Oleh Lizsa Anggraeny
Terbata-bata terdengar suara dari wanita setengah baya yang duduk di hadapan. Tangannya berusaha mengeja huruf demi huruf yang tercetak dalam buku Iqra "Belajar Cepat Membaca Al-Qur'an." Sesekali tampak berusaha membetulkan ikatan penutup kepala yang menutupi sebagian rambut pirangnya. Kemudian akan terhenti sejenak ketika sampai pada huruf-huruf yang dianggapnya sulit dilafalkan.
"It's alright? Did my spelling was true?" Sesekali keluar pertanyaan untuk memastikan betul tidaknya bacaan.
Mrs. A, begitu panggilannya. Salah seorang isteri konsulat Bosnia yang baru beberapa minggu saya kenal. Meski lahir dan besar sebagai muslim, namun baru tergerak hatinya untuk belajar membaca Al-Qur'an di usianya yang sudah senja.
Jepang, di negara inilah keinginan itu muncul. Di saat kehidupan terasa bebas, apa saja bisa didapat, kebosanan mulai terasa. Ada suatu ruang kosong yang tidak bisa ditimbun dengan keindahan dunia yaitu kekosongan jiwa. Di mana setiap perbuatan yang dilakukan terasa hampa dan melelahkan. Rasa gelisah, putus asa, kecewa kerap timbul. Sandaran berupa kejayaan, ketenaran dan kekayaan, tidak dapat menopang pijakan saat diri goyah.
Sampai suatu saat Mrs. A menyadari bahwa Islamlah obat dari kekosongan jiwa. Di mana Islam mengajarkan sikap optimis. Bahwa hidup itu memiliki makna. Allah akan memberi balasan kepada siapapun yang berbuat baik, meskipun kebaikan itu hanya sebesar biji dzarrah. Kesadarannya menghantarkan diri khilaf untuk kembali menjadi hamba yang berserah diri.
***
Dua minggu ke belakang, saya mendapat kabar gembira dari salah seorang sahabat melalui telpon. "Teteh, saya sekarang sudah dijilbab! Do'akan biar mantap yah." Ummu S, nama pemilik suara tersebut. Kami berkenalan setahun yang lalu dalam sebuah pengajian. Usianya lebih muda beberapa tahun dari saya.
Menikah dengan pria Jepang adalah pilihannya. Dengan harapan sang pria yang hidup berkecukupan akan membawanya ke gerbang kebahagiaan. Namun sayang, ternyata kebahagiaan yang diimpikannya hanyalah semu. Kedudukannya sebagai isteri, sering didentikan dengan 'pembantu' bagi suami. Perlakuan kasar secara fisik ataupun melalui ucapan yang melukai hati sering terlontar dari laki-laki yang seharusnya menjadi qawwam bagi dirinya. Perintah-perintah otoriter adalah peraturan mutlak yang tidak boleh dilanggar. Ia terkurung dalam istana impiannya.
Lemahnya iman dan tidak kuatnya dasar pijakan ruhiyah, menyebabkan ia ia terombang ambing dalam kehampaan. Jiwanya terasa kosong. Semua yang dilakukannya terasa tak berarti. Rasa percaya diri hilang. Tak ada lagi semangat untuk menjalani hidup. Hari-hari dilaluinya melalui sebuah kebahagian bernama pachinko. Kebahagiaan semu yang justru makin menyeretnya ke dalam keterpurukan.
Sampai suatu hari, Allah membimbingnya untuk datang ke sebuah pengajian keliling di daerahnya. Kehangatan suasana Islami, persaudaraan atas cinta kasih karena Allah dalam perkumpulan tersebut begitu membekas di hati Ummu S. Di sana ia serasa menemukan kembali jati dirinya yang hilang. Tersadar bahwa Islamlah obat mujarab yang dapat mengatasi semua kemelut hatinya. Dengan mendekatikan diri kepada Allah, akan didapat suatu tenaga penuh untuk mengusir penderitaan hati. Karena Allah telah menjanjikan, bersama kesulitan akan ada kemudahan.
***
Antara Mrs. A dan Ummu S memang tidak ada kaitannya. Berbeda umur, situasi dan kondisi. Namun sepertinya saya perlu menggaris bawahi negara tempat tinggal kedua sahabat tersebut, yaitu Jepang. Sebuah negara sekuler yang sangat tak peduli akan keberadaan agama. Kehidupan bebas, hedonisme, dan individu telah menjadi ciri negara ini.
Siapa yang menyangka, justru di negara Jepang inilah kehadiran Islam-sang penyejuk, begitu berarti. Di antara hingar bingar kebebasan, kegalauan hidup dan rasa frustasi, sebuah cinta tumbuh bersemi.
Cinta yang didambakan seseorang kala dihadang berbagai persoalan hidup, kehilangan harapan dan tak tahu jalan penyelesaian. Cinta yang memompakan sikap optimis, mendatangkan kesejukan serta menjadi pengisi kekosongan jiwa. Didamba oleh setiap mukmin yang sadar akan hakekat dirinya tak lebih dari seorang hamba.
Cinta Ilahi, tidak ada sesuatu yang lebih manis dan menyenangkan selain dari mencintai Allah. Yang menjadi ruh bagi iman dan amal.
Semoga, cinta tersebut mendapat sambutan dari Sang Kekasih. Tidak hanya bertepuk sebelah tangan-mencintai, tetapi dicintai pula oleh Sang Kekasih. Meraih mahabbatullah, sebuah manzilah yang diperebutkan orang-orang beriman.
Wallahu'alam bisshowab
Keterangan:
Pachinko = Pinball Jepang untuk judi
Sepenggal catatan aishliz et FLP Jepang