Oleh Dh. Devita
Dari dulu, saya selalu yakin bahwa sepanjang nyawa masih menempel di raga, Allah pasti akan menerima taubat seseorang. Betapapun seseorang tersebut berkali-kali melakukan kesalahan. Betapapun seseorang tersebut tak menyadari betapa Allah telah berulang kali memberikannya kesempatan untuk bertaubat. Oleh karena itulah, saya tidak pernah putus asa menyemangati seseorang yang saya kenal, yang saya tahu sudah begitu banyak kesalahan yang ia perbuat semasa hidupnya.
Kalau ditanyakan kepada orang lain, mungkin beragam tanggapan yang akan saya terima. Ada yang langsung bersikap sinis dan mengatakan bahwa dosa orang tersebut terlalu besar. Dan mungkin ada pula yang memilih bersikap skeptis bahwa seseorang tersebut tidak mungkin berubah sampai kapanpun. Saya adalah salah seorang terdekat dari seseorang tersebut, sebut saja si A, yang cukup mengetahui sejarah panjang ‘kelakuannya’ yang tak pernah tidak membuat orang lain geleng-geleng kepala. Bahkan untuk beberapa kasus, saya sendiri terhitung menjadi korban akibat perilakunya yang tidak bertanggung jawab.
Tetapi, entah kenapa, saya tetap saja ‘membela’ si A di hadapan orang lain seraya mengatakan: “Ia sedang berusaha untuk bertaubat”.
Banyak orang mungkin merasa heran dengan sikap saya tersebut. Padahal mereka mengetahui apa saja yang telah diperbuat oleh si A terhadap diri saya. Saya sendiri memang merasakan tak sedikit penderitaan yang saya rasakan akibat ulah si A tersebut. Tetapi, sekali lagi, entah kenapa saya selalu berusaha memaafkannya. Mungkin rasa sayang saya begitu besar pada si A. Mungkin di lubuk hati saya yang paling dalam, saya begitu mengharapkan si A untuk berubah, bertaubat, dan tidak lagi mengulangi perbuatannya. Saya rasanya masih bisa membuka lebar-lebar hati saya untuknya. Apalagi dalam kurun waktu tiga tahun belakangan ini si A memang benar-benar berubah, menurut saya. Saya jadi mensyukuri keputusan saya untuk memaafkan segala perbuatan buruknya yang dilakukan pada saya.
Melihat perubahan demi perubahan yang terjadi pada dirinya, saya tak habis-habis mengucap syukur pada Allah. Bahkan kadang-kadang saya tidak percaya, bahwa si A bisa begitu berubah. Ia tak pernah tidak menunaikan shalat tepat waktu. Ketika adzan berkumandang, ia langsung bangkit dari aktivitasnya dan langsung mengambil wudhu. Saat hari Jumat tiba, ia dengan begitu bersemangat berjalan kaki dari rumah menuju masjid terdekat. Seringkali saya terharu melihatnya tersenyum-senyum pulang ke rumah dengan sajadah tersampir di pundak. Pun ketika saya mendapatinya begitu rajin berpuasa sunnah setiap hari Senin dan Kamis.
Sewaktu ia berada di luar rumah, misalnya sedang berjalan-jalan ke sebuah mal, ia dengan percaya dirinya langsung menghampiri mushala untuk menunaikan shalat apabila waktunya telah tiba. Saya melihat semangat menuju kebaikan yang tak habis-habisnya pada diri si A. Dan rasanya saya ingin melakukan apapun untuk membuatnya tambah bersemangat, dan memberikan sedikit ilmu yang saya punya untuknya. Ternyata benar, memberikan maaf kepada orang yang berbuat salah bisa jadi akan menimbulkan semangat pada dirinya untuk bertaubat dan memperbaiki diri. Allah saja mengampuni seluruh dosa hamba-hamba-Nya, masa manusia tidak? Begitu keyakinan saya.
Dalam banyak diskusi yang kami lakukan, saya pun mendapati dirinya penuh keingintahuan tentang Islam. Tak jarang kami mengobrol lama mengenai hal-hal yang ingin diketahuinya. Dan saya sendiri merasakan bahwa sepertinya saya yang jadi bersemangat untuk menceritakan dan memberitahukan segala hal yang saya tahu kepadanya. Tak henti-hentinya saya bersyukur pada Allah akan kesempatan yang Ia berikan pada si A untuk memperbaiki diri.
Suatu hari, secara tak sengaja saya mendengar sebuah kabar mengejutkan dari seorang saudara saya. Ia mengatakan bahwa ia mengetahui si A melakukan lagi perbuatan yang sudah lama ia tinggalkan. Saya kontan saja kaget. Benar-benar tidak menyangka. Saya meminta saudara saya itu untuk memeriksa kembali, bahkan memintanya untuk memberikan bukti-bukti kepada saya akan perbuatan yang dilakukan si A.
Dan demikianlah, beberapa bukti yang secara tidak sengaja ditemukan oleh saudara saya itu, benar-benar membuat saya kaget. Sepertinya saya tidak mau percaya. Dan si A berusaha untuk berkilah, menghindari pertanyaan yang kami berdua sodorkan. Awalnya saya menemukan rasa sesal dan mungkin sedikit rasa takut pada diri si A bahwa perbuatannya telah diketahui. Tetapi ketika kedua kalinya saya memintanya untuk menjelaskan, pernyataan yang saya dapatkan adalah ”Apa ada yang salah?”
Saya rasanya tidak bisa lagi mengobati rasa kecewa ini, pada saat ini. Dan saya tidak tahu kapan saya akan bisa memberikan maaf untuknya yang ke sekian kalinya menyakiti lagi diri saya, dan juga keluarga kami. Kesalahan yang diperbuat untuk yang kedua kalinya, atau entah ke sekian kali. Memang ada saja ulah setan untuk menggoda manusia yang sedang berusaha bertaubat. Memang selalu ada ujian-ujian bagi orang-orang yang ingin meningkatkan keimanannya.
Memang hanya Allah yang memiliki kuasa untuk memberikan dan mencabut hidayah pada diri seseorang. Saya benar-benar kecewa. Tetapi satu hal yang saat ini sedang saya usahakan dengan sangat keras untuk tetap mendiami hati saya. Sebuah keyakinan bahwa taubat seseorang akan selalu diterima oleh Allah, sampai waktu ajalnya tiba nanti. Dan saya berdoa, agar Allah masih berkenan untuk memberikan ampunan serta kesempatan pada si A untuk sekali lagi bertaubat.
Dh_devita at yahoo dot com
FLP cabang Sengata
Tidak ada komentar:
Posting Komentar