Selasa, Juni 12, 2007

Al-Quran Tidak Sejalan Antara Surah Satu dengan yang Lainnya?

Assalamualaikum

Mengapa ada yang tidak sejalan antara satu surah dengan surah yang lain yaitu Surah Abasa menceritakan tentang "Rasulullah" bermuka masam dan berpaling dari sahabatnya yang ingin berkunjung ke rumahnya."

Sedangkan dalam surah yang lain yaituAl-Ahzab menceritakan bahwa "di dalam diri Rasulullah terdapat contoh yang baik", bahkan di dalam surah yang lain yaitu ada tertulis "Muhammad itu menyampaikan kepada kalian bukan berdasarkan hawa nafsunya, melainkan wahyu yang di wahyukan",

Mengapa terjadi demikian, kalau dari surah Al-Ahzab itu tadi jelas Rasulullah tidak pernah berbuat salah dari segi apapun baik perbuatan, perkataan, dan diam beliau, kalau masih berbuat salah berarti tidak sesuai dengan firman Allah di atas.

Sebelumnya saya ucapkan terima kasih

Wassalam

Mulyadi Razak
ibnu_razak at eramuslim.com

Jawaban

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Keteladanan seorang Muhammad Rasulullah SAW memang unik, karena di satu sisi dia hanyalah sekedar manusia biasa, yang mungkin lupa, salah, cemas, takut, marah, lelah, cemburu dan seterusnya.

Katakanlah, "Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku."(QS. Al-Kahfi: 110)

Sisi kemanusiaan beliau memang ada, wajar, dan telah diakui oleh Allah SWT sendiri di dalam ayat di atas. Jadi tidak ada yang salah ketika seorang Muhammad SAW bereaksi tertentu dalam menghadapi suatu masalah. Seperti untuk sejenak sempat bermuka masam kepada seorang tua yang buta.

Namun itulah bedanya antara seorang manusia biasa dengan seorang nabi. Begitu terlihat agak keluar jalur, ada bimbingan ilahi yang langsung meluruskannya. Sehingga apa yang beliau lakukan itu langsung terkoreksi kembali.

Sisi Kenabian Muhammad SAW

Sementara di sisi lain, dia adalah seorang yang mendapatkan wahyu dari Allah SWT dan juga mendapat penjagaan langsung dari kesalahan fatal dan sesat.

Maka pada sebagian diri beliau ada suri tauladan yang bisa dijadikan sebagai rujukan dalam menjalankan agama Allah.

Namun yang jadi titik teladan tentu tidak bulat-bulat diri nabi, sisi tertentu tidak bisa dijadikan teladan. Bicara tentang khushushiyyah beliau, jelas hukumnya tidak bisa dijadikan teladan. Buat seorang umat Muhammad SAW, haram hukumnya puasa wishal, tidak wajib shalat malam, tidak boleh poligami lebih dari 4 wanita sekaligus dan seterusnya.

Ada juga yang hukumnya mubah, yaitu boleh diikuti atau boleh juga tidak. Seperti jenis makanan sehari-hari yang dimakan beliau. Beliau makan gandung (syair) dengan milh (garam) atau khall (cuka), minum susu kambing mentah yang baru diperas tanpa dimasak, beristinja' seringkali tidak pakai air tapi pakai batu, tidak dilakukan di dalam kamar mandi karena saat itu jarang ada kamar mandi, tetapi buang air besar di alam bebas terbuka (al-khala').

Beliau sering ke mana-mana membawa tongkat, naik unta, tidur di atas tikar yang kalau bangun masih terlihat tanda bekas anyaman tikar yang kasar, kadang berbaju tambalan, pernah 3 bulan dapur rumahnya tidak mengepulkan asapdan seterusnya.

Tentunya kalau anda mau melakukannya persis seperti apa yang terjadi pada diri beliau dengan niat ittiba', tidak ada yang melarang. Tapi jangan katakan bahwa semua hal itu WAJIB dijalankan oleh setiap ummatnya.

Lalu bagaimana memilih dan memilahnya?

Mudah saja, serahkan kepada ahlinya dan anda tinggal duduk manis saja. Biarka para pakar bekerja sesuai dengan bidang keahliannya.

Siapakah para pakar itu?

Mereka adalah para ulama yang ahli dalam mensintesa data-data tentang nabi Muhammad SAW. Mulai dari memeriksa keabsahan semua riwayat (para ahli hadit) hingga memadukannya antara satu data yang valid dengan data valid lainnya.

Hasilnya adalah sebuah produk ijtihad yang amazing dan canggih luar biasa. Kita tinggal membuka daftarnya, para ulama sudah menuliskannya dalam ribuan jilid kitab fiqih.

Semua masalah sudah dikaji dengan seksama, detail, rinci dan dilengkapi dengan semua petunjuknya. Kesimpulannya telah dibagi dalam 5 kriteria, yaitu wajib, haram, makruh, sunnah dan mubah.

Secara sederhana sudha bisa kita pelajari dari sejak duduk di bangku SD saat kita belajar ilmu fiqih.

Dari apa yang dipersembahkan oleh ilmu fiqih itulah kita bisa memilah mana yang sebenarnya dari diri nabi SAW yang harus kita ikuti dengan hukum wajib, mana yang sunnah, mana yang mubah, bahkan mana yang haram sekalipun.

Ilmu fiqih juga akan menjelaskan titik temu antara satu ayat dengan ayat lainnya di dalam Al-Quran yang sekiranya menimbulkan salah persepsi atau kesan saling bertentangan.

Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc

Tidak ada komentar: