Senin, Oktober 09, 2006

Negara Islam Indonesia


Assalamualaikum wr. wb.

Apa kepentingan kita untuk mendirikan syariat Islam dalam negara? Tentunya untuk melindungi umat Islam, berjihad fiisabilillah. Dari fakta yang ada, dan kesadaran penuh untuk menelaah dan meneliti bahkan menjadi suatu ilmu dari sejarah. Karena dalam Al-Quran sejarah merupakan pengulangan alur kehidupan manusia.

Dari sejarah yang saya baca tentang NII Kartosuwiryo saya menemukan keprihatinan pemerintahan pada saat itu, dan khususnya umat muslim. Kenapa tidak, orang yang punya cita-cita menegakan syariat Alloh SWT tetapi ditolak, difitnah bahkan diperangi. Memang itu adalah sunnatulloh, di mana ada yang haq maka yang batil selalu merong-rong.

Pak ustadz, saya hanya ingin bertanya satu hal saja, dari pemahaman tauhid yang saya dapat tentang mulkiyahtulloh (kerajaan Alloh SWT yang ada di langit dan di bumi). Manusia sebagai wali Alloh SWT di muka bumi wajib menegakan mulkiyahnya.

Setelah mengetahui adanya harokah yang berjuang fiisabilillah seperti NII Kartosuwiryo baik yang dahulu atau yang sekarang, sikap apa yang terbaik dari kita, atau langkah apa yang akan kita lakukan setelah mengetahuinya? Jazakalloh.

Dedi Kurniawan
terrorstudio at eramuslim.com

Jawaban

Assalamu;alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Menegakkan syariah Islam itu adalah kewajiban setiap individu muslim, baik pada dirinya sendiri, keluarganya, masyarakatnya, lingkungannya, wilayahnya bahkan hingga negara dan kumpulan dari negara-negara (khilafah).

Yang berjuang untuk menegakkan syariat Islam dari umat ini sangat banyak, salah satunya Kartosuwiryo. Tetapi tentu saja beliau bukan satu-satunya yang bercita-cita melakukannya. Setiap elemen umat ini pasti punya putera-putera terbaiknya yang tidak bisa dipungkiri peran dan sumbangsihnya dalam rangka menegakkan syariat.

Adalah keliru kalau kita beranggapan bahwa menegakkan syariah Islam hanya merupakan kewajiban segelintir orang saja atau satu dua kelompok saja. Sebagaimana juga keliru kalau kita mengatakan bahwa menegakkan syariat itu hak eksklusif tokoh tertentu, sehingga siapapun yang ingin menegakkan syariah, harus menjadi pengikut tokoh tersebut. Tidak boleh berada di luar perintahnya.

Seharusnya, siapa pun yang pernah mempelopori penegakan syariah, membuka diri seluas-luasnya dan mengajak semua elemen umat untuk bersama-sama berjuang. Bukannya malah menghalangi kiprah saudaranya hanya sekedar demi mendapatkan pengakuan.

Sebab menegakkan syariah di sebuah negara adalah proyek maha raksasa, tidak mungkin habis dikerjakan sendirian. Kelompok-kelompok Islam yang selama ini nyaring menyuarakan penegakan syariat Islam pasti tidak akan mampu mengangkut beban itu sendirian. Perlu dukungan yang jauh lebih luas lagi dari semua elemen umat.

Satu dan dua ormas Islam terbesar di negeri ini pun belum tentu mampu menegakkan syariah, kalau tidak dibantu oleh semua pihak.

Karena itu pastilah kita sedang bermimpi bila membayangkan syariat Islam bisa tegak di negeri ini, manakala kita masih belum siap berbagi, bertaaruf, berhimpun dan bersinergi dengan semua lapisan umat.

Setiap lapis umat ini pasti punya potensi yang belum tentu dimiliki oleh lapisan yang lainnya. Sementara problematika dan tantangan umat ini sangat banyak dan plural. Baik masalah ekonomi, pendidikan, kesejahteraaan, penegakan hukum, pemerataan, pengembangan potensi SDM, pengolahan dan pengelolaan sumber daya alam, kemajuan dan terobosan di bidang teknologi, sampai urusan yang kelihatan sepele tapi ternyata sangat penting, misalnya urusan mengelola sampah da limbah.

Semua masalah itu harus ada solusinya secara syariah. Mustahil kita mengatakan bahwa kita bercita-cita menegakkan syariah, kalau semua detail masalah itu tidak mampu kita jawab dengan solusi syariah.

Memilihi kekuasaan memang salah satu kunci tegaknya syariah. Akan tetapi kekuasaan bukan satu-satunya kunci tegaknya syariah. 13 tahun Rasulullah SAW berdakwah di Makkah, sangat jauh dari kekuasaan. Baru setelah di Madinah selama 10 tahun beliau menegakkan syariah dengan dibackup kekuasaan. Artinya, separuh dari masa tugas nabi sebagai penegak syariah dilewati tanpa kekuasaan.

Oleh karena itu, keliru rasanya ketika kita mengatakan bahwa untuk menegakkan syariah hanya bisa dilakukan semata-mata bila kekuasaan ada di tangan. Sebagaimana juga keliru orang yang berpikiran bahwa penegakan syariah itu tidak memerlukan kekuasaan.

Penyebaran dakwah, peningkatan mutu majelis taklim, penyebaran buku syariah berbahasa Indonesia, masuknya materi syariah ke dalam kurikulum pendidikan nasional, pendidikan syariah kepada semua pejabat negara, tentara, birokrasi, profesional, juga termasuk penetrasi para ahli syariah ke dalam dunia usaha, bisnis dan ketatanegaraan, bahkan ke lembaga perwakilan rakyat, adalah contoh-contoh kecil langkah yang sangat mutlak harus dikerjakan.

Tidak mungkin syariah bisa tegak kalau hanya disampaikan hanya di masjid dan pesantren saja. Materi syariah harus masuk ke barak-barak militer, asrama kepolisian, komplek TNI, kantor-kantor pejabat, kampus, sekolah umum, sekolah kedinasan, rumah sakit, istana presiden, televisi, radio, multimedia, buku, majalah, koran dan internet.

Pendeknya, di mana ada komunitas manusia, di situ harus ada akses ke ilmu syariah. Agar syariah tidak menjadi barang asing yang ditabukan orang. Cita-cita penegakkan syariah hanya tinggal ilusi bila semua itu belum diprogramkan secara intensif dan profesional.

Bagaimana rakyat dan pemerintah mau menjalankan syariah, kalau mereka masih takut, asing dan fobi terhadapnya? Bagaimana para wakil rakyat mau membuat undang-undang yang sejalan dengan syariah kalau mereka buta syariah? Bagaimana presiden mau mendukung penegakan syariah, kalau cara pandangnya terhadap syariah masih absurd? Dan bagaimana syariah bisa tegak di tengah masyarakat kalau masyarakatnya menolak syariah?

Karena itu peran serta semua pihak sangat mutlak dalam menegakkan cita-cita bersama yaitu penegakan syariah.

Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu;alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc.

Tidak ada komentar: