran Rasulullah SAW 14 abad yang lalu:
Nyaris kalian akan dikerubuti oleh umat-umat lain sebagaimana hewan-hewan mengerubuti mangsanya. Seorang shahabat bertanya, "Apakah karena jumlah umat Islam sedikit, ya Rasulallah SAW?" "Tidak, jumlah kalian saat itu banyak. Tetapi tidak ubahnya seperti buih di lautan. Allah akan mencabut rasa takut (gentar) kepadamu dari hati musuh-musuhmu dan memasukkan ke dalam hatimu wahan.""Apakah wahan itu ya Rasulullah?" Beliau menjawab, "Cinta dunia dan takut mati."
Maka sekedar mengeluarkan fatwa yang mengharamkan produk ini dan produk itu, nampaknya belum berimbang dengan realitas kebutuhan kita sendiri. Sebab kalau kita mau mengharamkan makanan produk musuh kita, tentunya tidak pilih kasih. Semua yang berbau produk atau bersumber dari musuh, harusnya diharamkan.
Tetapi, bukankah negara kita pun berhutang kepada musuh dengan sistem ribawi? Kalau pemerintah kita membangun jalan, listrik, air, fasilitas pendidikan, dan seluruhnya, bukankah itu milik musuh kita juga?
Ngomong-ngomong, saat berangkat ke tanah suci, anda menumpang Boing atau Airbus?
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarkatuh,
Ahmad Sarwat, Lc.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar