Rabu, Juni 14, 2006

Antara Rasa Bersalah dan Tidak

Assalamualaikum wr. wb.

Saya seorang muslimah yang baru menikah dua bulan yang lalu dengan seorang laki-laki yang shaleh. Meski tidak direstui oleh ibu, dan sebagian keluarga, karena beda keturunan, dan sudah menjadi adat dalam keluarga saya. Kini saya jauh dari ibu dan keluarga karena mengikuti suami. Ada perasaan bersalah pada ibu dan keluarga karena telah mengecewakan mereka, tapi di satu sisi saya ingin membuktikan ke mereka bahwa menikah dengan beda turunaan dapat hidup bahagia selama itu yang kita pilih karena agamanya.

Sejak saya menikah, mereka memutuskan silaturahim dengan saya, sehingga timbullah rasa sedih dan rindu pada mereka. Tolong bantu saya berupa masukan, agar ibu dan keluarga dapat menerima saya kembali seperti dulu lagi. Jazakillah khair.

Wassalaamu'alaikum,

Z

Jawaban:

Assalammu'alaikum wr. wb.

Ibu Z yang dimuliakan Allah,

Tentu tidak mudah ya bu, menjalani lembaran hidup baru dalam pernikahan dengan ketidakridhoan ibu anda maupun keluarga besar. Namun nampaknya meski ada perasaan bersalah tapi ibu tidak terlalu menyesali keputusan ibu karena ibu merasa bahwa apa yang ibu putuskan merupakan hal yang benar. Tapi meski demikian terputusnya tali silaturahmi dengan keluarga ini tentu akan menjadi ganjalan dalam menjalani bahtera rumah tangga.

Jika ibu memang merasa yakin dengan apa yang sudah ibu putuskan maka jalanilah hal tersebut dan buktikan pada keluarga bahwa apa yang menjadi prasangka mereka tidak beralasan. Apalagi jika alasan ibu memang dikarenakan berpegang teguh pada agama, maka yakini Allah kan memudahkan perjuangannya

Oleh karena itu sikap ibu anda dan anggota keluarga yang lain tentu juga hal yang harus diterima sebagai konsekuensi dari keputusan anda yang hendak memperjuangkan prinsip tersebut. Menentang atau hendak merubah paradigma memang membutuhkan perjuangan dan ketabahan dan ini pasti membutuhkan waktu.

Saran saya, sebaiknya bersabarlah atas sikap ibu anda dan keluarga besar dan sikapi semua ini sebagai hal yang akan terkikis oleh waktu. Tetaplah menjaga tali silaturahmi dengan ibu anda, datangi rumahnya, berikan perhatian padanya meski dia menolaknya. Buktikan bahwa apa yang anda lakukan bukan karena kebencian anda atau kehendak untuk menentang tetapi dilandasi prinsip yang benar.

Dan kebenaran tentu juga diperjuangkan dengan cara yang baik, kelembutan dan kesabaran. Semoga seiring perjuangan anda untuk menjaga hubungan baik dengan ibu serta keluarga, maka akan Allah cairkan hati yang beku sehingga mereka kembali dapat menerima anda dengan keikhlasan. Jadi jalannya tidak lain adalah menerima, bersabar dan pertahankan akhlak anda kepada ibu dan keluarga tercinta. Wallahu'alambishawab.

Wassalammu'alaikum wr. wb.

Rr. Anita W.

Tidak ada komentar: