Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Ustadz, saya ingin menanyakan hal-hal sebagai berikut:
1. Berapa persen bagian untuk amil zakat dari seluruh zakat yang diterima oleh amil?
2. Bolehkah zakat tersebut diberikan kepada yang telah mengimami sholat tarawih/memberikan ceramah tarawih, dengan alasan jihad fi sabilillah? Kalau boleh berapa persen untuk bagian ini?
Jazakallahu atas jawabannya.
Wassalamu'alaikum warahamatullahi wabarakatuh
Abi Fatta
Jawaban
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Umumnya para ulama menyebutkan bahwa bagian hak yang boleh diterima oleh amil zakat adalah 1/8 dari jumlah total zakat yang telah dikumpulkan.
Pendapat mereka berangkat dari ayat Al-Quran yang menyebutkan 8 ashnaf yang berhak menerima zakat.
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاء وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِّنَ اللّهِ وَاللّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS At-Taubah: 60)
Karena jumlahnya ada 8 bagian dan amil termasuk salah satunya, maka logikanya adalah semua harta zakat itu dibagi 8 sama besar. Satu bagiannya berarti 1/8 dari total harta zakat. Maka 1/8 itulah yang menjadi hal untuk para amil secara keseluruhannya.
Demikian juga ashnaf lainnya seperti para muallaf yang dibujuk hatinya, para budak, orang-orang yang berutang, fi sabilillahdan orang-orang yang sedang dalam perjalanan. Kesemuanya punya hak maksimal yaitu 1/8.
Tetapi khusus buat mereka yang faqir dan miskin, ketentuan bahwa maksimal jatah hanya 1/8 tidak berlaku. Mengingat tujuan utama pemberian zakat itu memang kepada mereka. Bahkan sebisa mungkin harta zakat itu diprioritaskan terlebih dahulu buat mereka, baru setelah kebutuhan mereka dianggap cukup, ashnaf yang lain boleh dipikirkan.
Zakat Buat Imam/Penceramah Tarawih
Kalau kita lihat secara pembagian ashnaf di atas, jelas sekali bahwa imam shalat tarawih dan penceramah bukan termasuk ashnaf yang berhak menerima harta zakat. Sebab yang dimaksud dengan fi sabilillah pada hakikatnya adalah orang-orang yang berperang di jalan Allah, demi mempertahankan agama dan negeri Islam.
Jihad fi sabilillah punya karakteristik khusus yang tidak bisa disamakan begitu saja dengan tugas ceramah atau jadi imam. Jihad itu beresiko pada kematian, sedangkan tugas ceramah/imam tidak. Jihad itu meninggalkan anak isteri dan kampung halaman, berjaga berbulan-bulan di tapal batas, maka wajar bila para mujahidin diberi jatah dari harta zakat, sebagai tanggung-jawab negara atas nafkah bagi keluarganya.
Adakah imam shalat dan penceramah punya persamaan dengan para mujahidin? Istfati qalbaka, mintalah fatwa dari hati nuranimu...
Akan tetapi bila seorang imam atau penceramah tarawih itu punya kriteria sebagai orang miskin atau fakir, maka mereka boleh mendapatkan harta zakat itu. Bukan karena beliau jadi imam atau jadi penceramah, melainkan karena beliau orang miskin atau fakir.
Dengan demikian, kita tidak memelintir tafsir Al-Quran seenaknya saja. Sebab penjelasan tentang hal itu harus juga dikaitkan dengan praktek di masa nabi. Adakah imam shalat atau penceramah diberi uang zakat di masa itu?
Dr. Yusuf Al-Qaradawi mensyaratkan bila ingin menganggap kegiatan dakwah berhak mendapatkan harta zakat, maka haruslah yang punya nilai-nilai perjuangan dan sebisa mungkin menyerupai sebuah jihad di medan tempur. Pada saat itu barulah para juru dakwah itu boleh diberi harta zakat.
Beliau mencontohkan seperti para juru dakwah di berbagai Islamic Center di negeri minoritas muslim, mereka tak ubahnya seperti para pejuang Islam yang memperjuangkan penyebaran Islam. Meski bukan dengan pedang, tapi nilai perjuangan mereka tidak kurang penting dibandingkan dengan para mujahidin.
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar