Rabu, Juni 28, 2006

Episode Duka Keluarga Palestina dan Piala Dunia Sepak Bola


Heba Muhammad tidak dapat menyembunyikan kebahagiaannya saat mendengar sang suami mengatakan, “Putaran pertama piala dunia sudah selesai…” Heba menduga, dengan usainya putaran pertama itu, berarti usailah piala dunia lalu kehidupan rumah tangganya bisa berlangsung normal kembali.


Tapi tentu saja dugaan itu meleset, sebab masih ada putaran kedua piala dunia yang tidak kalah sengit dan lebih menarik perhatian para pecandu bola. Heba, adalah seorang ibu dari keluarga Muslim di Palestina yang sehari-hari sudah sulit menjalani kehidupannya di tengah embargo Barat atas Palestina.

“Hampir semua ritme kehidupan keluarga kami berubah sejak dimulainya piala dunia sepak bola. Sudah lebih dari satu bulan perubahan itu kami rasakan. Bangun dan tidur untuk sepakbola, suamiku tidak lagi banyak berbicara kepada kami dan anak-anak kecuali tema sepak bola, “Siapa yang akan bertanding malam ini? Siapa yang akan menang dan siapa yang akan kalah?” ujar Heba. Ia bahkan mengatakan, 99% pembicaraan suaminya di rumah terkait dengan sepak bola. “Saya lebih membenci kegilaan suamiku terhadap bola, ketimbang suamiku menikahi wanita lain,” ujar Heba ketus.

Heba mempunyai tiga orang anak. Yang paling besar baru saja usai menjalani ujian akhir di Tsanawiyah. Suaminya, 48 tahun, memang gila bola. “Meski kami telah menikah lebih dari 20 tahun, tapi saya belum pernah melihatnya tergila-gila luar biasa dengan bola seperti saat ini. Dahulu, di awal rumah tangga kami, ketika kami muda, kami memang menyaksikan turnamen bola dalam waktu tertentu. Kami juga tidak peduli dengan yang menang dan kalah. Tapi sekarang, ia sangat berubah dan bahkan mau begadang sepanjang malam agar tetap bisa menyaksikan pertandingan bola.”

Heba melanjutkan kesedihannya. “Allah Maha Tahu dengan kondisi kami. Kehidupan kami telah terbalik. Nyaris tak ada yang memperhatikan urusan rumah, masalah anak-anak dan masalah saya. Kami semua pergi pagi hari dan dia tengah tidur lelap karena malamnya tidak tidur untuk menonton bola. Lalu ia pergi bekerja dan sore hari kembali duduk di depan televisi untuk mengamati sepak bola lagi. Sampai menjelang pagi, ia tidur sebentar lalu bekerja. Seperti itulah setiap hari.”

Selain Heba, ada pula seorang ibu bernama Umu Ahmad Omar. Ia juga mengalami siklus hidup yang hampir sama dengan Heba. Umu Ahmad seorang ibu usia 30 tahun dengan dua orang anak. Sang suami bekerja di bengkel mobil. Tapi sejak dimulainya piala dunia sepak bola, ia pulang lebih awal dan segera duduk di depan televisi dengan konsentrasi penuh. “Saya bukan orang gila bola. Tapi saya juga ingin sesekali melihatnya. Sedangkan suami saya nyaris tidak pernah absen menyaksikannya.” Menurut Umu Ahmad, situasi keluarganya saat ini menjadi ‘dingin’. Ia sendiri sibuk mengurus rumah dan dua anaknya, sedangkan sang suami sibuk dengan sepak bola. “Sampai-sampai tema sepak bola menjadi bahan diskusi yang sangat sering antara kami, dan saya menjadi turut menghafal nama-nama bintang sepak bola berikut officialnya, keunggulan dan kelemahan kesebelasan, karena sering sekali suami membicarakannya.”

Umu Ahmad kini mengaku menjadi malas untuk menjalani sejumlah rutinitas kehidupannya. Ia bahkan mengaku pernah menangis di kamarnya tanpa mengeluarkan suara. Ia berpikir untuk bisa berbagi dengan seorang sahabatnya tentang masalah yang ia alami beberapa waktu terakhir terkait sikap suaminya. Dan hal itulah yang kemudian dilakukannya hingga ia bisa lebih tenang. “Alhamdulillah, kondisi saya sekarang menjadi lebih baik.” (na-str/iol)

Tidak ada komentar: