Selasa, Juni 20, 2006

Kedudukan Harta Suami dalam Pernikahan

Assalamu'alaikum wr. wb.

Ustadz yang terhormat,
Saya ingin menanyakan kedudukan harta suami dalam rumah tangga.
Isteri saya mengatakan bahwa harta dia bukan harta saya (kalau ini saya bisa terima), tapi harta saya adalah juga harta dia. Bagaimana menurut ustadz soal tersebut, terus-terang saya jadi agak stres dengan prinsip isteri saya tersebut.

Saya jadi tidak punya hak mutlak atas harta-harta yang saya bawa dan saya dapatkan sebelum dan sesudah menikah karena prinsip isteri saya itu. Isteri saya dengan seenak dia mau melakukan apa saja terhadap barang milik saya. Dia bisa sesuka hatinya membuang, mengambil barang-barang saya tersebut, tanpa saya boleh protes. Bagaimana Islam memandang hal ini?

Atas jawabannya saya ucapkan banyak terima kasih.

Wassalam,

Furqan

Jawaban

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Sebagian dari pernyataan isteri anda itu benar, tetapi sebagiannya lagi perlu diluruskan. Benar bahwa di dalam harta anda itu ada hak isteri anda. Akan tetapi tidak ada ta'yin (penetapan) secara persentasenya.

Kasusnya sama dengan uang rakyat yang ada di tangan pemerintah. Dikatakan uang rakyat karena didapat dari pembayaran pajak rakyat, serta digunakan untuk kepentingan rakyat. Akan tetapi bukan berarti siapa pun asalkan dia rakyat, berhak dan bebas mengambilnya untuk kepentingan diri sendiri. Ini namanya pencurian, perampokan atau bahkan korupsi.

Harta miilk suami, sepernuhnya memang milik suami. Meski di dalam harta itu ada sebagian yang menjadi hak isteri. Besarnya tentu harus disepakati, tidak bisa asal klaim begitu saja. Sama seperti besarnya mahar (maskawin) yang disepakati sebelum akad nikah. Tentu anggapan isteri anda salah kalau dia merasa punya hak untuk memakai harta pribadi anda secara unlimited. Kalau demikian, sama saja anda tidak punya hak kepemilikan, sebagaimana budak. Seorang budak yang bekerja 24 jam sehari tidak punya hak kepemilikan, karena secara hukum, dirinya dan semua benda yang dimilikinya adalah milik tuannya.

Tentunya isteri anda bukan tuan anda dan anda bukan budaknya, bukan? Maka luruskanlah pemahaman agama isteri anda dan jelaskan bahwa suami biar bagaimana pun tetap punya hak kepemilikan atas harta yang dimilikinya. Namun di dalam harta itu, sebagiannya memang ada yang menjadi hak isteri sebagai nafkah. Besarnya? Yang pasti bukan 100%. Bisa 50%, bisa lebih dari itu dan bisa kurang dari itu. Semua tergantung kesepakatan anda berdua. Dan biasanya kesepakatan ini ditentukan di awal sebelum pernikahan.

Tetapi isteri anda benar dalam hal hak kepemilikan harta dalam sebuah rumah tangga. Di mana isri punya hak kepemilikan sendiri dan suami pun demikian juga. Nantinya semua perabot dan isi rumah itu memang ada pemiliknya sendiri-sendiri. Kalau pun dimiliki berdua, tetap bisa ditetapkan prosentase nilai kepemilikan masing-masing. Sehingga tidak ada pihak yang dizalimi dan menzalimi. Sebab semua pihak tahu mana harta miilknya dan mana harta milik orang lain. Meski pun mereka pasangan suami isteri.

Wallahu a'lam bishshawab wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc.

Tidak ada komentar: