Rabu, Oktober 04, 2006

Mencabut Sighat Ta'liq yang Terlanjur Dilakukan


Assalamu’alaikum warrahmatullahi wabarakatuh.

Ustadz, saya ingin menanyakan mengenai hukum sighat ta’liq pada contoh kasus berikut:

Sesuai dengan sighat ta’liq telah jatuh talak kepada sang isteri. Tapi mereka berdua tidak ada niat bercerai. Apakah secara otomatis mereka bisa disebut telah bercerai sesuai lafal yang disebutkan di dalam sighat ta’liq? Kemudian, apabila suatu saat suami kembali pada isterinya bagaimana hukumnya?

Wassalamu’alaikum warrahmatullahi wabarakatuh,

Ria Suryana
rsuryana at eramuslim.com

Jawaban

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Shighat ta'liq adalah sebuah syarat di mana seandainya terjadi suatu kejadian, maka seorang suami akan menceraikan isterinya.

Shighat ini biasanya dibaca oleh suami segera setelah akad nikah selesai ditetapkan. Tetapi hukumnya tidak ada kaitannya dengan sah tidaknya akad nikah. Artinya, siapa saja boleh untuk mengucapkan shighat itu tetapi siapa pun boleh saja tidak mengucapkannya.

Adapun tujuan dari diucapkannya shighat ini barangkali awalnya ingin melindungi isteri dari kemungkinan dizhalimi oleh suaminya. Sayangnya, jalan keluar yang disediakan justru tidak memecahkan masalah, karena malah mengajak kepada perceraian. Seseorang sejak awal sudah dicanangkan bahwa bila pasangan suami isteri itu tidak ada kecocokan lagi, maka katupnya sudah disediakan, yaitu suami menceraikan isteri.

Seolah bila suami melakukan kesalahan atau kekurangan tertentu, maka jalan keluarnya adalah perceraian.

Meski pun sebenarnya kalau kita dalami isi dari shighat ta'lik itu juga tidak sederhana. Sebab perceraian yang dijadikan sebagai konsekuesi hukum tidak lantas dengan mudah jatuh begitu saja, kecuali lewat beberapa tahapan yang panjang.

Talak dengan Syarat

Shighat ta'liq pada dasarnya adalah talak lewat syarat. Apabila syarat terpenuhi, maka talak otomatis jatuh. Dalilnya adalah hadits Rasulullah SAW:

”Orang-orang Islam itu terikat dengan syarat yang diajukannya (disepakatinya).”

Dari Ibnu Umar ra. bahwa seorang laki-laki telah mentalak isterinya bila isterinya keluar. Ibnu Umar berkata, ”Bila wanita itu keluar, maka dia sudah ditalak. Tapi bila tidak keluar, maka tidak terjadi apa-apa”. (HR Bukhari).

Namun bila seorang suami sudah terlanjur mengucapkan shighat ta'liq, entah karena tahu atau malah tidak tahu hukumnya, tiba-tiba dia mereka tidak setuju dengan isinya, boleh saja suatu waktu dia mencabut pernyataannya itu. Sebab shighat ta'liq tidak satu paket dengan akad nikah, tetapi terpisah dalam dua hal yang berlainan. Sehingga ketika seseorang mencabut ta'liqnya, maka status hukum akan nikahnya tidak terpengaruh.

Dalinya adalah sabda Rasulullah SAW berikut ini:

Dari Aisyah ra. berkata, ”Semua sumpah meski besar tetap bisa dibatalkan bila dia membayar kafarat, kecuali sumpah membebaskan budak dan talak.” (HR Ibnu Abdil Bar).

Di luar itu, ada pendapat yang berbeda yaitu pendapat kalangan Syi`ah Imamiyah dan Zahiriyah. Mereka tidak mengakui talak yang mu`allaq (bersyarat) seperti ini.

Sedangkan Ibnu Taymiyah mencoba memilah masalah talaq mu`allaq ini menjadi dua kemungkinan. Pertama, bila syarat (ta`liq) yang dimaksud itu berbentuk sumpah dan kedua bila berbentuk syarat mutlak. Bila berbentuk sumpah seperti perkataan,”Saya bersumpah akan mentalak isteri bila dia keluar rumah”, maka talak tidak jatuh bila dia mencabut sumpahnya dan membayar kaffarah (denda) atas sumpahnya.

Bahkan Ibnul Qayyim mengatakan tidak perlu membayar kaffarat. Sedangkan bila ta`liqnya berbentuk syarat mutlak seperti ucapan, ”Saya ceraikan isteri saya bila saya masuk rumah”, maka talaknya jatuh bila dia masuk rumah.

Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc.

Tidak ada komentar: